TEMPO.CO, Jakarta - Tunisia berharap besar terhadap pariwisata. Negeri itu mengandalkan pariwisata sebagai sumber devisa. Jadi, saat pemerintah mengumumkan Tunisia dibuka untuk wisatawan Uni Eropa, kalangan hotel, restoran, dan pengelola destinasi menyambut gembira.
Dinukil dari Al Jazeera, di jantung bersejarah ibukota Tunisia, Tunis, pengrajin tembaga Mohamed Chawchi sedang menerapkan keahliannya. Ia memalu piring yang rencananya akan dijual. Ia berharap pandemi virus corona yang terburuk sudah berakhir.
"Wabah coronavirus adalah periode yang sangat, sangat sulit," kata Chawchi kepada Al Jazeera. "Bahkan setelah kuncian kami dibuka kembali, masih sangat sulit karena wisatawan belum ada yang datang."
Toko Chawchi berada di Medina Tua atau Kota Tua Tunis, situs warisan dunia UNESCO yang memanjakan pengunjung dengan beragam sampel kerajinan tangan dan masakan lokal. Medina Tua biasanya dipenuhi turis.
Baca: Tunisia, Roma Baru dari Afrika Utara
Lima tahun lalu, orang-orang bersenjata membunuh 38 turis Eropa di sebuah resor pantai dekat kota Sousse - sebuah serangan yang mempengaruhi sektor pariwisata secara signifikan. Tapi kini tantangannya lain, bukan terorisme namun wabah penyakit global.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins, Tunisia memiliki 1.164 kasus virus corona, termasuk 50 kematian.
Dengan jumlah kasus virus corona baru yang dikonfirmasi menurun setiap hari, pejabat pemerintah menetapkan 27 Juni sebagai tanggal untuk membuka kembali perbatasan udara, darat dan laut negara itu.
Pemilik agen perjalanan Ali Hanfi senang dengan keputusan itu, tetapi mengatakan Tunisia akan menghadapi waktu yang lebih sulit untuk pulih dari efek Covid-19 daripada yang terjadi setelah aksi terorisme.
"Terorisme menghantam hampir semua tempat di dunia dan kami selamat dan kami tahu bagaimana cara mengatasinya," kata Hanfi. "Tetapi untuk virus corona, ini mempengaruhi seluruh dunia dan, sejauh ini, kami belum tahu bagaimana menghadapinya."
Sektor perhotelan dan restoran Tunisia sedang mencoba yang terbaik, saat perbatasan dibuka. Restoran El-Ali di Tunis, menerapkan langkah-langkah baru menjaga kebersihan dan sosial. Mereka menempat hand sanitiser pada pintu masuk dan staf wajib memakai masker.
Jihan Bouhadra, pemilik dan manajer restoran, mengatakan segalanya sangat berbeda, "Kami mencoba memahami perilaku pelanggan," kata Bouhadra. "Beberapa dari mereka masih takut. Beberapa dari mereka berpikir virus corona akan kembali."
Di kota Sidi Bou Said - sekitar 20 km dari Tunis dengan pemandangan spektakuler dari Mediterania - hotel butik seperti Villa Bleue telah bersiap menerima tamu.
Museum Guellala dibangun dengan gaya arsitektur kuno Tunisia, yang memadukan suasana Roma dan Arab. Foto: @tourism.in.tunisia
"Kami menggunakan jasa pembersih profesional untuk membersihkan semua perabotan secara mendalam," kata manajer hotel Mahdi Bouassida. "Semua tirai, tempat tidur, dan lantai. Semuanya telah dilakukan secara profesional dan kami mematuhi aturan yang ditetapkan oleh pemerintah."
Ia hanya menunggu tamu tiba, yang belum juga mendarat di Tunisia saat bandara dan pelabuhan telah dibuka.