TEMPO.CO, Jakarta - Bagi Ruth dan Robert Ellis, penutupan wilayah Australia akibat Covid-19 dan cuaca yang tidak dapat diprediksi, sangat memengaruhi bisnis agrowisata dan penjualan wine. Mereka memiliki pabrik pengolahan anggur mereka di dekat Hanging Rock, negara bagian Victoria, Australia.
Cuaca buruk dan wisatawan sepi merupakan perpaduan sempurna yang melumpuhkan pertanian anggur. Untungnya, penjualan online dan diversifikasi dengan beternak sapi speckle park varietas baru, telah membantu bisnis keluarga mereka, untuk melewati musim yang sulit.
"Saya pikir penjualan kami turun sekitar 80 persen pada tahun ini," kata Ellis. Ia merujuk pada hasil panen anggur yang buruk, namun di sisi lain harga sapi jenis speckle park sedang bagus. Memelihara sapi membuat kakak beradik itu tetap bisa membayar staf untuk tetap bekerja.
Sapi jenis speckle park yang dikembangbiakkan di Kanada cukup berhasil diternakkan di Victoria. Sapi jenis ini telah ada di Australia setidaknya 10 tahun -- jenis sapi itu dikembangkan dari tiga jenis sapi Inggris, yakni angus, white Park dan teeswater shorthorn.
Ellis memelihara sekitar 50 sapi dan menjual genetika, embrio, dan sperma mereka - bersama beberapa pejantan.
"Orang tua saya menyerahkan kendali kepada kami pada tahun 2011. Mereka memutuskan untuk mengambil jalan yang berbeda dan menjadi serius pada ternak," kata Ellis.
Wine Autralia salah satunya dihasilkan dari kebun-kebun anggur di pedesaan negara bagian Australia. Foto: @wineaustralia
"Pada saat itu speckle park sudah ada di Australia selama beberapa tahun, tetapi mereka menyukai penampilan mereka, betapa lembutnya mereka dan juga betapa penurut."
Sebagaimana dinukil dari ABC, peternakan keluarga Ellis menjadi salah satu destinasi agrowisata di Hanging Rock. Mereka memotong sapi-sapi mereka dan mengalengkannya, kemudian dijual di peternakan saat para wisatawan mengunjungi kebun anggur dan peternakan sapi mereka. Tapi kini wisatawan sedang sepi. Diversifikasi usaha berupa ternak sapi menyelamatkan kebun anggur mereka.
"Kami telah kehilangan banyak bisnis dengan menutup pintu ruang bawah tanah kami, yang populer sebagai tujuan agrowisata, tetapi sekarang bukan saatnya PHK staf, izinkan saya memberi tahu Anda," katanya.
Menurut Ellis meskipun dalam keadaan sulit, ia tak ingin mem-PHK para karyawannya, "Mereka telah bekerja 12 bulan untuk memastikan kami bisa menjual anggur. Mereka sudah bagian dari keluarga kami," ujar Ellis.
Sebagian besar telah berada di sini selama 10 hingga 15 tahun. Semua masalah telah didiskusikan dengan karyawan, "Kami terbuka dengan kondisi kami, dan manusiawi bernego dalam masa ulit untuk membayar mereka," imbuhnya.
Ellis beruntung berada di Hanging Rock, yang tak seperti negara bagian lainnya yang terkena kabut asap akibat kebakaran besar di Australia. Hanya saja kondisi cuaca yang kurang bersahabat, membuat panen anggur menurun.
Sebagaimana Ellis, Peter Leeke petani di Kimbarra Wines di Grampians, cuaca beku membuat panen anggurnya berantakan, "Ini adalah salah satu musim di mana Anda tidak dapat memprediksi hal-hal dan itu di luar kendali kami," kata Leeke.
"Tahun ini kebun anggur kami mungkin akan menghasilkan di bawah satu ton anggur - tahun lalu mencapai 40 ton," imbuhnya. Meskipun pukulan keras menimpa bisnis kebun anggurnya, penjualan wolnya ke China November lalu sudah cukup untuk keluarga Leeke melewati masa sulit.
Harga wol membantu Leeke melewati sepinya wisatawan akibat virus corona dan cuaca yang buruk, "Kami memelihara sekitar 2.500 ekor merino super-fine. Kami menjual wol tahun lalu, dan penjualannya sangat baik," katanya.
Para pegawai di perkebunan anggur keluarga Ellis. Foto: Ruth Ellis/ABC
Meskipun pasar wol sedang jatuh pada 2020, ia memprediksi harganua kembali normal pada Juli dan Agustus, "Jadi kami berharap akan kembali normal saat itu - ini adalah permainan wait and see," ujarnya.
Dia mengatakan diversifikasi telah memungkinkan dia melewati musim-musim yang sulit, "Ini membantu di tahun-tahun ketika satu bisnis turun dan mudah-mudahan yang lain naik."