TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta tak mau kecolongan dengan ledakan kasus baru Covid-19 menyusul pengumuman adanya cuti bersama dan libur panjang yang ditetapkan pemerintah pada 28 sampai 30 Oktober mendatang. Libur panjang bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 29 Oktober.
Pemerintah Kota Yogyakarta saat ini telah mengantisipasi berbagai potensi terjadinya ledakan kasus baru lagi karena bulan ini dilaporkan berbagai tren penularan yang sempat marak sepanjang Agustus-September lalu sudah mulai mereda. Mulai dari kasus penularan Soto Lamongan hingga penularan yang sempat mengakibatkan seorang pedagang kaki lima di Malioboro meninggal.
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan salah satu antisipasi yang disiapkan melakukan pengawasan ketat protokol kesehatan di kawasan wisata utama Jalan Malioboro. "Malioboro masih kami prioritaskan untuk penegakan dan pengawasan protokol kesehatannya,” ujarnya di sela meluncurkan gerakan Malioboro Ber-Face Shield di Yogyakarta, Ahad, 18 Oktober 2020.
Menurut Haryadi, pengawasan di Malioboro terutama pada kerumunan orang. Fokus yang dilakukan adalah bagaimana semaksimal mungkin dapat memecah potensi kerumunan wisatawan itu agar berkurang drastis.
“Kerumunan sulit dihindari di sebuah kawasan wisata, namun itu bisa diantisipasi melalui kebijakan dan pengawasan,” ujar Haryadi.
Salah satu cara memecah kerumunan di Malioboro adalah dengan menjaga arus pergerakan wisatawan di pedestrian Malioboro, baik sisi timur dan barat, dengan menempatkan petugas lebih banyak.
Pemerintah Kota Yogya telah mengatur jalur pedestrian sisi timur Malioboro hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki dengan arah dari sisi utara ke selatan. Sebaliknya, untuk pedestrian sisi barat hanya diperuntukkan bagi wisatawan yang berjalan dari selatan ke utara.
“Aturan jalur searah pedestrian Malioboro itu akan kami beri penanda lebih banyak agar diketahui wisatawan. Kami juga bekerjasama dengan pihak kepolisian untuk menjaga trafik di pedestrian itu,” kata Haryadi.
Menurut Haryadi, status Malioboro sebagai kawasan wajib masker juga belum dicabut sampai saat ini seiring pemberlakuan sanksi administratif bagi para pelanggar protokol kesehatan yang sudah ada regulasinya, baik di tingkat pemerintah DIY hingga kota. Sanksi sosial hingga denda masih diberlakukan bagi pelanggar protokol kesehatan.
Haryadi pun menambahkan bahwa saat ini yang paling dikhawatirkan ketika terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar adalah keberadaan orang tanpa gejala (OTG) Covid-19. Sebab, lebih dari 90 persen kasus yang muncul di Yogya berstatus OTG dan mereka umumnya isolasi mandiri alias tak dirawat di rumah sakit.
Dinas Pariwisata DI Yogyakarta mencatat saat akhir pekan, Jumat hingga Minggu, kunjungan wisata melonjak tajam, khususnya di kawasan Malioboro. Jumlah kunjungan itu jumlahnya antara 20-40 ribu wisatawan dalam sehari.
Dalam gerakan pembagian pelindung wajah atau face shield sebanyak total 7.500 buah kepada para pedagang dan wisatawan itu, Kepala Polresta Yogyakarta Komisaris Besar Purwadi Wahyu Anggoro mengatakan Malioboro memang jadi fokus pengamanan karena menjadi pusat perekonomian dan wisata terpadat. "Wisatawan luar kebiasaannya jika belum datang, belum foto, atau belum jajan di Malioboro merasa belum ke Yogya, jadi pengawasan protokol kesehatannya musti lebih ketat,” ujarnya.