TEMPO.CO, Yogyakarta - Perhimpunan Hotel Restoran Indonesia atau PHRI DI Yogyakarta mencatat sebagian pengusaha perhotelan mulai menjual aset mereka. Langkah itu dilakukan lantaran tak lagi punya penghasilan sejak wabah corona merebak pada Maret 2020.
Sejak itu, jumlah tamu turun drastis sama sama sekali nol. Namun biaya operasional tetap harus dibayar hingga pengusaha hotal mengalami kerugian. PHRI DI Yogyakarta mencatat sejak April hingga pertengahan Mei 2020, sekitar 20 hotel bintang dan non-bintang di Yogyakarta telah berpindah tangan alias dijual pemiliknya.
"Beberapa hotel yang berganti kepemilikan ini sebenarnya sudah mulai ditawarkan sebelum wabah corona terjadi. Lalu ditambah pandemi Covid, jumlahnya kian bertambah karena pemiliknya sudah tidak kuat menanggung biaya operasional," ujar Ketua PHRI DI Yogyakarta, Deddy Pranowo kepada Tempo, Senin 18 Mei 2020.
PHRI turut prihatin namun tak bisa berbuat banyak dengan keputusan pemilik yang menjual hotel mereka. Terlebih, sekitar 12 unit hotel yang dijual termasuk hotel bintang empat dan sisanya non-bintang. Harga jual hotel itu berkisar Rp 3 miliar hingga tertinggi Rp 1,3 triliun. "Kami sangat menantikan intervensi pemerintah dalam situasi seperti ini," kata Deddy.
Salah satu bangunan bekas hotel yang sudah tidak beroperasi di Yogyakarta sebelum terjadi wabah corona. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Intervensi pemerintah yang dimaksud Deddy adalah kebijakan untuk menyelematkan sektor usaha, khususnya bidang pariwisata. Caranya, memberikan pinjaman modal awal yang mudah dan ringan. Dapat juga melalui kebijakan keringanan untuk mendukung operasional seperti pembayaran tagihan listrik dan air agar sesuai pemakaian saja.
Untuk kembali menggiatkan sektor perekonomian, PHRI DI Yogyakarta menyarankan agar pemerintah dan masyarakat bersama mem-branding atau memberikan citra yang baik sehingga wisatawan percaya akan keamanan dan keselamatan di Kota Gudeg ini. Ketika sudah percaya, maka mereka akan datang.
Pemerintah Kota Yogyakarta sedang menyusun rencana strategis menuju kondisi normal baru atau new normal dengan menekankan protokol kesehatan. "Protokol kesehatan harus segera dibuat karena kehidupan masyarakat sudah kembali ramai, berbagai aktivitas ekonomi kembali berjalan. Jalanan juga sudah ramai orang," kata Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi.
Heroe telah mendengar aspirasi dari PHRI untuk kembali membuka hotel-hotel yang selama wabah corona tidak beroperasi. Sebelumnya, PHRI DI Yogyakarta menyatakan hotel-hotel di daerah itu akan kembali beroperasi pada Juni 2020.
Hotel di Yogyakarta sepi pengunjung karena wabah corona. Ada hotel yang tutup, ada yang sudah kembali beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan, dan ada juga yang sudah dijual. TEMPO | Pribadi Wicaksono
"Kami terus berkoordinasi untuk menguatkan protokol kesehatan, sehingga pihak hotel dan tamu merasa nyaman dan aman" ujar Heroe yang juga Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta. Mengenai rencana dalam menghadapi masa new normal, Heroe mengatakan ada tiga tahapan yang harus dilalui. Tiga tahap itu adalah promosi dan event, masa dari Yogyakarta untuk Yogyakarta, dan masa dari Yogyakarta untuk semuanya.
Mengenai langkah-langkah pemulihan atau menjelang new normal, Heror Poerwadi mengatakan ada lima upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Pertama, jaminan bahwa Yogyakarta sudah aman, bersih, dan terkendali, sehingga nyaman dikunjungi dan masyarakat beraktivitas pada situasi new normal.
Kedua, mempersiapkan protokol baru di semua sektor kehidupan untuk jaminan keamanan, kenyamanan, dan mendapat dukungan masyarakat. Ketiga, semua pihak harus membangun keyakinan publik tentang Yogyakarta. Salah satunya dengan re-branding Yogyakarta.
Keempat, merebut kesempatan dan peluang terutama di bidang pariwisata. Kelima, mempersiapkan kemudahan dalam mengakses informasi tentang semua kebutuhan masyarakat di Yogyakarta sehingga dapat memberikan fasilitas dan layanan yang baik bagi siapa saja.