Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tak Banyak Turis Tahu, Ini Spot Raja Ampat yang Memukau Dunia

image-gnews
Pulau Rufas di Raja Ampat, Papua. TEMPO/Nur Alfiyah
Pulau Rufas di Raja Ampat, Papua. TEMPO/Nur Alfiyah
Iklan

TEMPO.CO, JakartaRaja Ampat, kabupaten kepulauan itu, bukan hanya memukau wisatawan dunia pada abad 21. Ketika Instagram, Facebook, dan Youtube memompa popularitas wisata baharinya, Raja Ampat diam-diam mencuri perhatian para peminat wisata sejarah.

Sepotong surga itu, menjadi salah satu bagian pembentuk peradaban, yang membentang dari Papua hingga Australia dan Selandia Baru, “Raja Ampat merupakan titik awal yang diklaim Belanda sebagai teritorialnya, sebelum diklaim bangsa Eropa lainnya,” ulas arkeolog Hari Suroto dalam emailnya.

Menurutnya, kebanyakan artikel-artikel ilmiah menuliskan bahwa kata ‘Papua’ berasal dari bahasa Melayu Lama sebagai ‘papuwah’ artinya ‘rambut keriting’. Bahkan, dalam arsip Portugis dan Spanyol kata ‘Papua’ merupakan sebutan untuk penduduk yang mendiami wilayah Kepulauan Raja Ampat dan bagian pesisir Kepala Burung.

Baca: Menelisik Pengaruh Kesultan Ternate-Tidore di Raja Ampat

Papua, menurut Hari berakar pada istilah ‘sup-i-papwah’ dalam bahasa Biak yang berarti ‘tanah di bawah matahari terbenam’. Pada waktu itu, penduduk Pulau Biak saat cuaca cerah dapat melihat sebuah pulau besar yang terletak di sebelah barat: “Pulau di bawah matahari terbenam.”

Pulau besar berjuluk Nugini atau New Guinea di Samudera Pasifik ini, membentang antara Papua dan Papua Nugini. Bagian barat New Guinea termasuk dalam wilayah Indonesia, Provinsi Papua saat ini. Sedang bagian timur adalah wilayah Papua Nugini. Lalu bagaimana keduanya kemudian berpisah?

Seorang wisatawan memotret lukisan purba, di tebing kars Sunmalelen, Distrik Misool Timur, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, 25 April 2015. lukisan bergambar telapak tangan dan sejumlah biota laut, tersebut diperkirakan digambar menggunakan ochre (pigmen dari tanah liat) dan telah berusia ribuan tahun. TEMPO/Hariandi Hafid

Nama New Guinea diberikan oleh pelaut Spanyol bernama Ynigo Ortiz de Retes pada 1545. Dia memberikan nama wilayah itu New Guinea. Pasalnya, ia melihat orang-orang di sana mirip dengan orang Afrika di pantai Guinea.

Lalu 300 tahun kemudian, pada 1884, pemerintah kolonial Inggris di Port Moresby, memproklamasikan bahwa wilayah bagian tenggara Nugini menjadi wilayah kekuasaanya. Tahun yang sama pula, bendera Jerman dikibarkan di timur laut Nugini. Inggris dan Jerman berada di Papua Nugini, segera menyadarkan Belanda sebagai penguasa Hindia Belanda.

Belanda bergegas mengklaim wilayah mulai Raja Ampat hingga 141 derajat di bagian timur (garis yang membentang antara timur Kota Jayapura hingga ke Merauke) menjadi wilayah kekuasaannya.

Garis batas antara Papua dengan Papua Nugini disahkan pada 16 Mei 1895 di s’Gravenhage Belanda. Perbatasan yang memisahkan daerah Papua dengan Papua Nugini, dinyatakan dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1895, No. 220 dan 221.

Klaim Belanda ini akhirnya diakui oleh Inggris pada 1895, diikuti oleh pengakuan Jerman pada tahun 1910. Garis batas internasional ini masih berlaku hingga saat ini, yang memisahkan negara Papua Nugini dan Provinsi Papua, Indonesia.

Mereka yang Mula-Mula Membangun Peradaban Papua

Dinukil dari buku Prasejarah Papua, yang ditulis Hari Suroto, manusia purba berdatangan ke Nugini, pada era Pleistosen, kira-kira 28.000 tahun-18.000 tahun lalu. Kala itu Nugini masih menyatu dengan Australia, yang disebut Sahulland atau Paparan Sahul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lukisan bergambar telapak tangan dan sejumlah biota laut, diperkirakan digambar menggunakan ochre (pigmen dari tanah liat) dan telah berusia ribuan tahun. Raja Ampat, Papua Barat, 25 April 2015. TEMPO/Hariandi Hafid

Itulah yang menyebabkan temuan-temuan fosil di tiga negara itu memiliki kemiripan, bahkan flora dan faunanya memiliki kemiripan. Para pelaut purba yang berkeliling dari Afrika hingga Eropa, lalu ke Asia Tenggara itu, akhirnya diduga mendarat pertama kali di Raja Ampat.  

Dugaan itu muncul setelah para ahli arkeologi membuat pemodelan komputer yang memungkinkan beberapa peneliti untuk berhipotesis bahwa Kepulauan Raja Ampat mewakili lokasi pendaratan yang paling mungkin, bagi para pelaut Zaman Batu ketika mereka tiba di Paparan Sahul untuk pertama kalinya.

Hal itu diutarakan oleh Dylan Gaffney mahasiswa arkeologi University of Cambridge, Inggris, yang meneliti kehidupan prasejarah di Raja Ampat, “Simulasi komputer lain menunjukkan bahwa  kolonisasi ini disengaja dan melibatkan ratusan orang yang merencanakan perjalanan mereka, dan dengan sengaja mengarahkan perahu atau rakit kecil dari pulau-pulau Asia Tenggara untuk mencapai Paparan Sahul,” ulas Gaffney dalam tulisannya.

Menurutnya bila saat ini, ada delapan bahasa di Raja Ampat, yang digunakan oleh sekitar 50.000 warga, semuanya merupakan rumpun bahasa Austronesia. Mereka saat berdatangan diduga pula membawa tradisi tradisi pembuatan gerabah dan bahasa Austronesia yang secara eksklusif digunakan di pulau-pulau saat ini.

Dan Keturunan pemukim ini kemudian  pergi ke pulau-pulau di Samudra Pasifik yang terpencil untuk pertama kalinya setelah 3.000 tahun yang lalu. Mereka menyebar dengan melayari Samudera Pasifik hingga Rapa Nui (Pulau Paskah), Hawai'i, dan Aotearoa – yang sekarang disebut sebagai Selandia Baru.

Gaffney membuat penilitian arkeologi di Raja Ampat, dan melakukan penggalian di Waigeo dan Gam, pulau terbesar di Kepulauan Raja Ampat. Pada tahun 2018 dan 2019, dengan bantuan pemandu lokal, nelayan, dan pemburu, para arkeolog dapat menemukan dan mencatat lebih dari 150 situs arkeologi yang sebelumnya tidak dikenal.

Temuan ini termasuk lukisan batu, desa-desa bersejarah dari masa kolonial Belanda, gua dan tempat pemakaman, peninggalan Perang Dunia II,  persebaran gerabah  kuno dan alat-alat batu, tempat-tempat yang berkaitan dengan tradisi lisan lokal dan mitos, situs gua dan ceruk besar, dan sampah kerang yang dapat menunjukkan lokasi desa-desa awal.

Ketika tim bersiap-siap untuk penggalian, fokus mereka beralih ke gua-gua batu kapur yang sangat besar yang terletak di dalam hutan hujan, sering kali di atas permukaan tebing setinggi 30 meter, dan sekarang menjadi rumah bagi koloni ratusan kelelawar atau kalong.

Dylan Gaffney mahasiswa arkeologi University of Cambridge, Inggris, yang meneliti kehidupan prasejarah di Raja Ampat. Dok. Dylan Gaffney/Hari Suroto

Situs-situs ini dianggap mengandung jejak pemukiman paling awal di kepulauan itu, ketika  para pemburu-peramu menggunakannya sebagai tempat perlindungan sementara. "Keindahan" yang tersembunyi ini, membuat para arkeolog bekerja bersama anggota masyarakat setempat untuk menggali tiga gua di sekitar Waigeo dan Kepulauan Gam.

Catatan redasi: tulisan ini diramu dari email arkeolog Hari Suroto dan Dylan Gaffney.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


TNI Pastikan Jatuhkan Sanksi terhadap 13 Prajurit yang Siksa Warga Papua

1 jam lalu

Kapuspen TNI Mayjend Nugraha Gumilar (kedua dari kiri), Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjend Izak Pangemanan (ketiga dari kiri), Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi (paling kanan) dalam konferensi pers video viral penganiayaan warga Papua oleh anggota TNI di Subden Mabes TNI, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso
TNI Pastikan Jatuhkan Sanksi terhadap 13 Prajurit yang Siksa Warga Papua

Sebanyak 13 prajurit TNI tersangka penganiayaan warga di Papua akan mendapat hukuman yang berbeda, sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.


Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

4 jam lalu

Kapuspen TNI Mayjend Nugraha Gumilar (kedua dari kiri), Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjend Izak Pangemanan (ketiga dari kiri), Kadispenad Brigjen Kristomei Sianturi (paling kanan) dalam konferensi pers video viral penganiayaan warga Papua oleh anggota TNI di Subden Mabes TNI, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso
Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.


Komite HAM PBB Soroti Isu Pembunuhan di Luar Hukum di Papua

6 jam lalu

Mahasiswa papua memegang poster bergambar penyiksaan oleh oknum TNI terhadap warga Papua mengikuti Aksi Kamisan 811 di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024. Dalam aksinya mahasiswa Papua mengecam penyiksaan yang dilakukan TNI kepada warga Papua yang belakangan menajdi sorotan publik karena videonya tersebar di media sosial. Mereka menuntut pelaku dipecat dan dihukum sesuai perbuatannya. TEMPO/Subekti.
Komite HAM PBB Soroti Isu Pembunuhan di Luar Hukum di Papua

Komite HAM PBB membacakan temuan pelanggaran HAM di Indonesia, salah satunya isu extrajudicial killing terhadap orang Papua.


Yayasan Pusaka: Deforestasi di Papua Periode Januari-Februari 2024 Seluas 765,71 Ha

23 jam lalu

Peta Distrik Sarmi, Papua. google.com
Yayasan Pusaka: Deforestasi di Papua Periode Januari-Februari 2024 Seluas 765,71 Ha

Yayasan Pusaka mengidentifikasi deforestasi di Papua Januari-Februari 2024 seluas 765,71 Ha meski Indonesia mendapatkan dana dari komunitas global.


Perludem Sebut Sistem Noken dalam Pemilu Perlu Diubah, Ini Alasannya

1 hari lalu

Warga pegunungan memberikan hak pilihnya pada Pemilu serentak 2024 Sistem Noken di Kampung Algoni, Distrik Piramid, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, Rabu, 14 Februari 2024. Sebanyak 1.306.414 orang masuk dalam daftar pemilih tetap di Provinsi Papua Pegunungan yang akan menggunakan hak pilih untuk memilih presiden dan wakil presiden, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota dan DPD. ANTARA / Gusti Tanati
Perludem Sebut Sistem Noken dalam Pemilu Perlu Diubah, Ini Alasannya

Perludem mencatat, dari 277 sengketa Pemilu 2024 yang masuk ke MK, hampir 10 persen terjadi di Papua Tengah.


Ke Jokowi, Bos Freeport Janjikan Smelter Gresik Beroperasi pada Juni 2024

1 hari lalu

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas dan Chairman & CEO Freeport McMoran Richard C Adkerson ditemui di Kompleks Kepresidenan Jakarta pada Kamis, 28 Maret 2024. TEMPO/Daniel A. Fajri
Ke Jokowi, Bos Freeport Janjikan Smelter Gresik Beroperasi pada Juni 2024

PT Freeport Indonesia menjanjikan fasilitas pengolahan dan pemurniannya dapat berproduksi penuh pada tahun ini.


Rumah Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar Dimasuki Biawak, Seliar Apakah Hewan Ini?

1 hari lalu

Seekor biawak di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat, 26 Juni 2014. Pada sore hari, biawak-biawak berenang di tepi pantai untuk memangsa ikan. TEMPO/Aditya Herlambang
Rumah Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar Dimasuki Biawak, Seliar Apakah Hewan Ini?

Rumah artis Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar dimasuki biawak belum lama ini. Hewan apakah ini? Ada sekitar 80 jenis biawak di seluruh dunia,


Kronologi Kematian 1 Anggota TPNPB-OPM, Ini Penjelasan Polda Papua

2 hari lalu

Kabid Humas Polda Papua, Kombes. Pol. Ignatius Benny Ady Prabowo. Dok Polda Papua
Kronologi Kematian 1 Anggota TPNPB-OPM, Ini Penjelasan Polda Papua

WM telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atas kasus penyerangan OPM terhadap pekerja proyek pembangunan Puskesmas Omukia pada Oktober 2023.


KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

3 hari lalu

Kepala Divisi Bidang Korupsi dan Politik ICW Ego Primayoga (kanan) dan Peneliti KontraS Rozy Brilian (kiri) memberikan keterangan pada media usai mengantar surat permohonan keterbukaan informasi publik tentang Pemilu 2024 di KPU RI, Jakarta, Kamis, 22 Februari 2024. Dua organisasi itu mencatat sejumlah masalah pemilu seperti pelaporan dana kampanye partai politik maupun calon presiden tidak dapat diakses oleh masyarakat umum. TEMPO/ Febri Angga Palguna
KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

KontraS mengatakan perlu dilakukan evaluasi total seluruh langkah dan pendekatan keamanan yang selama ini berlangsung di Papua.


Komnas HAM Papua Sebut Korban Penganiayaan yang Diduga Dilakukan Prajurit TNI Meninggal

3 hari lalu

Ilustrasi TNI. dok.TEMPO
Komnas HAM Papua Sebut Korban Penganiayaan yang Diduga Dilakukan Prajurit TNI Meninggal

Komnas HAM Papua menyebut korban kekerasan yang diduga dilakukan anggota TNI dari Yonif Raider 300/Brajawijaya telah meninggal dunia di Ilaga,