TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tengah merancang katalog pariwisata dan ekonomi kreatif rawan bencana di lima destinasi super prioritas (DSP). Katalog itu dibuat sebagai mitigasi bencana yang rawan terjadi di lima DSP itu.
Kepala Biro Komunikasi Kemenparekraf Vinsensius Jemadu mengatakan pihaknya mengajak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Pusat Vulkanologi, Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) untuk berdiskusi bersama merancang katalog itu. "Informasi bencana dan mitigasinya adalah suatu yang harus ada di setiap destinasi wisata agar dapat menciptakan ketenangan bagi wisatawan," kata dia, Rabu, 9 Juni 2021.
Vinsensius mengatakan penyusunan sistem informasi dalam menghadapi bencana juga dapat digunakan sebagai acuan pemerintah dalam meminimalisir risiko bencana pada destinasi pariwisata. "Selain sebagai upaya peningkatan kesadaran dan kesiapsiagaan para pemangku kepentingan kepariwisataan baik di pusat maupun didaerah, katalog ini juga bisa membuat wisatawan berwisata dengan rasa nyaman dan aman," ujarnya.
Adapun lima DSP yang dimaksud adalah Danau Toba, Likupang, Mandalika, Borobudur dan Labuan Bajo. Masing-masing daerah itu memiliki kerawanan bencana, misalnya Borobudur yang berada dekat dengan Gunung Merapi.
Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG Rahmat Triyono mengatakan katalog tersebut sangat diperlukan agar wisatawan dapat berwisata dengan aman dan mengurangi risiko menjadi korban dari bencana. "Tidak hanya memamerkan keindahan tapi memberikan informasi apakah di sana rawan bencana, ancamannya apa saja sehingga itu akan menjadi katalog nantinya," kata dia.
BMKG rencananya akan membantu dalam menyediakan informasi yang berhubungan dengan cuaca di katalog parekraf rawan bencana.
Pelaksana tugas Kepala Bagian Tata Usaha PVMBG Yunara Dasa Triana mengatakan Badan Geologi, melalui PVMBG siap melakukan kerja sama dengan Kemenparekraf dalam akses penggunaan data dan informasi kebencanaan geologi melalui MAGMA Indonesia. "Database sangat penting untuk menyusunkan katalog pariwisata. Diperlukan integrasi data dan pedoman yang mudah dipahami oleh masyarakat dan pelaku parekraf pada khususnya sehingga wisatawan dapat berwisata dengan nyaman," ujarnya.
Baca juga: Pengusaha Pariwisata Gili Trawangan NTB Butuh Genose dan Kelonggaran Utang Bank