TEMPO.CO, Yogyakarta - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI DI Yogyakarta menyatakan mulai Juni 2020 nanti pelaku usaha perhotelan dan restoran mendapat lampu hijau untuk beroperasi kembali. Kebijakan itu merupakan salah satu wujud turunan setelah pemerintah pusat mengumumkan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB selama wabah corona.
"Mulai Juni, hotel dan restoran dipersilahkan beroperasi namun tetap wajib memperketat protokol pencegahan Covid-19," ujar Ketua PHRI DI Yogyakarta, Deddy Pranowo Eriyono kepada Tempo, Selasa 12 Mei 2020. Tak hanya pemerintah yang memberi lampu hijau, PHRI pusat, menurut dia, juga telah mengkonfirmasi rencana beroperasinya kembali usaha perhotelan setelah pelonggaran PSBB.
Deddy Pranomo menjelaskan lampu hijau beroperasinya hotel dan restoran di masa wabah corona ini berkaitan erat dengan kondisi ekonomi masyarakat. "Dari kajian internal, pelaku usaha hotel dan restoran hanya mampu bertahan hingga Juni 2020, setelah sejak Maret lalu sudah berhenti beroperasi," kata dia.
Saat tiada kunjungan wisatawan, maka pendapatan nol, sementara beban operasional harus tetap dibayarkan. Beban operasional yang dimaksud antara lain gaji pegawai, biaya listrik, air, dan sebagainya. Sementara belum ada stimulus bantuan dari pemerintah yang langsung menyasar pengusaha hotel dan restoran.
Pengelola hotel di Yogyakarta memasang palang sebagai tanda tak beroperasi karena wabah corona. TEMPO | Pribadi Wicaksono
"Kami menyambut baik beroperasinya kembali hotel dan restoran ini," kata Deddy. Setidaknya pelonggaran ini dapat meredam ancaman pemutusan hubungan kerja atau PHK bagi karyawan. Sembari membuka layanan, pengelola hotel dan restoran dapat menggencarkan kampanye pencegahan penyebaran virus corona dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
Deddy menuturkan, protokol kesehatan memaksa pengusaha hotel tidak berlebihan mendulang untung. Pengelola hotel dan restoran tetap harus membatasi jumlah tamu dan menerapkan pembatasan penggunaan kamar agar berjarak. Dengan begitu, tidak semua kamar disewakan, melainkan hanya separuh dari kapasitas total.
"Pembatasan jumlah kamar sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona ini juga untuk meyakinkan konsumen bahwa hotel benar-benar serius menjalankan protokol pencegahan penularan virus," ujar Deddy. Setiap kamar juga harus diatur, maksimal bisa diisi berapa orang agar menjalankan pronsip physical distancing.
Tak hanya hotel kecil menengah yang terdampak wabah corona, hotel berbintang di Yogyakarta juga mengalami penurunan kunjungan yang signifikan. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Kendati sudah mendapat lampu hijau untuk kembali menerima tamu, Deddy Pranowo mengatakan belum semua hotel akan siap beroperasi. Musababnya, ada pengelola hotel yang sudah merumahkan pegawainya dan harus menyiapkan berbagai sarana untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti wastafel di setiap pintu masuk, alat pendeteksi suhu tubuh, dan lainnya. "Tidak semua hotel punya uang untuk menyediakan fasilitas itu," kata dia.
Hingga akhir April 2020, PHRI DI Yogyakarta mencatat hanya tersisa 30 dari hampir 400-an hotel di Yogyakarta yang masih beroperasi. Artinya, lebih dari 80 persen hotel memilih tutup dan merumahkan karyawannya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata DI Yogyakarta, Singgih Rahardjo mengatakan untuk meringankan beban pelaku usaha perhotelan khususnya di Kabupaten Sleman, Kulon Progo, dan Gunungkidul, PHRI bersama pemerintah kabupaten/kota telah memberikan insentif selama masa wabah corona. Di Kabupaten Kulon Progo misalnya, ada keringanan pembayaran penggunaan air, serta di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunungkidul, dalam bentuk insentif langsung.