TEMPO.CO, Jakarta - Pecinta kuliner mungkin pernah mendengar restoran bernama Ayam Tangkap Blang Bintang di Jakarta beberapa tahun lalu. Tepatnya pada 2012, rumah makan khas Aceh itu berdiri di Jalan Ahmad Dahlan, Jakarta Selatan.
Hidangan di rumah makan Ayam Tangkap Blang Bintang cukup populer. Terutama sambal ganja yang bikin orang penasaran. Sayang, restoran itu tak bertahan lama dan pindah ke daerah Thamrin, Jakarta Pusat. Tapi, di lokasi baru pun, restoran Ayam Tangkap Blang Bintang hanya buka sebentar.
Pemilik Restoran Ayam Tangkap Blang Bintang, Fanie Maulida mengatakan saat itu kondisinya tak memungkinkan untuk mengelola bisnis restoran karena sedang hamil. "Saya kewalahan mengurusnya," kata Fenie. Pada awal 2020, Ayam Tangkap Blang Bintang datang lagi, tapi dalam versi digital.
Sambil mengurus keluarga, Fenie Maulida membuka usaha kuliner masakan khas Aceh melalui akun Instagram dengan nama restorannya dulu: Ayam Tangkap Blang Bintang. Aneka kuliner khas Aceh yang ditawarkannya antara lain Ayam Tangkap, Sambal Ganja sebagai kojo, Ikan Kayu, Ayam Tauco Aceh, hingga aneka jenis Mie Aceh.
Kuliner ayam tangkap Blang Bintang. Foto: Instagram ayamtangkapblangbintang
Satu pakem yang tetap dipegang Fenie adalah mempertahankan cita rasa khas Aceh yang dia peroleh dari sang ibu. Demi rasa yang autentik, Fenie harus mengimpor beberapa bahan masakan dan bumbu langsung dari Aceh.
Untuk sajian Ayam Tangkap, misalnya, daun kari, kunyit, dan aneka rempah serta bumbu dikirim dari Tanah Rencong. Begitu juga Ikan Kayu yang terbuat dari ikan tongkol yang dikeringkan khas Aceh. "Kalau beli bahan-bahan yang ada di sini, rasanya beda," kata dia.
Satu lagi bumbu penting yang tak mudah dia dapatkan di Jakarta, yakni asam sunti, yang terbuat dari belimbing wuluh kering. "Hampir semua masakan khas Aceh pasti pakai ini," ucap Fenie. Sejatinya dia punya beberapa tanaman rempah di pekarangan, seperti salam koja untuk mendapatkan daun kari. Namun hasilnya belum mencukupi kebutuhan bahan memasak.
Fenie juga menerapkan batas minimal pemesanan untuk menu tertentu. Mi Aceh misalnya, baru bisa dibeli jika memesan paling sedikit 20 porsi. Musababnya, Fenie harus membuat mi sendiri, bukan beli jadi.
Untuk sajian Ayam Tangkap, Fanie menjual per setengah ekor atau satu ekor ayam. Harga satu ekor Ayam Tangkap Rp 110 ribu dan harga Ikan Kayu per setengah kilogram Rp 80 ribu. Untuk sambal ganja atau sambal ikan kayu dengan porsi lebih sedikit, harganya Rp 15 ribu. Ada juga sajian per porsi dengan nasi seharga Rp 30-35 ribu.
Mekanisme pemesanan makanannya juga dengan cara pre-order. Konsumen memesan dan membayar dulu, baru pesanannya dikirim pada hari yang ditentukan. Konsumen harus sedikit bersabar karena Fenie baru akan mengirim hidangan tadi kepada pemesan dua kali sepekan, yakni setiap Selasa dan Jumat.
Kendati harus menunggu demi menyantap masakan khas Aceh di hari Selasa atau Jumat, semua sepadan dengan cita rasa masakan Ayam Tangkap Blang Bintang. Harum rempah dan daun kari menguar lembut begitu kotak wadah Ayam Tangkap dibuka. Aromanya sangat menggoda dan membuat lidah tak sabar langsung mencicipi.
Sambal Ganja. Foto: Instagram ayamtangkapblangbintang
Isi kotak itu berupa potongan ayam goreng berwarna coklat keemasan yang terkubur dalam dedaunan kering berwarna hijau pekat dan beberapa tangkai cabai hijau. Sebelum melahap Ayam Tangkap ini, tuang dulu sambal berwarna kuning menyala yang dibungkus di plastik terpisah.
Inilah si sambal ganja khas Aceh yang populer itu. Sambal ganja yang sebetulnya berbahan dasar belimbing wuluh, bukan ganja betulan, adalah pendamping serasi untuk ayam tangkap. Cita rasa asam dan pedas yang segar dari sambal ini begitu sempurna dicocol dengan daging ayam yang gurih dan empuk.
Penggunaan resep hingga bahan baku yang autentik itu membuat hasil masakan Fanie Maulida selalu dipuji. "Konsumen saya yang sesama orang Aceh bilang, masakan saya cukup mengobati rasa rindu kampung halaman," kata Fanie bercerita.