TEMPO.CO, Jakarta - Danau Sentani salah satu ikon pariwisata Papua. Berada di bawah lereng Pegunungan Cagar Alam Cyclops, membuat Danau Sentani memiliki panorama yang elok. Danau seluas 9.360 hektar itu, membentang antara Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura.
Di danau ini juga terdapat 21 buah pulau kecil, yang membuat lanskap danau itu kian indah. Saban tahun, warga menggelar Festival Danau Sentani (FDS) untuk menarik wisatawan. Festival Danau Sentani biasanya diadakan pada pertengahan bulan Juni setiap tahun.
Festival ini diisi dengan tarian-tarian adat di atas perahu, tarian perang khas Papua, upacara adat seperti penobatan Ondoafi, dan sajian berbagai kuliner khas Papua.
Selain, wisata budaya, Danau Sentani juga berpotensi dikembangkan menjadi destinasi wisata sejarah. Menurut Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, sisi barat Danau Sentani terdapat situs-situs prasejarah yang menunjukkan terdapat perkampungan nelayan.
Secara administratif, kawasan Danau Sentani bagian barat merupakan wilayah Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, “Situs-situs arkeologi ini berupa situs terbuka di tepi Danau Sentani. Kampung-kampung yang terdapat situs arkeologi yakni Doyo Lama, Kwadeware, dan Dondai,” ulas Hari Suroto dalam keterangan rilisnya.
Baca juga:
Berikut berbagai situs purbakala di sisi barat Danau Sentani, sebagaimana direkomendasikan Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, melalui rilisnya.
Sejumlah peserta Festival Danau Sentani, menari dan bernyanyi di atas sebuah perahu di Pantai Khalkote, Kabupaten Jayapura, Papua (19/6). Festival ini mengambarkan budaya keseimbangan antara kehidupan di atas permukaan air Danau Sentani dan daratan tanah datar diantara perbukitan seberang Danau Sentani. Tempo/Cunding Levi
Situs Megalitik Tutari
Situs Megalitik Tutari berada di Bukit Tutari, Kampung Doyo Lama. Survei permukaan tanah pada Sektor 4 Situs Megalitik Tutari, terdapat pecahan-pecahan gerabah. Gerabah yang ditemukan
berupa bongkahan batu berlukis, “Diperkirakan Situs Megalitik Tutari berkaitan dengan religi,” ujar Hari Suroto. Menurutnya, kemungkinan hunian manusia prasejarah Tutari terletak di tepi Danau Sentani berupa rumah panggung di atas permukaan air.
Pecahan-pecahan gerabah yang ditemukan di Situs Megalitik Tutari berdinding tebal. Gerabah-gerabah itu digunakan untuk menyimpan bahan makanan atau air.
Jika dikaitkan dengan konteks batu bergambar, diperkirakan gerabah tersebut digunakan untuk upacara religi di Situs Megalitik Tutari. Hingga saat ini, Kampung Abar dikenal sebagai penghasil gerabah tradisional.
Situs Warakho
Situs Warakho terletak di Tanjung Warakho, Kampung Doyo Lama. Situs ini merupakan situs terbuka, dikelilingi oleh air danau. Permukaan situs ditumbuhi oleh rumput-rumput ilalang, bambu sebagian ditumbuhi oleh pohon sagu serta pohon daun tikar. Temuan permukaan di situs ini berupa pecahan gerabah. “Situs Warakho pada masa lalu pernah dijadikan sebagai lokasi hunian nenek moyang masyarakat Doyo Lama ketika mereka berpindah dari Pulau Kwadeware,” ulas Hari Suroto.
Arkeolog Balai Arkeologi Papua memeriksa menhir yang ditemukan di Bukit Yomokho, dekat Danau Sentani, Jayapura, Oktober 2019. Daerah ini diduga hunian prasejarah dari zaman neolitik sampai megalitik. (Dok. Hari Suroto/Balar Papua)
Situs Yomokho
Situs Yomokho secara administratif terletak di Kampung Dondai. Situs Yomokho berbentuk seperti huruf U. Seluruh lahan Bukit Yomokho ditumbuhi rumput ilalang dan pepohonan jambu dan mangga.
Pecahan gerabah ditemukan di puncak bukit, lereng bukit, kaki bukit dan lahan datar di tepi danau. Pecahan gerabah yang ditemukan di puncak bukit, lereng bukit sebelah barat dan selatan sangat sedikit, pecahan gerabah lebih banyak ditemukan di lereng bukit sebelah timur.
Cangkang siput danau Melanoides tuberkulata, moluska laut Verenidae dan arcidae serta tulang manusia ditemukan di lereng bukit bagian timur dan selatan. Survei permukaan tanah juga menemukan fragmen alat batu tokok sagu, serpih, obsidian, fragmen kapak batu dan bandul jala dari batu.
Bukit Yomokho sebelah timur terdapat sebuah papan batu di puncak bukit. Papan batu ini berorientasi utara - selatan, memiliki panjang 110 cm, lebar 58 cm, dan tebal 10 cm. Papan batu ini berjenis batuan beku peridotit. Jenis batuan ini tidak terdapat di Bukit Yomokho, batuan ini banyak didapatkan di Pegunungan Cyclops yang terletak 11, 6 kilometer di sebelah utara Dondai.
Gerabah motif buaya dan bandul jala di kawasan Danau Sentani, Jayapura, Papua. Kredit: Balai Arkeologi Papua
Menhir Situs Yomokho
Selain itu, pada lereng Bukit Yomokho sebelah tenggara juga ditemukan sebuah menhir. Menhir ini merupakan sebuah monolit dengan dimensi panjang 100 cm, lebar 80 cm dan tebal 20 cm. Menhir ini didirikan tegak di permukaan tanah. Menhir ini berjenis batuan beku peridotit.
Tidak jauh dari menhir, juga terdapat susunan jalan batu, memanjang dari kaki bukit hingga lereng bukit, jalan batu ini pada masa prasejarah berfungsi sebagai jalan untuk memudahkan dalam mendaki bukit. Lebar jalan batu ini 3,1 meter. Menhir dan papan batu pada masa prasejarah berfungsi sebagai media pemujaan pada roh nenek moyang.
Di situs tersebut juga ditemukan serpihan-serpihan bebatuan yang dibuat oleh manusia purbakala. Juga ditemukan kapak batu dan gigi babi, yang diduga babi telah mulai dipelihara orang-orang pada masa itu.
Situs Bobu Uriyeng
Situs Bobu Uriyeng terletak di sebuah bukit, berada di tepi Danau Sentani bagian barat, sebelah barat Pulau Kwadeware. Di situs tersebut juga ditemukan gerabah dan kapak perunggu, yang ditemukan oleh Obed Wally, saat menggali tanah untuk menanam siapu atau sejenis umbi menjalar.
Kapak perunggu yang ditemukan di Situs Bobu Uriyeng memiliki tangkai panjang lurus ke arah pangkal dan melebar ke arah mata kapak. Bagian bahu landai ke arah sisi-sisinya dan bentuk tajaman cembung. Kapak perunggu yang ditemukan di Situs Bobu Uriyeng berukuran panjang 13,5 cm lebar 9,5 cm dan tebal 1,5 cm.
Kapak perunggu produksi Dongson, wilayah bagian timur Vietnam ditemukan di kawasan Danau Sentani, Jayapura, Papua. Kredit: Balai Arkeologi Papua
Situs Yope
Situs Yope dipercaya oleh masyarakat Kampung Dondai pernah dijadikan perkampungan oleh nenek moyang mereka, hal ini dibuktikan adanya temuan gerabah motif buaya dan bandul jala terbuat dari tanah liat yang dibakar.
Artefak-artefak ini didapatkan oleh nelayan Kampung Dondai yang terbiasa menyelam menangkap ikan. Artefak-artefak yang ditemukan berupa pecahan gerabah maupun gerabah utuh. Berdasarkan hasil penelitian dan dikaitkan dengan konteks lingkungan sekitar, Kampung Yope pada masa lalu merupakan hunian masyarakat nelayan dengan rumah-rumah panggung di atas permukaan air danau.
Situs Koning U Nibie
Situs ini berada di wilayah Kampung Doyo Lama. Situs terletak di puncak bukit dengan permukaan tanah yang datar. Lahan situs ditumbuhi oleh alat-alang yang mudah terbakar. Tinggalan arkeologi yang ditemukan di Situs Koning U Nibe yaitu dua bongkahan batu besar yang pada masa prasejarah berfungsi sebagai lumpang, serta dua buah batu berlukis.
Situs Ayauge
Situs Ayaube berada di perairan Danau Sentani sekitar Kampung Doyo Lama. Bekas-bekas tiang rumah di dalam air ditemukan di situs ini. Tiang-tiang rumah itu terbuat dari batang pohon soang (Xanthostemon Sp). Batang kayu jenis pohon ini mampu bertahan ratusan tahun, sehingga secara tradisional oleh masyarakat Sentani dijadikan sebagai tiang rumah.
Oleh masyarakat Doyo Lama, tempat ditemukannya bekas-bekas tiang rumah ini disebut dengan Ayauge. Situs Ayauge, secara administratif terletak di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura.
Gerabah tradisional karya warga Kampung Abar. Dok. Hari Suroto
Dulu, manusia yang bermukim di Ayauge tinggal di rumah panggung di atas permukaan air. Ayauge pada masa lalu, dipilih oleh nenek moyang masyarakat Doyo Lama, ketika mereka berpindah dari Pulau Kwadeware, sebuah pulau di tengah Danau Sentani bagian barat.
Eksplorasi bawah air di Situs Ayauge, berhasil mendapatkan pecahan gerabah berdinding tebal, alat tulang, dan mata panah terbuat dari kayu soang. Sekitar Situs Ayauge banyak ditumbuhi pohon sagu dan permukaan airnya banyak terdapat bunga teratai.