TEMPO.CO, Jakarta - Jepang pada 1846 tertimpa wabah penyakit kolera. Lalu selebaran atau kawaraban bergambar seorang tokoh aneh, disebar. Dari teknik pembuatannya, kawaraban itu berharga murah. Selebaran itu disebar di Provinsi Higo di Pulau Kyushu. Kini di saat wabah virus corona, kawaraban bermunculan lagi di media sosial.
Lalu dari mana tokoh – lebih mirip monster yang kemudian dinamai Amabie itu – digambar? Dan kebetulan pula setelah kawaraban tersebar, wabah berangsur-angsur hilang.
Kisah itu bermula, saat seorang pejabat pemerintah pada suatu malam pada tahun 1846 bersua makhluk air aneh. Ia bersisik, memiliki kaki tiga, dengan rambut panjang, dengan mulut berbentuk paruh. Makhluk itu meminta kepada sang pejabat, untuk menggambar dirinya dan menyebarkan gambar tersebut ke seantero negeri. Sebagai perlindungan dari wabah yang akan menyebar. Benar saja, wabah datang dan kawaraban makhluk air itu disebar dari Kyushu sampai ke Edo.
Di abad 21, rupanya Amabie muncul kembali di tengah pandemi virus corona. Bila Anda menelusuri Instagram dan Twitter, dengan tagar #amabie dan # , maka bermunculanlah wajah Amabie – berciri makhluk dalam legenda dari abad 19. Pemilik akun memiliki harapan besar wabah segera pergi.
Amabie yang dibuat Kaori Hamura Long. Foto: Kaori Hamura Long @Moss Moon Studi/Atlas Obscura
"Saya menggambar Amabie ini dengan maksud untuk mengingatkan orang lain agar tetap tenang dan tidak pernah kehilangan harapan di saat-saat ketika kita merasa ingin menyerah," kata Ceruzen Lee, seorang seniman dari Filipina yang baru-baru ini menggambar Amabie berwarna merah muda permen kapas, dengan rambut biru. "Sungguh menginspirasi untuk mengetahui bahwa banyak artis lain masih tetap optimis meskipun ada peristiwa di dunia kita hari ini," imbuhnya.
Para ahli percaya bahwa Amabie adalah variasi lokal dari Amabiko, makhluk Jepang serupa yang muncul dari laut. Dalam legenda Jepang, ia muncul untuk meramalkan panen yang baik atau datangnya wabah penyakit.
“Dalam kisah Amabiko, kadang-kadang dikatakan bahwa gambar itu sendiri dapat menangkal epidemi,” kata Jack Stoneman, seorang profesor Bahasa Asia dan Timur Dekat di Universitas Brigham Young. "Ini tidak biasa dalam sejarah budaya Jepang — gambar sebagai jimat."
Ilustrator Kaori Hamura Long, yang tinggal di kota Fukuoka di Kyushu, merasakan gejala mirip flu awal bulan ini. Ia belum mendapatkan uji laboratorium Covid-19, karena kapasitas pengujian Jepang yang terbatas. Sebagaimana diberitakan Atlas Obscura, ia memutuskan untuk tinggal di rumah dan menggambar Amabie. Makhluk itu, ia gambar mengapung di atas air yang mengalir, sosok yang glamor dengan rambut putih yang mengalir dan mata berbinar.
Dalam satu versi, Amabie memakai topeng; membawakan lagu yang menunjukkan dirinya yokai (makhluk astral) tanpa hiasan, dengan senyum jelas di wajahnya. "Saya membagikan gambar Amabie ini dengan harapan virus akan mereda dan orang-orang di seluruh dunia akan bersatu ,untuk melawan penyakit alih-alih saling menyalahkan," tulis Hamura Long dalam email.
Gambar Amabie muncul bersamaan dengan harapan saat virus corona mewabah. Foto: @giovabrusa
Jepang melaporkan kasus positif pertamanya virus corona pertama pada 20 Februari. Menurut Matthew Meyer, seorang seniman yang telah menulis banyak tentang yokai, tren menggambar Amabie mulai meningkat pada minggu pertama bulan Maret.
Ketika itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menutup sekolah secara nasional. Sebagaimana dinukil dari Business Insider, Jepang memiliki lebih dari 1.100 kasus yang dikonfirmasi, dan telah menunda Olimpiade Musim Panas 2020 di Tokyo selama satu tahun.
"Kemungkinan itu adalah reaksi terhadap gangguan mendadak dari rutinitas sehari-hari," kata Meyer. Menurutnya, warganet terus mengunggah gambar Amabie.
Amabie hanyalah salah satu dari banyak yokai yang diyakini berkeliaran di Jepang dan mengusir kejahatan. Awalnya disebarluaskan melalui cetakan kayu, kelas makhluk supranatural ini - seperti Hakutaku, Jinja Hime, dan Kotobuki - berkembang dalam imajinasi populer Jepang di paruh kedua abad ke-19.
“Yokai ini muncul selama periode ketika kebijakan isolasionis Jepang secara paksa diakhiri oleh kapal perang AS,” tulis Meyer. Sementara peningkatan perdagangan membawa banyak ide dan penemuan ke Jepang, itu juga membawa penyakit baru, seperti kolera. Popularitas yokai ini adalah respons terhadap epidemi mendadak dan sering yang berulang kali melanda Jepang, pada paruh kedua abad ke-19, yang menewaskan ratusan ribu.
Amabie dalam versi kuno karya Marielle Asensio. Foto: Marielle Asensio/Atlas Obscura
Karya seni Amabie kontemporer ini tampaknya lahir dari dorongan yang sama — untuk menawarkan harapan dan keikhlasan di saat-saat ketidakpastian kolektif.