TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta telah mengeluarkan Peraturan Wali Kota atau Perwal nomor 51 tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease-19 Pada Masa Tatanan Normal Baru.
Aturan tersebut juga mengatur opsi pengenaan denda sebesar Rp100.000 bagi warga yang membandel, tidak mengenakan masker di area publik Yogyakarta, "Denda sebagai opsi terakhir yang kami terapkan sebagai sanksi jika teguran lisan tak dipatuhi," ujar Wakil Wali Kota Yogyakarta, sekaligus Ketua Harian Gugus Tugas Covid-19 Yogyakarta, Heroe Poerwadi, pada Senin 6 Juli 2020.
Pemerintah Kota Yogyakarta gerah karena pada masa transisi -- saat wabah belum reda -- masih ada warga tak mau mengenakan masker.
Pantauan TEMPO, warga di kawasan Malioboro hingga Titik Nol Kilometer sebagian memang tak menggubris soal protokol kesehatan itu. Di satu sisi, Gugus Tugas Covid Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sepanjang pekan pertama Juli, terus mencatat kasus positif baru.
Pada Senin 6 Juli 2020 ini misalnya, ada tambahan delapan kasus positif hingga akumulasi total positif DIY di angka 339 kasus.
Heroe mengatakan sanksi tidak hanya diberlakukan untuk perorangan saja, tetapi juga diberlakukan untuk para pelaku usaha. Berbeda dengan perorangan yang didenda, sanksi untuk pengusaha berupa pencabutan izin usaha.
Ia mencontohkan jika di pasar terjadi penularan satu saja, maka langsung dilakukan penutupan sementara seluruh pasar itu, "Nanti kewenangan pemberian sanksi berada di Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja), apakah cukup teguran atau denda," katanya.
Kepala Sat Pol PP Kota Yogyakarta, Agus Winarto mengatakan akan mengedepankan persuasif dalam masa transisi normal baru ini, "Dalam peraturan wali kota itu memang ada sejumlah sanksi untuk menegakkan protokol kesehatan, namun kami menekankan upaya persuasif lebih dulu," ujarnya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X menuturkan dalam Undang-Undang Kebencanaan tidak ada ketentuan mengatur adanya sanksi denda itu. Menurutnya yang mengatur soal ketentuan itu UU Karantina.
"Kami tidak menggunakan UU Karantina, kami akan pelajari dulu apakah memungkinkan memberikan sanksi kepada mereka yang tidak taat," ujar Sultan.
Aktivis Forum Pemantau Independen (FORPI) Kota Yogyakarta Baharuddin Kamba justru mendorong Perwal tersebut bisa menjadi Peraturan Daerah (Perda). Sehingga aturan itu bisa benar-benar sah memuat sanksi bagi pelanggar protokol Covid-19.
Petugas Biddokkes Polda DIY mengambil sampel darah sejumlah santri saat tes diagnostik cepat (rapid test) COVID-19 di Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu, 4 Juli 2020. Rapid test dilakukan sebagai upaya meminimalkan penularan COVID-19 dilingkungan pesantren. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah
"Secara substansi Perwal 51 Tahun 2020 itu sudah komprehensif, sebab memuat sanksi bagi individu atau pelaku usaha yang melanggar secara tegas, tidak angin-anginan seperti sekarang," ujarnya.
Kamba menilai Yogyakarta sebagai kota wisata, memunginkan berbagai orang berdatangan tanpa diketahui dan tak mudah dikendalikan. Sehingga dalam masa pandemi ini, menurutnya perlu aturan dan pedoman tegas untuk mencegah penularan gelombang kedua.
PRIBADI WICAKSONO