TEMPO.CO, Jakarta - Penerbangan perintis masih menjadi tumpuan bagi masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan di Papua. Mereka yang terisolasi dari jalur darat hanya bisa mendapatkan pasokan kebutuhan sehari-hari lewat pesawat berbedan kecil yang melayani rute penerbangan perintis.
Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan, penerbangan perintis di pegunungan Papua pertama kali dibuka oleh misionaris pada masa pemerintahan Belanda, tahun 1950 hingga 1960-an. "Saat itu, lapangan terbang atau airstrip yang tersedia alakadarnya," katanya kepada Tempo, Senin 2 November 2020. Landasan pacu berupa lapangan rumput atau tanah yang diperkeras.
Jangan kaget pula dengan medannya. Menurut Hari Suroto, posisi lapangan terbang umumnya terletak di atas bukit dan diapit bukit lainnya. Sedangkan di ujung landasan, jurang besar menganga. Jika sampai 'kelewatan' bakal langsung tercebur ke sungai berbatu.
Hanya pesawat kecil yang mampu terbang dengan medan yang berat di pegunungan Papua sampai mendarat di landasan pacu yang pendek dan tidak mulus. Bagi pilot yang baru menerbangkan pesawat berbadan mungil ke Papua, pendaratan dan lepas landas pertama bakal terasa menegangkan. Musababnya, ketidakrataan landasan sekecil apapun dapat membahayakan keselamatan.
Tapi mau bagaimana lagi. Transportasi udara atau penerbangan perintis menjadi satu-satunya sarana transportasi yang efisien dan cepat. Pesawat kecil yang biasa menjelajah pegunungan Papua ini antara lain jenis Cessna Caravan, Twin Otter, dan pesawat Rusia Antonov.
Dari kota, pesawat-pesawat kecil itu mengangkut penumpang, barang, dokumen, dan bahan pangan ke tempat-tempat terpencil. Sebaliknya, jika berangkat dari pedalaman, pesawat tersebut akan mengangkut hasil pertanian lokal, seperti sayuran, aneka buah, dan umbi-umbian.
Pesawat jenis Cessna Caravan dan Twin Otter dapat beroperasi dengan kondisi landasan yang minimalis. Landasan pacu yang pendek dan tidak beraspal. Ban pesawat Cessna Caravan mampu mendarat di landasan berumput atau berkerikil serta jarak landasannya sejauh 600 meter.
Pesawat jenis Antonov termasuk yang 'bandel' dan dapat mengangkut penumpang maupun barang. Pesawat Rusia yang beroperasi di Papua, antara lain Antonov An-2GB, Antonov An-3 Turbine, Antonov An-12BP, dan Antonov An-62B.
Pesawat Rusia tersebut mampu mengangkut alat berat, bahan bangunan, seperti komponen jembatan dan jenis material proyek lainnya. Bahkan untuk pendistribusian beras kepada masyarakat di Papua, pesawat ini dapat membawa 1,8 ton beras atau bahan bakar minyak satu harga hingga pedalaman.
Pesawat Antonov An-12 BP didesain untuk mengangkut orang, barang, dan peralatan militer dengan jarak terbang 6.000 kilometer. Pesawat Antonov An-12 BP memiliki panjang 33 meter dengan rentang sayap 38 meter. Tinggi pesawat ini 10,53 meter. Pesawat ini bermesin turboprops dan empat baling-baling, sehingga mampu mengangkut 90 orang dan berkecepatan maksimum 777 kilometer per jam.
Suara mesin pesawat Antonov sangat khas. Lebih bising ketimbang pesawat angkut lainnya. Sebagian pesawat Rusia ini berizin khusus, yaitu memakai registrasi pesawat asal Rusia lengkap dengan awak pesawat dan mekaniknya. Pangkalan pesawat Antonov berada di Bandara Sentani, Bandara Wamena, Bandara Timika, dan Bandara Nabire.
Sementara itu, jenis helikopter Rusia yang digunakan di Papua yaitu helikopter MI 171 CT 330. Helikopter ini bermesin turboshaft dan mampu mengangkut 24 penumpang atau 4 ton kargo barang. Helikopter Rusia lainnya yaitu MI-26 dengan pangkalan di Bandara Timika. Kapasitas angkutnya sampai 20 ton.