TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno meminta para pengelola homestay di kawasan Candi Borobodur jangan sekali-kali terlibat perang harga satu sama lain.
"Untuk tarif homestay di kawasan Candi Borobudur ini, saya instruksikan jangan pernah perang harga satu sama lain," kata Sandiaga saat berbicara di sela pelatihan pengelola homestay di Balai Ekonomi Desa Tuksongo, Borobudur Jawa Tengah, Rabu, 23 Juni 2021.
Sandiaga mewanti-wanti bahwa perang dalam bentuk memasang tarif lebih murah atau lebih mahal antar homestay di kawasan Candi Borobudur itu hanya akan menimbulkan kerugian para pengelola sendiri. "Pokoknya jangan bersaing tarif, homestay satu dan lainnya bukan pesaing, tapi teman-teman bersama membangkitkan pariwisata, jadi sepakati tarif yang pantas lalu patuhi kesepakatan itu," kata dia.
Meski secara tarif tak boleh ada persaingan, kata Sandiaga, namun ia mendorong masing-masing pengelola homestay berlomba dalam kualitas dan pelayanan untuk memberikan yang terbaik bagi wisatawan. "Jadi jangan banting-bantingan atau berlomba menaikkan tarif yang akhirnya mematikan satu sama lain," ujarnya.
Dalam pelatihan yang melibatkan para pengelola homestay di kawasan Candi Borobudur itu, Sandiaga mengatakan para pengelola homestay diajak tak hanya mampu menerapkan digital marketing atau mempromosikan homestay mereka secara daring saja. "Tapi juga soal bagaimana bisa membuat konten-konten yang kreatif untuk mempromosikan homestay itu agar memikat wisatawan berkunjung dan mau menginap," kata Sandiaga.
Menurut Sandiaga, homestay bukan sekedar membangun bangunan fisiknya yang tampak nyaman. Tapi juga soal membangun kemampuan masyarakat agar dapat mengelola usaha wisata itu dengan maksimal.
Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Badan Pariwisata Ekonomi Kreatif Wisnu Bawa Tarunajaya mengatakan ada sedikitnya enam variabel yang perlu diperhatikan pengelola homestay agar usahanya berkelanjutan. "Pertama soal fisik bangunan homestay itu, jangan meninggalkan local wisdom atau kearifan lokalnya, misalnya arsitektur bangunan Joglo yang memang cirikhas Jogja (Jawa)," kata dia.
Variabel kedua soal atmosfer. Hal itu adalah bagaimana suasana dari homestay itu memberi rasa nyaman wisatawan. Misalnya dari segi penataan ruang agar tidak sumpek atau asesorisnya.
Variabel ketiga soal sumber daya manusianya yang mengelola homestay iitu. Keempat soal sikap employee atau karyawan, juga bisa mempengaruhi suasana homestay.
Kelima, soal tarif. "Mahal tidaknya tarif dirasakan tergantung dengan pelayanan yang diberikan," kata Wisnu.
Keenam soal tamu itu sendiri. "Homestay tak perlu menuruti keinginan tamu yang arahnya merusak local wisdom yang dijaga, kita tetap harus mempertahankan budaya lokal yang ada," kata Wisnu.
Baca juga: Lima Hal yang Harus Ada di Homestay Menurut Sandiaga Uno