TEMPO.CO, Yogyakarta - Suasana lengang menyelimuti komplek Jogja National Museum atau JNM Yogyakarta pada Rabu siang, 16 Desember 2020. Padahal, hari itu sedang dimulai gelaran yang sangat populer dan bertaraf internasional, Kustomfest 2020 yang akan berlangsung hingga 31 Desember 2020.
Sejak pertama kali diadakan 8 tahun lalu, ajang pameran modifikasi kendaraan itu setiap harinya selalu dipenuhi wisatawan pecinta otomotif. Tak hanya dari pelosok Indonesia tapi juga mancanegara, khususnya wisatawan Asia Tenggara dan Eropa.
Contoh saja, pada 2019, saat gelaran itu masih dipusatkan di Jogja Expo Center, hanya dua hari perhelatan tak kurang 28 ribu tiket terjual. Bisa dibilang, salah satu event paling sukses menyedot wisatawan di Yogya adalah ajang Kustomfest itu.
“Tahun ini, kami tetap menggelar acara ini tapi semua harus berubah karena masih ada pandemi Covid-19,” ujar pendiri Kustomfest Lulut Wahyudi.
Bukan tanpa alasan untuk mengubah konsep event itu habis-habisan. Sebab, belakangan Pemerintah Yogyakarta juga sedang gencar-gencarnya membubarkan paksa kegiatan kerumunan.
Terakhir seperti Indonesian Scooter Festival (ISF) 2020 yang langsung dibubarkan paksa Gugus Tugas Covid-19 Yogya pada hari pertama penyelenggaraan pada 5 Desember 2020.
Lulut mengatakan acara Kustomfest yang juga identik dengan hingar bingar, musik dan keramaian massal terpaksa dimodifikasi habis-habisan. Ada 5 modifikasi acara Kustomfest itu agar tak memicu kerumunan.
Pertama, soal venue. Acara itu tak lagi menggunakan Gedung JEC yang lebih luas dan lega seperti pada gelaran-gelaran tahun sebelumnya bisa menampung hingga hampir 500 karya. Tahun ini, acara dipusatkan di JNM yang ruangnya lebih kecil dan bertingkat.
“Tahun ini karya hanya kami batasi 150 karya, jadi peserta lebih sedikit,” kata Lulut.
Kedua, penataan tata ruang dibuat bak pameran lukisan. Jika biasanya Kustomfest cenderung dibuat seperti pemandangan hamparan luas sehingga peserta bisa melihat utuh seluruh karya dari satu ujung ke ujung lain, kali ini tidak.
“Venue kami buat lebih banyak sekat saat ini, seperti pameran seni rupa ,” ujar Lulut.
Untuk urusan tata ruang ini, kali pertama Kustomfest berkolaborasi dengan sosok Hery Pemad, yang juga pendiri perhelatan senirupa ArtJog.
“Jadi sebagian motor-motor itu diangkut ke lantai 2 dan 3 secara manual, karena memang tidak ada lift di Gedung JNM, padahal motornya besar-besar,” ujar Hery Pemad.
Ketiga, tak ada lagi pentas musik, kompetisi dan undian. Musik sebenarnya adalah bagian utama kemeriahan Kustomfest, tapi ditiadakan tahun ini. Sebab acara musik bisa memicu kerumunan massa.
Selain itu, undian atau lucky draw berhadiah motor modifikasi bernilai ratusan juta rupiah yang selalu ada tiap tahun juga dihapus. Sebab, saat pengundian itu massa akan menyemut.
"Gelaran kali ini kami ingin berpesan 'Jangan Berisik ! Sedang ada ibadah kustom oleh Kustomfest di Jogja'," ujar Lulut menggambarkan tak ada hingar bingar dan kerumunan dalam event ini.
Keempat, jumlah pengunjung sangat dibatasi. "Dalam sehari kami buka empat sesi saja, di mana setiap sesi maksimal hanya 60 pengunjung,” kata Lulut.
Sesi kunjungan dibagi dalam empat waktu yakni 10.00- 12.00 WIB, 13.00- 15.00 WIB, 16.00-18.00 WIB dan 19.00 - 21.00 WIB.
Kelima, semua pengunjung sampai penyelenggara harus menerapkan protokol kesehatan saat berada di lokasi acara. Selain wajib bermasker, memakai hand sanitizer dan tak boleh menyentuh karya, salah satu aturan keras dalam gelaran ini tak ada satu pun yang boleh merokok di lokasi acara, baik di dalam gedung maupun luar gedung.
Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan Kustomfest selama ini menjadi industri yang memacu kreativitas anak muda dari berbagai penjuru nusantara. "Kami berharap Kustomfest berjalan lancar namun dengan mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan baru di masa pandemi ini,” ujarnya.
Heroe menuturkan konsep acara yang disajikan Kustomfest di masa pandemi ini, kemungkinan ke depan akan berguna di masa mendatang ketika sebuah industri kreatif harus menghadapi situasi serupa.