TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu harapan bagi industri pariwisata di tengah pandemi Covid-19 adalah aktivitas wisata tracing your roots. Wisata minat khusus ini merupakan aktivitas melacak silsilah atau jejak leluhur keluarga yang pernah tinggal di Indonesia.
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan aktivitas wisata tracing your roots sedang tren di Belanda, Suriname, dan Kaledonia Baru. "Gerakan ini dilakukan oleh generasi milenial keturunan Indo-Belanda atau keturunan diaspora Indonesia," kata Hari Suroto kepada Tempo, Ahad 29 November 2020.
Anak muda keturunan diaspora Jawa banyak dijumpai di Suriname dan Kaledonia Baru, Pasifik Selatan. Di Belanda, yang melakukan wisata tracing your roots adalah generasi ketiga, yang orang tua atau kakek-neneknya direpatriasi ke Belanda setelah Indonesia merdeka. Ada juga generasi kedua yang orang tuanya bermigrasi ke Belanda setelah peralihan kekuasaan Belanda ke Indonesia di Papua tahun 1963.
Mahasiswa Universitas Leiden Belanda di Situs Yomokho, Sentani, Papua. Foto: Hari Suroto
Pelaku wisata tracing your roots ini berbekal arsip, catatan keluarga, dan cerita yang diwariskan turun-temurun. Mereka datang ke Indonesia untuk menelusuri jejak asal-usul leluhurnya, berkunjung ke keluarga, situs-situs candi dan bangunan bersejarah. Mereka juga mengamati bagaimana pembuatan batik, wayang, dan mencicipi kuliner Indische rijsttafel. Mereka bangga leluhur mereka berasal dari daerah tropis Indonesia yang indah.
Situs-situs bangunan indis merupakan hasil perpaduan arsitektur Indonesia dan Eropa, dapat dilihat pada kota-kota tua di Indonesia. Para pelancong tracing your roots ingin merasakan kuliner Indische rijsttafel yang dilantunkan oleh Wieteke van Dort berjudul Geef Mij Maar Nasi Goreng atau Beri Saja Aku Nasi Goreng. Kuliner Indische rijsttafel terdiri atas nasi goreng, lontong, ketan, sate, kerupuk, kue lapis, onde-onde, sambel goreng, wedang sekoteng, tahu petis, klappertart, dan sebagainya.
Rumah panggung di Danau Sentani, Papua, dengan cat bendera Belanda. Foto: Hari Suroto
Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih ini menjelaskan, keturunan Maluku - Belanda biasanya datang ke Ambon pada bulan Agustus setiap tahunnya. Selain berkunjung ke sanak famili yang masih memiliki garis keluarga, mereka juga menikmati kuliner khas Maluku dan Papua, yaitu papeda dan ikan kuah kuning.
Setelah berkunjung di Maluku, sebagian datang ke Papua, terutama ke daerah yang orang tua atau kakeknya dulu pernah bertugas. Lokasinya antara lain Merauke, Jayapura, Wamena, Fakfak, kemudian lanjut ke Sorong dan berakhir di Raja Ampat.