TEMPO.CO, Jakarta - Saat destinasi wisata dibuka secara bertahap di berbagai pelosok Eropa. Namun klub malam menjadi objek wisata yang paling lambat dibuka. Alasannya sederhana: orang yang mabuk sulit menjaga jarak sosial.
Hal tersebut dinyatakan kepolisian Inggris, setelah beberapa klub malam mulai dibuka. Kepada Al Jazeera, Kepolisian Inggris mengatakan pada hari Minggu, 5 Juli 2020, para pengunjung yang memadati distrik Soho London, memadati pub-pub malam. Dan mereka secara jelas tak dapat menjaga jarak satu sama lain.
Sejak awal Juli, Inggris mengizikan hotel-hotel beroperasi, demikian halnya dengan pub dan restoran serta layanan babershop. Pada Sabtu, 4 Juli 2020, sebagian warga London berkumpul di klub-klub malam. Mereka masih tampak mematuhi aturan pencegahan Covid-19. Namun, di berbagai tempat, kerumunan besar terjadi.
Akibat kerumunan yang bersar di klub-klub malam, Perdana Menteri Boris Johnson menghadapi pertanyaan: mengapa ia membuka bar dan sejenisnya pada Sabtu, bukan pada Senin yang relatif lebih sepi.
Menurut Johnson, dibuka Sabtu atau Senin, tak akan banyak perbedaan. Begitu pendapatnya, sebagaimana dinukil dari Al Jazeera. Namun di lapangan, Kepolisan Federal Inggris harus berhadapan dengan pria telanjang, peminum yang mabuk, pemabuk yang pemarah, perkelahian, dan pemabuk brutal.
"Yang jelas sekali adalah bahwa orang mabuk tidak akan menjauhkan secara sosial," kata Kepala Kepolisan Federal Inggris John Apter kepada radio London.
Dia mengatakan departemen kepolisiannya sendiri di kota Southampton selatan "berhasil mengatasinya". "Saya tahu daerah lain memiliki masalah dengan petugas yang diserang," kata Apter.
Seorang wanita tertidur dijalanan usai pulang berpesta di pub dan klub malam di Newcastle, Inggris. Banyak wanita yang berpakaian tipis dengan hak tinggi pingsan di jalanan akibat mabuk. dailymail.co.uk
Pemindaian laporan polisi dari Sabtu malam menunjukkan tingkat kejahatan di seluruh Inggris. Petugas di wilayah Devon dan Cornwall barat daya telah mencatat hampir 1.000 laporan gangguan terkait minuman dan perilaku anti-sosial pada Sabtu malam.
Ada juga laporan pesta ilegal di London dan timur laut yang mengakibatkan penangkapan massal serta kekacauan di Midlands utara.
Pub di Wales dan Skotlandia sebagian akan dibuka kembali pada pertengahan Juli, sementara yang di Irlandia pada hari Jumat, 10 Juli 2020.
Terlalu Cepat?
Beberapa orang khawatir pemerintah Inggris terlalu tergesa-gesa, bahkan gegabah, dalam memberikan sanksi atas perubahan tersebut. Jumlah korban virus yang dikonfirmasi di Inggris adalah 44.198 adalah yang tertinggi ketiga di dunia, di belakang Amerika Serikat dan Brasil.
Pembukaan kembali bar dan restoran di AS dan di tempat lain telah dipersalahkan karena lonjakan infeksi baru.
David King, mantan kepala penasihat ilmiah untuk pemerintah Inggris, mengkritik pelonggaran lockdown terbaru. Dia mengatakan sepertinya strategi tersebut untuk "mempertahankan" tingkat infeksi, sekitar 3.000 kasus baru per hari di seluruh Inggris, agar ekonomi terus berputar.
"Kita perlu melihat rute tercepat dari penghentian penyebaran Covid-19, dan itu bukan rute saat ini, dan itu berarti pemulihan ekonomi yang lebih baik juga," katanya kepada Sky News.
Inggris, Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara memiliki kebijakan yang berbeda dalam membuka lockdown. Inggris, dengan populasi sekitar 56 juta, mencabut lockdown lebih cepat dan luas. Ada anggapan Perdana Menteri Boris Johnson dipengaruhi oleh keinginan untuk meringankan beban ekomi Inggris.
Seorang wanita tertidur dipangkuan teman prianya setelah pulang dari klub malam di Newcastle, Inggris. dailymail.co.uk
Namun tuduhan itu dibantah oleh pemerintah. Sekretaris Kesehatan Matt Hancock membela keputusan pemerintah, yang dianggap mengecilkan masalah keamanan, "Dari apa yang saya lihat, meskipun ada beberapa pemandanga yang bertentangan, namun sebagian besar orang telah bertindak secara bertanggung jawab," kata Hancock kepada Sky News.
Artinya, sebagian besar warga mematuhi protokol kesehatan, meskipun ada beberapa pelanggaran. Namun secara keseluruhan, keputusan pemerintah Inggris dianggap Hancock berada pada jalur yang benar.