TEMPO.CO, Yogyakarta - Wisatawan masih bisa menikmati keelokan Gunung Merapi di Yogyakarta. Hanya saja, jangan melewati radius batas aman sejauh lima kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Kepala Seksi Gunung Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta, Agus Budi Santoso menyesalkan masih ada orang yang nekat mendaki puncak Gunung Merapi pada Jumat, 27 November 2020. Hal ini diketahui dari video yang viral di media sosial.
Pendaki yang tak lain adalah penduduk sekitar dan relawan pemantau aktivitas Gunung Merapi, itu mengunggah video longsoran di area yang sangat dekat dengan kawah puncak Gunung Merapi. "Tindakan sangat berbahaya dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat," kata Agus pada Sabtu petang, 28 November 2020.
Siapapun -wisatawan, penduduk sekitar, termasuk petugas pemantauan dilarang mendekati area rawan Gunung Merapi yang kini sangat labil dalam status level III atau siaga. Upaya mendekati puncak Gunung Merapi dengan radius kurang dari lima kilometer sangat berbahaya dan sangat beresiko, meski atas alasan misi mitigasi.
Agus Budi menjelaskan, relawan tadi nekat naik untuk memperbaiki stasiun pemantauan di puncak Gunung Merapi yang rusak. Relawan tersebut menganggap kerusakan itu mengganggu pelaporan kondisi terkini erupsi Gunung Merapi. "Stasiun pemantauan di puncak memang rusak akibat lontaran erupsi," ujar Agus Budi. Namun belum diketahui persis erupsi kapan yang mengakibatkan kerusakan itu.
Foto udara kondisi puncak Gunung Merapi, Jumat 27 November 2020. (ANTARA/HO-BNPB)
Menurut Agus Budi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi memastikan kerusakan pada stasiun pemantauan itu tidak terlalu menggangu karena sekarang sudah tersedia alat substitusi, yakni drone dan satelit. Teknologi drone dan satelit memungkinkan mendapatkan data visual tanpa harus memasuki daerah bahaya.
Dulu, petugas pengamat Gunung Merapi melakukan pengamatan visual berupa kolom asap, titik api, alterasi batuan, lava pijar, awan panas, dan perubahan morfologi. Pengamat juga menggambar sketsa morfologi puncak secara berkala untuk mengetahui perkembangan aktivitas Gunug Merapi.
Seiring perkembangan teknologi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi - Badan Geologi menerapkan pemantauan visual dengan menggunakan teknik fotografi. Saat ini terdapat 35 stasiun kamera di sekeliling Gunung Merapi, termasuk sembilan stasiun kamera DSLR dan dua kamera thermal. Foto yang diperoleh dari kamera menggantikan sketsa untuk mengukur perubahan morfologi secara spasial.
Agus menambahkan, kondisi tebing kawah Gunung Merapi saat ini sangat tidak stabil akibat peningkatan aktivitas menjelang erupsi. Terutama setelah beberapa waktu lalu terjad guguran lava 1954. Guguran ini sangat luar biasa, volumenya sangat besar hingga mengubah morfologi puncak.
"Metode visual yang diterapkan sekarang sudah cukup memadai sehingga tidak diperlukan misi ke puncak yang sangat berbahaya," kata Agus Budi. "Kami tidak menyarankan misi apapun, meski alasan mitigasi."