TEMPO.CO, Jakarta - Anton Chekov seorang penulis dan wartawan kawakan Rusia melakukan perjalanan siulit ke Pulau Sakhalin, di ujung timur Rusia yang terpencil. Chekov yang lahir di Taganrog, Rusia selatan, 29 Januari 1860, genap berusia 30 tahun saat perjalanan yang penuh petualangan itu.
Sebagai penulis kerap membacakan karya-karyanya di depan para bangsawan Rusia, Chekhov jelas memiliki garis pemberani. Pada tahun 1890, meskipun telah didiagnosis menderita tuberkulosis, ia melakukan perjalanan darat yang luar biasa dengan kereta api, kereta, dan perahu sungai ke Rusia jauh di timur jauh.
Sebagaimana ditulis The Guardian, ia butuh waktu dua setengah bulan untuk mencapai tujuannya: pulau Sakhalin Pasifik Utara, di utara Jepang. Pulau Sakhalin bukanlah tempat pelesiran yang nyaman. Di sana adalah koloni hukuman, yang ia gambarkan sebagai neraka.
Chekhov menghabiskan tiga bulan di Sakhalin, melakukan reportase, sensus, dan menulis laporan mengenai Pulau Sakhalin, tang diterbitkan dalam sebuah karya non-fiksi. Oleh New Yorker, disebut sebagai karya jurnalisme terbesar abad ke-19.
Dia mewawancarai ribuan tahanan dan pemukim di pulau itu, untuk meningkatkan kesadaran akan kesulitan mereka. Sosok Chekov yang berani dan nekat tercermin dari tulisannya tentang perjalanan itu, menunjukkan dirinya bukan kelas menengah biasa. Journey to Sakhalin karyanya itu, layak untuk lebih dikenal dan dibaca lebih luas. Lalu bagaimana Sakhalin hari ini, segetir karya Chekov?
Sakhalin Regional Museum salah satu peninggalan Jepang yang pernah 40 tahun menguasai Pulau Sakhalin. Foto: Miquel Ros/CNN
Terbuka untuk Wisatawan
Pulau Sakhalin memiliki pantai yang membentang tertutup salju. Pulau terbesar milik Rusia itu, memiliki panjang 1.000 kilometer, terjepit di antara Laut Okhotsk di timur dan Laut Jepang di barat.
Sakhalin tak pernah menjadi destinasi wisata utama Rusia. Pamornya kalah jauh dengan Kamchatka, dengan gunung berapi yang spektakuler, atau Vladivostok, terminal timur kereta api trans-Siberia yang terkenal itu. Mungkin Chekov yang membuat perjalanan dengan kereta menuju Sakhalin bak wisata petualangan.
Menurut CNN Travel, Pulau Sakhalin mengalami peningkatan pengunjung dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar karena urusan pengembangan dan eksploitasi ladang minyak dan gas lepas pantai. Wisatawan masih jarang.
Sebagai tujuan wisata petualangan, Pulau Sakhalin memiliki objek-objek yang unik. Terutama pantai-pantainya yang bertebaran di sekitar Starodubskoye, dan pesona ibu kotanya. Tidak mungkin mengecewakan para pelancong yang ingin mencari liburan tidak konvensional.
Bagi sebagian besar, perjalanan ke Sakhalin akan dimulai di ibu kotanya, Yuzhno-Sakhalinsk. Di sinilah sebagian besar infrastruktur wisata berada, termasuk satu-satunya bandara internasional di pulau itu, dengan koneksi harian ke Moskow, Tokyo, Seoul, dan Sapporo, serta beberapa pos daerah lainnya.
Bahkan jika beberapa orang bepergian ke Sakhalin untuk liburan perkotaan, Yuzhno-Sakhalinsk layak dikunjungi. Pada pandangan pertama terlihat seperti banyak kota provinsi Rusia lainnya, dengan bangunan beton gaya Uni Soviet yang kaku alias super minimalis.
Jalanan yang lebar dan rapi, membuat bangunan-bangunan era Perang Dingin menjadi landmark kota yang menonjol. Di antaranya adalah Victory Square, tempat Katedral Ortodoks dengan kubahnya yang berbentuk bawang berwarna emas. Katederal itu berdiri di sebelah Museum Militer Yuzhno-Sakhalinsk, yang berfokus pada Perang Dunia II.
Katedral Ortodok salah satu landmark Pulau Sakhalin. Foto: Miquel Ros/CNN
Sakhalin seperti museum perang raksasa. Monumen, tugu, dan patung membuat kota itu seperti dalam cerita komik. Pada tahun 1945, kota ini direbut kembali oleh Rusia setelah 40 tahun dikuasai Jepang. Saat Jepang menguasainya, bagian selatan pulau itu dikenal sebagai Karafuto dan Yuzhno-Sakhalinsk sebagai Toyohara.
Episode bersejarah ini hadir di jalan-jalan Yuzhno-Sakhalinsk, dengan beberapa peringatan perang bertebaran di sekitar kota. Bahkan mobil-mobil di Sakhalin masih mengikuti kebiasaan Jepang yang menggunakan setir kanan, yang membuat wisatawan sadar, bahwa pulau itu hanya 45 kilometer dari ujung utara Jepang.
Perjalanan Epik dengan Kereta Api
Bagi mereka yang tertarik menjelajahi sejarah pulau ini, berkunjunglah ke Museum Regional Sakhalin yang sederhana namun informatif. Museum ini berkisah mengenai Ainu dan masyarakat adat lainnya yang menyebut Sakhalin sebagai rumah mereka sejak zaman prasejarah.
Museum, yang dibangun dengan gaya tradisional Jepang itu, juga merupakan salah satu dari sedikit peninggalan fisik periode Karafuto, seperti halnya kereta api yang menghubungkan Yuzhno-Sakhalinsk ke Nogliki, di utara pulau.
Perjalanan kereta selama 12 jam yang menghubungkan selatan pulau, tempat sebagian besar penduduk tinggal, ke permukiman terpencil yang kaya sumber daya di utara.
Jangan sampai terlewatkan, di sebelah stasiun kereta api, terdapat museum kecil menampilkan beberapa lokomotif bersejarah yang melayani jalur ini. Tetapi jika ada satu hal yang benar-benar menempatkan Yuzhno-Sakhalinsk sebagai destinasi wisata berkelas, itu adalah resor ski lokal, Gorny Vozdukh, yang dapat diakses dengan berjalan kaki dari kanan di sebelah Victory Square.
Ketinggiannya sekitar 600 mdpl di lereng Gunung Bolshevik, titik tertinggi di resor ini, mungkin tidak dapat dibandingkan dengan resor terbaik di Pegunungan Alpen atau Pegunungan Rocky. Tetapi di sini salju berlimpah pada musim dingin. Lokasinya tepat di sebelah pusat kota, membuatnya sebagai salah satu resor ski dengan pemandangan pusat kota.
Jadi, bagi mereka yang menyukai ski alam tak perlu jauh-jauh ke luar kota. Namun yang harus dicatat, Sakhalin merupakan alam yang masih natural. Hutan belantaranya mengepung kota, dan dipenuhi beruang.
Resor ski di Sakhalin berada di dekat pusat kota, dengan pemandangan lanskap ibu kota Yuzhno-Sakhalinsk. Foto: @my_sakhalin_island
Sementara kuliner di Sakhalin didominasi dengan makanan laut. Untuk hidangan laut terbaik, bertandanglah ke Pasar Uspekh Yuzhno-Sakhalinsk. Hidangan laut berkualitas prima, tampak dalam wujur raja kepiting merah raksasa, kerang, udang, dan ikan segar yang beku. Lebih dari 65.000 sungai dan aliran sungai Sakhalin merupakan sarang salmon dan penghasil kaviar merah.