TEMPO.CO, Jakarta - Museum Le Mayeur di Denpasar, Bali, memiliki kisah yang menarik. Dari namanya saja, sudah bisa ditebak kalau museum ini bukan milik orang Indonesia. Le Mayeur adalah nama seorang warga Brussels, Belgia, yang menjejakkan kaki di Bali pada 1932.
Nama lengkapnya Adrien Jean Le Mayeur de Merpres. Biasa disapa Le Mayeur. Dia seorang pelukis asal Brussels, Belgia, yang menginjakkan kaki di Bali pada 1932. Le Mayeur kemudian memilih tinggal di kawasan Pantai Sanur, Denpasar, Bali, dan membangun rumah sekaligus studio lukis di sana.
Akademikus Institut Seni Indonesia atau ISI Denpasar, I Wayan Gulendra mengatakan rumah itu menjadi tempat Le Mayeur menghasilkan berbagai karya lukisan yang dapat dinikmati sampai sekarang. Di sana pula dia terpesona kepada seorang perempuan asal Kelandis, Denpasar, bernama Ni Pollok. Le Mayeur dan Ni Pollok menikah pada 1935. Ni Pollok yang juga seorang penari itu kerap menjadi model pada lukisan-lukisan Le Mayeur.
Menurut Gulendra, Le Mayeur suka berkunjung ke daerah-daerah eksotis, terutama yang beriklim tropis. Dia menyukai cahaya dan kehangatan sinar matahari yang tidak didapatkan di negeri asalnya. Ke mana pun dia berpetualang, pemandangan pantai dan laut selalu memikat perhatiannya.
Prosesi pembukaan seminar bertajuk 'Semara Turida, Kisah Cinta Ni Pollok Le Mayeur di Bali' di Museum Le Mayeur, Denpasar, Bali, pada Jumat, 6 November 2020.
"Ketika di Bali, Ni Pollok menjadi model tetap dan menjadikan lukisan-lukisan Le Mayeur cenderung post-impresionisme," kata Gulendra yang juga dosen Seni Rupa Murni ISI Denpasar. "Artinya, dia tetap menekankan pada cahaya, bayangan, warna-warna cerah, sekaligus menggabungkan impresionisme dengan aliran lain, terutama realisme untuk mencapai detail-detail lukisan dan romantisme."
Ketika mengisi seminar bertajuk 'Semara Turida, Kisah Cinta Ni Pollok Le Mayeur di Bali' pada Jumat, 6 November 2020, Gulendra mengatakan banyak koleksi lukisan Le Mayeur yang menarik untuk dipelajari. "Museum Le Mayeur ini bisa menjadi destinasi wisata edukasi pelajar dan generasi muda untuk pengembangan bakat seni," ucapnya.
Pada kesempatan itu, Gulendra mengusulkan nama museum Le Mayeur ditambahkan dengan nama "Ni Pollok". Jadi namanya Museum Ni Pollok-Le Mayeur karena sejatinya Ni Pollok juga punya banyak andil," katanya.
Kepala Seksi Koleksi dan Konservasi Unit Pelaksana Teknis Daerah Museum Bali, I Putu Sedana mengatakan koleksi lukisan Le Mayeur berjumlah 88 karya. Sebanyak 54 lukisan asli dipajang di museum, lukisan repro yang dipajang 29 karya, sedangkan lukisan asli yang tersimpan 34 karya. Ada pula lukisan repro yang tersimpan 59 karya, ditambah pula dengan peralatan rumah tangga, antara lain meja, kursi, lemari, dan tempat tidur.