TEMPO.CO, Yogyakarta - Pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat untuk kembali menggiatkan kawasan tanpa rokok. Pemerintah Kota Yogyakarta mengingatkan para pemilik kafe dan restoran di Kota Yogyakarta untuk menjalankan regulasi tentang Kawasan Tanpa Rokok atau KTR di tempat usaha mereka.
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah mulai diterapkan di Kota Yogyakarta sejak tahun 2018. Sosialisasinya juga terus digencarkan sebelum pandemi Covid-19 merebak tahun ini. Restoran dan kafe termasuk tempat umum yang diatur di dalam aturan tersebut karena dapat diakses masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani mengatakan pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi para pengusaha kafe dan restoran untuk memaksimalkan penerapan peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok. Musababnya, menurut dia, aktivitas merokok berhubungan erat dengan penyebaran Covid-19.
"Perokok memiliki resiko lebih tinggi terinfeksi Covid-19 karena merokok menekan fungsi sistem imunitas yang memicu peradangan saluran napas," ujar Emma Rahmi Aryani, Rabu 30 September 2020. Emma menjelskan, perokok berisiko tinggi terkena penyakit jantung dan infeksi saluran pernapasan, serta kapasitas paru-paru perokok berkurang sehingga meningkatkan risiko penyakit serius.
Sosialisasi peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok di Malioboro, Yogyakarta, pada awal 2020. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Merokok juga berpotensi menularkan virus dari tangan ke mulut karena jari menyentuh bibir dan sebaliknya. Emma melnjutkan, merokok juga meningkatkan reseptor sel virus, tek terkecuali Covid-19. Sebab itu, menurut dia, para pengusaha kafe dan restoran harus menerapkan peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok di masa pandemi Covid-19.
Peraturan daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok memuat kewajiban bagi pengelola atau pemilik usaha untuk mencegah orang merokok di wilayah usahanya. Caranya, memasang papan pengumuman kawasan tanpa rokok dengan memuat tanda larangan merokok, larangan mengiklankan produk rokok, dan larangan menjual produk rokok. Pemilik usaha kafe dan restoran juga diminta tidak menyediakan asbak, melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.
"Kami minta pemilik usaha kafe dan restoran juga memasang tanda, tulisan dan/atau gambar tentang bahaya rokok, serta melakukan pengawasan pada tempat dan lokasi yang menjadi tanggung jawabnya," kata Emma. Penting juga melaporkan hasil pengawasan kepada perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan setiap enam bulan.
Kepala Seksi Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Krismono Adjie mengatakan saat ini sudah ada mekanisme verifikasi kafe dan restoran terkait penerapan protokol kesehatan di tempat usaha. Pengusaha kafe dan restoran dapat mengakses laman resmi Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta untuk mendapatkan formulir dengan cara mengunduh, mengisi, kemudian mengirimkannya ke Dinas Pariwisata untuk mendapatkan verifikasi kelayakan usaha sesuai protokol kesehatan. "Pengusaha yang sudah mengajukan, nanti akan dibantu dalam mempromosikan usaha kepada wisatawan," ujarnya.
Manager Usaha Waroeng Steak, Agung Priyono menuturkan telah menerapkan peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok untuk karyawan dan para pengunjung. "Kami memisahkan pengunjung yang merokok dengan pengunjung yang tidak merokok," ujarnya.