TEMPO.CO, Jakarta - Bukan rahasia lagi, sulit untuk mendapatkan sinyal komunikasi di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Papua. Terlebih dalam satu bulan ini, koneksi internet mati di beberapa wilayah di Papua, yang menurut otoritas, tersebab kabel bawah laut terputus.
Masyarakat Papua yang membutuhkan sambungan internet sampai bepindah sejenak ke tempat lain agar dapat terhubung. Kondisi ini mengakibatkan munculnya wisatawan pencari sinyal ke sejumlah daerah, seperti Sorong dan Manokwari; Makassar, Sulawesi Selatan; hingga Jakarta.
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan, bagi yang hanya membutuhkan sinyal 2G atau teknologi generasi kedua telepon seluler yang hanya bisa melayani sambungan telepon dan pesan singkat, bisa menjangkau puncak-puncak bukit untuk mendapatkan sinyal. Salah satunya bukit di Kampung Goras, Distrik Mbahamdandara, Kabupaten Fakfak, Papua Barat.
"Kampung Goras berada jauh dari kota. Namun, ponsel masyarakat di sana tak kalah bagus dengan orang kota," kata Hari kepada Tempo, Sabtu 12 Juni 2021. Telepon seluler warga Kampung Goras umumnya sudah dilengkapi kamera, sekadar untuk berfoto. Selain untuk berkomunikasi via telepon dan pesan singkat atau SMS, warga Kampung Goras di pesisir Teluk Berau, ini umumnya menggunakan ponsel untuk mendengarkan lagu.
Seorang warga Kampung Goras, Distrik Mbahamdandara, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, mencoba berkomunikasi menggunakan telepon seluler dari puncak bukit Telkomsel. Foto: Hari Suroto
Warga Kampung Goras yang ingin mengirimkan kabar kepada sanak famili atau teman di wilayah lain punya satu titik yang menjadi lokasi fovorit untuk berkomunikasi. Titik ini berada di sebuah puncak bukit dan menjadi satu-satunya spot dengan sinyal yang kuat.
"Bukit ini terletak di tengah hutan dan sejatinya tak punya nama," kata Hari Suroto. Hanya saja, lantaran hanya sinyal dari jaringan Telkomsel yang bisa terdeteksi, maka jadilah masyarakat menyebutnya sebagai bukit Telkomsel.
Untuk mencapai bukit Telkomsel itu, warga Kampung Goras harus naik perahu sekitar 20 menit kemudian lanjut dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak di hutan. Sampai di kaki bukit, mereka mendaki melalui jalan setapak yang terjal. Permukaan lereng bukit penuh dengan batu karang yang tajam.
Yang ingin sampai di puncak bukit harus mampu berpegang pada batu karang atau batang pohon kecil yang tumbuh di sekitarnya. Proses pendakian itu membutuhkan waktu sekitar 15 menit, tergantung kemahiran. Setelah itu, pencari sinyal bisa beristirahat sejenak di sebuah gazebo sederhana yang ada di atas bukit.
Pondok di puncak bukit Telkomsel di Papua. Foto: Hari Suroto
"Bertelepon di puncak bukit Telkomsel menjadi kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat, walau harus berjuang keras mendaki," kata Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih, Papua. Di puncak bukit Telkomsel, mereka dapat berkabar dengan keluarga yang jauh di kota sambil menikmati angin sepoi-sepoi serta pemandangan hutan yang rimbun.
Ada latar suara yang menarik jika berkomunikasi di tempat ini. Suara burung berkicau, seperti burung mambruk, burung cenderawasih, burung rangkong, dan burung kakatua, turut terdengar sampai ke mana ujung telepon bersambut.
Baca juga:
Sebentar Lagi Perbatasan Indonesia - Papua Nugini di Papua Dibuka, 2x Seminggu