TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno memutuskan menambah waktu pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang disetujui oleh 18 kabupaten/kota hingga 7 Juni 2020. Namun Bukittinggi tak turut memperpanjang PSBB, dan disetujui oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Bukittinggi menjadi kota pertama di Sumatera Barat yang memulai tatanan kehidupan baru sesuai instruksi Presiden Jokowi. Wakil Gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit mengatakan, meskipun Bukittinggi siap, pihaknya meminta Pemkot untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan penyebaran virus corona Covid-19.
Penerapan new normal memungkinkan Bukittinggi membuka kembali destinasi wisata, dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Kebun Binatang Bukittinggi
Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan atau lebih dikenal dengan nama Kebun Binatang Bukittinggi berlokasi di Bukit Cubadak Bungkuak. Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan ini merupakan salah satu kebun binatang tertua yang ada di Indonesia, dan satu-satunya di Sumatera Barat, dengan koleksi hewan terlengkap di Pulau Sumatera.
Harimau Sumatera salah satu koleksi Kebun Binatang Bukittinggi. Foto: @kebunbinatangbukittinggi
Dibangun pada 1900-an, sebagai kebun bunga dengan nama Stormpark. Uniknya, Kebun Binatang Bukitting terhubung dengan beberapa objek wisata lain. Di lokasi kebun binatang terdapat museum Rumah Adat Baanjuang, yang dibangun pada 1935.
Kebun binatang itu juga terhubung dengan Benteng de Kock, yang dibangun pada 1825. Dua tempat tersebut dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang instagramable, sebuah jembatan gantung yang memiliki panjang 90 meter dan lebar 3,8 meter.
Monumen Jam Gadang
Monumen Jam Gadang terletak di pusat kota Bukittinggi, selain menjadi penanda kota, menurut situs Pemkot Bukittinggi, jam tersebut berfungsi pula sebagai taman. Jam Gadang menjadi ruang interaksi masyarakat baik pada hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.
Suasana kawasan Jam Gadang yang sepi saat menjelang senja di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Jumat 17 April 2020. Selama masa pandemi COVID-19, tidak ada sama sekali kunjungan wisatawan ke objek wisata aikonik Sumatera Barat itu. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Jam Gadang memiliki nilai sejarah yang tinggi, juga teknologi yang langka. Menara pada Jam Gadang memiliki empat jam, berdiameter 80 cm. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda, melalui pelabuhan Teluk Bayur. Istimewanya – masih menurut situs Pemkot Bukittinggi -- jam itu digerakkan secara mekanik oleh mesin, yang dibuat hanya dua. Satu mesin untuk Big Ben di London, dan satunya lagi untuk Jam Gadang
Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam, Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann. Sementara Recklinghausen adalah nama kota di Jerman lokasi diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Lembah Ngarai Sianok
Ngarai Sianok keelokannya sudah mempesona para pembesar Belanda sejak dulu. Kini, ngarai tersebut menjadi destinasi utama wisatawan yang berkunjung ke Bukittinggi. Dengan jurang sedalam 100 m, dengan lebar 200 m, Ngarai Sianok memiliki panjang 15 km.
Di dalamnya, terdapat spot-spot wisata yang menarik, di antaranya Tabiang Takuruang, Janjang Koto Gadang, rumah pohon Inyiak, hingga Taruko Cafe Resto. Ngarai Sianok dengan pemandangan sawah, hutan, dan situs-situs bersejarah, membuatnya berbeda dengan nhgarai-ngarai lain di wilayah ASEAN sekalipun.
Panorama Ngarai Sianok Bukittinggi, Sumbar. ANTARA/Iggoy el Fitra
Janjang Saribu Bukittinggi
Janjang Saribu artinya tangga seribu. Destinasi wisata itu juga disebut Janjang Koto Gadang. Lokasinya berada di Ngarai Sianok, Kabupaten Agam. Tangga dan jalan yang bertembok ini melintas mulai dari Koto Gadang di lembah Ngarai Sianok lalu naik ke Bukittinggi.
Panjang keseluruhannya kira-kira sepanjang 780 m dan berlebar 2 m. Bentuknya mirip dengan Tembok Besar Cina, yag memungkinkan wisatawan berfoto di sepanjang jalan. Di pertengahan Janjang Saribu, terdapat jambatan gantung yang disebut Jembatan Merah.
Kabarnya, pelintasan tersebut sudah ada jauh sebelum terbentuknya Provinsi Sumatera Barat. Warga menyebutnya sebagai Janjang Batuang, karena lintasannya masih berupa tanah dan ditopang oleh bambu. Warga pada masa lalu, menggunakannya sebagai jalan pintas dari Koto Gadang menuju Bukiktinggi, atau bila hendak mengambil pasir di sungai.
Objek wisata Janjang Saribu. Foto: @hanafi.seroja3
Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta
Bung Hatta salah satu dari triumvirat Bung: Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Sjahrir. Mereka adalah para bapak pendiri bangsa. Sebagai tokoh pergerakan nasional sekaligus wakil presiden pertama RI, rumah masa kecil Bung Hatta menjadi daya tarik tersendiri.
Di rumah itu, Bung Hatta dilahirkan dan menghabiskan masa kecilnya sampai berusia 11 tahun. Selanjutnya Bung Hatta melanjutkan pendidikan menengahnya di Meer Uitgebred Lager Onderwijs (MULO) atau sekolah menengah di kota Padang. Rumah Kelahiran Bung Hatta ini terletak di Jalan Soekarno-Hatta No.37, Bukittinggi.
Rumah ini didirikan sekitar tahun 1860-an dan menggunakan struktur kayu yang terdiri dari bangunan utama, paviliun, lumbung padi, dapur dan kandang kuda serta kolam ikan. Bangunan utama berfungsi untuk menerima tamu, ruang makan keluarga, dan kamar ibu, paman, dan kakek Bung Hatta sedangkan pavilion berfungsi sebagai kamar tidur Bung Hatta.
Rumah kelahiran Bung Hatta di Aur Tajungkang, Bukittinggi, Sumatera Barat. Tempo/Febrianti
Rumah tersebut telah runtuh pada 1960-an, lalu dibangun ulang atas gagasan Ketua Yayasan Pendidikan Bung Hatta. Penelitian pembangunana ulang dimulai dari bulan November 1994 dan dimulai pada tanggal 15 Januari 1995. Lalu diresmikan pada tanggal 12 Agustus 1995, bertepatan dengan hari lahir Bung Hatta.