TEMPO.CO, Jakarta - Situs megalitik Tutari terletak di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua. Tepatnya di Bukit Tutari, di tepi Danau Sentani bagian barat.
Destinasi wisata prasejarah ini mudah dijangkau. Dari Bandara Sentani, wisatawan bisa sampai di sana dalam waktu 15 menit dengan naik sepeda motor atau mobil. Wisatawan biasanya berfoto di situs tersebut dengan latar Danau Sentani yang indah.
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan di Situs Megalitik Tutari, seluruh permukaan Bukit Tutari penuh dengan bongkahan batu berwarna hitam. Pada sebagian batu-batu tersebut terdapat lukisan di permukaannya. "Lukisan ini peninggalan Suku Tutari pada masa prasejarah, dibuat dengan cara menggores," kata Hari Suroto kepada Tempo, Senin 30 November 2020.
Motif yang digoreskan berupa flora dan fauna di Danau Sentani, manusia, benda budaya dan geometris. Kini Suku Tutari dianggap sudah punah. Di puncak Bukit Tutari dengan ketinggian 300 meter di atas permukaan laut, terdapat batu tegak atau menhir. Menhir ini berjumlah 110 buah.
Batu di Situs Megalitik Tutari, Papua. Dok. Balai Arkeologi Papua
Masyarakat percaya puncak Bukit Tutari merupakan tempat yang paling sakral. "Tempat bersemayamnya roh nenek moyang," kata Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih. Ada sebuah cerita yang disampaikan masyarakat setempat terkait sakralnya menhir di Situs Megalitik Tutari, Papua.
Pada 1990-an, kata Hari Suroto, ada yang memboyong menhir ke Jakarta. Sampai di Jakarta, menhir ini tiba-tiba menghilang. "Dicari-cari tidak ketemu," ucap Hari. Kemudiaan setelah dilacak ke Jayapura, ternyata menhir ini sudah kembali ke tempat semula di puncak Bukit Tutari.
Masyrakat Kampung Doyo Lama menganggap menhir yang 'pulang' ini sebagai satu yang paling spesial. Mereka percaya siapa saja yang mampu mengangkat menhir ini dan terasa ringan, maka keinginannya akan terkabul. Jika menhir terasa berat saat dangkat, maka sebaliknya. "Tapi jangan sampai melakukan itu demi menjaga kelestarian menhir di situs," kata Hari Suroto.