TEMPO.CO, Yogyakarta - Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menyatakan aksi pedagang kaki lima atau PKL yang dikeluhkan wisatawan di media sosial karena nuthuk atau memungut harga menu pecel lele di luar batas kewajaran tak terjadi di Jalan Malioboro. Hal itu diketahui setelah Pemkot Yogya menginstruksikan seluruh petugas Jogo Malioboro (Jogoboro) menyisir seluruh pedagang makanan lesehan seharian penuh di kawasan wisata utama itu, Rabu, 26 Mei 2021.
"Kami sudah temui seluruh pedagang dan pimpinan komunitas PKL Malioboro, di sepanjang jalan itu tidak ada (PKL yang nuthuk harga itu), harga yang tercantum masih wajar," kata Heroe, Rabu.
Seorang wisatawan perempuan sebelumnya membuat video pengakuan dengan judul Jogjakarta Harganya Ga Masuk Akal ! dan kemudian viral di media sosial. Ia mengaku terjebak saat makan pecel lele seharga Rp 27 ribu dan diminta membayar lagi lalapan seharga Rp 10 ribu sehingga total tagihannya menjadi Rp 37 ribu.
Heroe menduga kuat kejadian itu mungkin benar terjadi. Namun bukan di lesehan sepanjang jalan utama Malioboro.
"Saat ini kami masih mencari karena kemungkinan bisa juga kejadiannya di sirip-sirip jalan Malioboro. Jika ketemu tetap akan kami beri sanksi tegas, tidak boleh berdagang di kawasan itu selamanya," kata Heroe.
Ketua Paguyuban Lesehan Malam Malioboro Sukidi turut merespon viralnya video itu. "Yang perlu dipahami, kadang pedagang yang ada di sirip-sirip jalan Malioboro juga dianggap kalau itu PKL Malioboro. Padahal mereka yang berdagang di sirip-sirip jalan itu tidak masuk paguyuban," kata dia.
Paguyuban pun tak bisa mengontrol para PKL yang ada di sirip-sirip Malioboro itu.
Paguyuban menyesalkan wisatawan yang membuat pengakuan soal nuthuk harga di Malioboro itu juga tak menyertakan bukti-bukti pendukung dan hanya sekadar omongan saja. "Selama ada bukti-bukti seperti nota tagihan, nama warung, pasti kami bantu mencari pelakunya. Tapi kalau tak bisa menunjukkan buktinya, dugaannya jadi seperti pencitraan dan ingin viral," kata dia.
Sukidi membeberkan hasil survei paguyuban, harga tertinggi pecel lele di kawasan utama Malioboro saat ini masih Rp 15 - 18 ribu per porsinya. Meskipun saat ini masih masa pandemi Covid-19 yang menurunkan drastis omzet mereka, namun kalangan PKL Malioboro masih bisa berpikir jernih dalam arti mematok harga sewajarnya.
"Pedagang Malioboro sekarang tidak seperti dulu, sudah tahu mana pelayanan terbaik bagi konsumen," kata Sukidi.
Saat ini, seluruh pedagang makanan, khususnya lesehan di Malioboro juga mencantumkan daftar harga yang bisa dibaca jelas wisatawan. Jadi sulit untuk melakukan permainan.
"Harusnya calon konsumen yang akan makan di Malioboro juga membaca cermat, berapa harga yang tercantum, kalau merasa tidak mampu membayar jangan dibeli," kata Sukidi.
Paguyuban meminta wisatawan yang dirugikan tak terburu-buru menyebar pesan negatif di media sosial. Sebab, Malioboro kini punya sarana pengaduan konsunen yang jelas, yaitu bisa lewat unit pelaksana teknis (UPT) Malioboro, petugas Jogoboro atau sarana yang disediakan Pemkot Yogyakarta lainnya.
Aktivis Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta Baharudin Kamba mengatakan nuthuk harga di luar kewajaran kawasan destinasi Kota Yogya sudah berulang terjadi. "Ini semacam penyakit tahunan yang kerap terjadi dan hingga saat ini tidak ada efek jera karena terus terjadi," kata dia.
Kamba mengatakan penutupan paksa usaha PKL yang merusak citra Yogyakarta ini sebaiknya digencarkan. "Sanksi tegas lain bisa dilakukan misalnya mencabut akses bantuan bagi pelaku usaha itu," ujarnya.
Baca juga: Yogyakarta Cari PKL Malioboro yang 'Nuthuk' Harga Pecel Lele ke Wisatawan