TEMPO.CO, Jakarta - Sepasang suami istri asal Spanyol dan Indonesia melakukan misi seni budaya dan alam, serta penelusuran jalur rempah dengan kapal layar Arka Kinari. Pasangan itu adalah Grey Filastine warga Spanyol dan Nova Ruth, warga Indonesia asal Malang, Jawa Timur keturunan Bugis, Sulawesi Selatan.
Bersama kapten Ben Blankenship, mereka bertolak dari Rotterdam, Belanda pada 23 Agustus 2019 dan tiba di Banda Neira, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, pada 19 September 2020. Semula kapal layar Arka Kinari belum bisa merapat ke Teluk Banda Naira karena pandemi Covid-19.
Kapten Ben Blankenship akhirnya melakukan lego jangkar di kawasan Lava Flow, Pulau Gunung Api Kepulauan Banda. Seluruh awak kapal berjumlah delapan orang dari berbagai negara kemudian menjalani rapid tes. Hasil tes menunjukkan non-reaktif, barulah mereka boleh turun dan menjejakkan kaki di Banda Naira.
Masyarakat Banda Naira menyambut kedatangan awak kapal layar Arka Kinari secara adat. Ada kora-kora adat dan cakalele Kampung Fiat, Negeri Kampung Baru dari pintu masuk Teluk Banda Naira. Grey Filastine dan Nova Ruth menaiki kora-kora adat dan berdayung bersama masyarakat hingga ke darat.
Masyarakat Banda Naira menyambut kedatangan awak kapal layar Arka Kinari secara adat. Foto: Istimewa
"Saya tidak bisa berkata-kata atas penyambutan warga Banda kepada kami, indah sekali," kata Nova Ruth dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Minggu 20 September 2020. "Kami merasa sangat dihargai. Ini sebuah pengalaman berharga, entah kapan bisa terulang lagi. Terima kasih telah menyiapkan sebuah penyambutan yang begitu indah."
Grey Filastine dan Nova Ruth adalah musikus yang berkeliling dunia dengan kapal layar Arka Kinari untuk menghadirkan pentas seni dan budaya. Pelayaran Arka Kinari ini adalah sebuah misi budaya dan program penelusuran jalur rempah yang didukung Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Di setiap pulau yang disinggahi, Grey Filastine dan Nova Ruth bersama awak Arka Kinari melakukan pementasan seni dan budaya, bersosialisasi dengan penduduk lokal, menyampaikan pesan untuk menjaga bumi dan laut, serta tidak membuang sampah ke laut. "Misi pelayaran dari Belanda adalah berbagi ilmu seni dan budaya, serta menjaga alam," kata Nova.
Delapan awak Kapal Layar Arka Kinari saat tiba di Teluk Banda Neira, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, pada 19 September 2020. Foto: Istimewa
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan perjalanan kapal layar Arka Kinari untuk misi budaya dan menelusuri jalur rempah dari Eropa hingga Indonesia. Program jalur rempah ini, menurut dia, adalah sebuah program rekonstruksi budaya yang membentuk budaya bahari di Nusantara, menuju pengakuan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
"Program Jalur Rempah mengangkat 'Outstanding Universal Value' dan 'Diplomasi Budaya' di mana rekonstruksi hubungan antar-budaya, masyarakat dan peradabannya akan memperlihatkan ketersambungan satu dengan lainnya," kata Hilmar Farid. "Salah satu kegiatan dalam rekonstruksi ini adalah napak tilas dengan melakukan pelayaran membawa misi budaya."
Hilmar Farid berharap program ini menjadi dokumentasi untuk pembelajaran kegiatan pelayaran budaya yang lebih besar di titik dan simpul jalur rempah dalam dan luar negeri yang rencananya dimulai 2021. Dia mengakui pandemi Covid-19 menjadi hambatan besar pelaksanaan kegiatan program jalur rempah. Meski begitu, pandemi Covid-19 tak sampai membuat program ini berhenti asalkan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan ketentuan dari pemerintah pusat dan daerah.