TEMPO.CO, Jakarta - Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X (HB X), secara resmi membuka perhelatan agenda Festival Kebudayaan Yogyakarta atau FKY 2020, pada Senin 21 September 2020.
Festival yang mengusung tajuk Mulanira 2 itu, dibuka dengan pameran seni rupa dari 33 seniman di Kompleks Museum Sonobudoyo Yogyakarta, yang akan berlangsung hingga 26 September 2020.
"Seni-kreatif tidak akan ada matinya, kendati pada masa Covid-19 sekarang ini. Padahal, datangnya pageblug (wabah) sudah meniadakan ruang ekspresi-seni, karena hilangnya event yang mewadahi kreativitas pelaku-seni secara langsung," ujar Sultan di sela pembukaan perhelatan itu.
Namun, Sultan memuji para seniman yang tak henti berkolaborasi. Mereka mencari resolusi berkarya melalui ruang online, "Dari tantangan pandemi ini, justru muncul crazy ideas (ide-ide brilian) yang membentuk ekosistem seni-kreatif dengan cara dan bentuk baru pula," ujarnya. Sultan pun mencontohkan tatap-muka yang terbatas, disiasati lewat media online yang tak terbatas pengikutnya.
Sultan dalam kesempatan itu juga mengulas selintas sejarah
FKY, yang sebelumnya merupakan kepanjangan Festival Kesenian Yogyakarta. Baru mulai tahun 2019 kosakata kesenian itu diperluas menjadi kebudayaan.
Menurut Sultan, perubahan kosakata kesenian menjadi kebudayaan dalam FKY, sejatinya juga menjiwai kesinambungan gagasan FKY. Diawali sejak tahun 1988 atau pada masa Sri Paduka Paku Alam VIII.
"Artinya, kegiatan FKY tidak ada matinya selama 32 tahun ini, karena dihidupi oleh kecintaan pada seni sebagai profesi dan panggilan jiwa. FKY juga menunjukkan puncak-puncak pencapaian perjalanan seni di Yogyakarta," ujarnya.
FKY, ujar Sultan, telah menjadi wadah bersama berbagai geliat seni di Yogyakarta. Mulai seni sastra, seni rupa, seni pertunjukan, atau pun bentuk-bentuk seni yang lain. Sultan pun mengapresiasi munculnya sentuhan kreativitas dan inovasi yang sangat terasa pada FKY-2020 ini.
Misalnya dengan adanya Sayembara Ketoprak Tobong “Kelana Bhakti Budaya” dengan lakon “Sumilaking Pêdhut”. Penonton ibarat dipaksa untuk membuka misteri cerita fiksi detektif Sherlock Holmes dan dokter Watson mengungkap “Penelusuran Benang Merah”.
Selain ingin mendapatkan hadiahnya, panitia lewat sayembara itu telah mengetuk hati penonton, bahwa Ketoprak Tobong memang layak dihidupkan kembali.
Selain itu, ujar Sultan, beragamnya agenda seperti Tari Kreasi Mulanira, Dagelan Bahasa Jawa, Mulanira Photo Challenge, Cerpen Mulanira dan Hand Lettering Aksara Jawa dalam FKY 2020 ini juga akan mengundang partisipasi dan membangkitkan minat, serta menginspirasi karya kreatif anak muda untuk pengembangan seni tradisi.
Sultan menuturkan tiga keunikan dan keunggulan FKY 2020 ini yang menurutnya layak diapresiasi. Pertama, ragam kegiatannya membangkitkan kembali seni tradisi yang dikhawatirkan terancam punah ditelan zaman milenial.
Kedua, khususnya untuk ketoprak, ia menilai berpotensi melahirkan banyak model figur Tjokrodjiyo atau Kadariyah muda, yang tak kalah pamornya dengan yang tua-tua. Ketiga, tetap munculnya kekuatan khas Yogya untuk selalu berupaya memudakan diri. Baik lewat regenerasi biologis senimannya, maupun rejuvenisasi karya-karya kreatifnya.
Sultan HB X menyebut para seniman lebih kreatif saat pandemi, untuk menciptakan ruang berkesenian. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Pameran seni rupa pembuka FKY 2020 ini menghadirkan 33 seniman dengan ragam sebaran medium mulai dari lukisan, patung, instalasi, fotografi, audio visual, dan performance. Pameran itu ditampilkan dengan format kunjungan langsung dan kunjungan virtual melalui website www.fkymulanira.com.
PRIBADI WICAKSONO