TEMPO.CO, Denpasar - Terminal Internasional Bandar I Gusti Ngurah Rai, Bali, tampak lengang. Hanya terlihat petugas kebersihan yang sesekali melintas. Kondisi ini terjadi hampir delapan bulan sejak pandemi Covid-19 merebak pada Maret 2020.
Mulai 24 April 2020, penerbangan internasional dari dan ke Bali terhenti. Tiada lagi jejak langkah wisatawan mancanegara. Namun kondisi ini tak berlangsung lama. Tiga bulan kemudian pemerintah kembali mengizinkan penerbangan domestik. Bandara Gusti Ngurah Rai Bali kembali berdenyut. Wisatawan sedikit demi sedikit berdatangan. Ada yang liburan, ada pula yang pulang kampung.
Anjloknya lalu-lalang penumpang mancanegara berimbas kepada pedagang di dalam bandara. Tampak hanya beberapa gerai saja yang buka. Seorang penjaga gerai roti di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, Ovi mengatakan imbas pandemi Covid-19 terhadap tempatnya bekerja. "Biasanya menjual seribuan roti sehari, sekarang seratus saja sudah bagus," kata Ovi kepada Tempo pada Senin, 30 November 2020. Toko roti yang dijaga perempuan 21 tahun itu kini hanya buka mulai pukul 07.00 - 19.00 WITA. Sedangkan sebelumnya hingga pukul 23.00 WITA.
Sejak Mei hingga September 2020, jumlah penumpang penerbangan internasional hanya 220 orang. Angka ini bak bumi dengan langit dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 2,8 juta penumpang. Penerbangan domestik juga terdampak pandemi Covid-19. Sepanjang 2019, jumlah penumpang domestik mencapai 10,5 juta orang. Kini, sampai Oktober 2020 jumlah penumpang di terminal domestik hanya sekitar 3,7 juta orang.
Suasana terminal internasional di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali yang sepi pada 30 November 2020. Hingga kini Bali masih menunggu wisatawan mancanegara untuk menghidupkan pariwisata.TEMPO | Made Argawa
Seorang pramuniaga toko oleh-oleh di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, Lina mengatakan terpaksa membuka gerai meski Covid-19 masih merajalela. Dia kembali berjualan di akhir Oktober 2020. Tiada pilihan karena ini satu-satunya mata pencarian dan sumber penghasilannya. "Sekalian promosi kepada wisatawan domestik yang datang ke Bali," kata dia. Selama pandemi Covid-19 ini, Lina mampu membukukan pendapatan sekitar Rp 900 ribu hingga Rp 2 juta.
Bali Bergantung pada Wisatawan Mancanegara
Bali dengan kecantikan dan keunikannya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisawatawan asing. Kendati jumlah penumpang domestik jauh lebih banyak dibandingkan wisatawan mancanegara, potensi pendapatan lebih besar dari wisawatan asing. Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Putu Astawa mengatakan, pendapatan dari sektor pariwisata pada 2019 mencapai Rp 9,7 triliun setiap bulan. Nilai ini berasal dari jumlah kunjungan dan pengeluaran alias jajan wisatawan. "Setiap tahun pendapatannya pasti meningkat karena jumlah kunjungan juga naik," ujarnya.
Pernyataan Putu Astawa sejalan dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang mengungkapkan kerugian Bali selama pandemi Covid-19 senilai Rp 9 triliun per bulan. Kerugian akibat amblasnya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara hingga 99 persen. Banyak destinasi wisata sepi. Kawasan Kuta, Bali, yang selalu ramai, kini lengang. Jalan Pantai Kuta senyap dan toko suvenir di kawasan Legian hampir semuanya tutup.
Di Tanah Lot misalkan. Kini, rata-rata kunjungan wisatawan hanya 100 sampai 200 orang saja. Bandingkan dengan kondisi sebelum pandemi yang bisa menarik hingga 7.000 wisawatan per hari. Kondisi serupa juga terjadi di Ulun Danu Beratan, Bedugul, yang biasanya dikunjungi 3.000 wisatawan per hari, kini hanya 150 orang. "Kunjungan wisatawan mancanegara memang sangat berpengaruh," kata Manajer Ulun Danu Berata, Wayan Mustika. beberapa waktu lalu.
Pengamat sosial Universitas Udayana, Gede Kamajaya mengatakan ketergantungan Bali terhadap wisawatan mancanegara membuatnya terempas di masa pandemi Covid-19. Ketika pariwisata terempas, jasa wisata mati suri dan ujungnya adalah pemutusan hubungan kerja massal.
Menanti Vaksin Sang Penyelamat
Vaksin Covid-19 menumbuhkan optimisme di tengah pagebluk. Dunia pariwisata Bali punya secercah harapan. Stakeholder Relation Manager PT Angkasa Pura I Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, Taufan Yudhistira mengatakan sangat siap saat penerbangan intenasional kembali buka. Bahkan, ketika vaksin Covid-19 belum disuntikkan ke rakyat Indonesia.
Salah satu sudut di terminal domestik Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, yang dilalui penumpang. Di masa pandemi Covid-19, Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, hanya melayani penerbangan domestik. TEMPO | Made Argawa
Taufan menjelaskan protokol kesehatan yang ketat sejak penumpang turun dari pesawat menjadi kunci keamanan dan keselamatan dari Covid-19. Semua penumpang yang baru turun dari pesawat harus menjalani pemeriksaan kesehatan, antara lain pengecekan suhu tubuh dengan menggunakan thermal scanner, pengisian kartu kewaspadaan sehat atau health alert card, lantas ke imigrasi untuk pemeriksaan dokumen, dan terakhir pengambilan barang. "Prosedurnya sama di terminal domestik dan internasional," ujarnya.
Kendati tes cepat atau rapid tes memiliki tingkat akurasi rendah untuk mendeteksi Covid-19, Angkasa Pura masih menggunakannya sebagai standar seorang penumpang bisa terbang atau tidak. "Jika ingin tes rapid di bandara, usahakan datang empat jam sebelum terbang dan biayanya Rp 85 ribu," kata Taufan.
Berikut data penumpang di terminal internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, dalam sepuluh tahun terakhir.
- Tahun 2010: 2.493.058 penumpang
- Tahun 2011: 2.756.579 penumpang
- Tahun 2012: 2.892.019 penumpang
- Tahun 2013: 3.278.598 penumpang
- Tahun 2014: 3.766.638 penumpang
- Tahun 2015: 4.001.835 penumpang
- Tahun 2016: 4.927.937 penumpang
- Tahun 2017: 5.697.739 penumpang
- Tahun 2018: 6.070.473 penumpang
- Tahun 2019: 6.275.210 penumpang
- Tahun 2020: 1.050.243 (sampai September 2020)
*Program Fellowship dengan AJI