Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Peringati Jumenengan, Keraton Yogya Pamerkan Busana Kebesaran

image-gnews
Sultan Hamengkubuwono IX bersama pembesar Jepang di Istana Merdeka, Jakarta, 1942. Dok. Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Sultan Hamengkubuwono IX bersama pembesar Jepang di Istana Merdeka, Jakarta, 1942. Dok. Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta -Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X genap jumenengan, atau bertahta selama 32 tahun menurut tarikh Jawa atau 31 tahun berdasar tarikh Masehi pada Maret 2020 ini.

Dalam peringatan itu, digelar pula pameran busana kebesaran bertajuk Abalakuswa: Hadibusana Keraton Yogyakarta di Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta. Pameran akan berlangsung sejak 8 Maret hingga 4 April 2020.

Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu Ketua Panitia Tingalan Jumenengan Dalem menuturkan, peringatan ini menjadi tahun yang monumental bagi Keraton Yogyakarta, untuk kembali merefleksikan perjalanan 32 tahun dari sebuah kekuasaan yang mewarnai peradaban.

"Melalui busana, mozaik peradaban dari Keraton Yogyakarta juga dapat disusun dan dinarasikan kembali sebagai kekayaan intelektual budaya," ujar GKR Hayu, pada Sabtu 7 Maret 2020.

Abalakuswa berarti rangkaian busana kebesaran. Tajuk ini dipilih menjadi roh dari pameran yang erat dengan rekam jejak kekuasaan. Selain itu, busana juga menjadi ruang ekspresi politik bagi setiap periode kekuasaan. Bahkan para bangsawan menggunakan busana sebagai penentu identitas dan strata sosial.

Kondisi ini kerap ditemui di Dalem-dalem Pangeran pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VI hingga VIII yang memiliki kreativitas luas dalam mengembangkan motif batik. Di Keraton, motif batik sebagai tanda kebesaran seorang raja, seperti Parang Rusak Barong, cenderung baku dan bersifat stagnan. Sementara para pangeran memberi nuansa lain pada motif parang sehingga lahirlah varian motif parang yang beraneka ragam.

Dari kiri: GKR Condro Kirono, GKR Pembayun, dan GRAJ Nur Astuti Wijareni, mementaskan repertoar tari berjudul Bedaya Amurwabumi karya Sri Sultan Hamengkubuwono X di Dalem Yudhaningratan Yogyakarta, Senin, 4 Oktober 2010. Dok. TEMPO/Arif Wibowo

Dalam bidang seni pertunjukan, terdapat pula perubahan utamanya dalam pakaian tari. Pada saat menari dalam acara resmi, penari bedhaya mulanya berbusana dodot -- dengan bahu terbuka. Pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VII, busana dodot berubah menjadi rompi dengan hiasan jamang dan bulu kasuari.

Beragam sejarah dan peristiwa terekam dalam busana di Keraton Yogyakarta. Melalui pameran busana kali ini, para pengunjung diharapkan dapat melihat kembali sejarah panjang dari peradaban Keraton Yogyakarta, yang awalnya berdiri di atas wilayah bernama Pacetokan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di samping itu, harapannya masyarakat dapat menyelami identitas budaya khas Yogyakarta melalui rupa-rupa busana. Jam kunjung ke pameran akan dibuka setiap hari Senin-Minggu dengan waktu kunjungan Senin-Kamis: 09.00-16.00 serta Jumat, Sabtu, Minggu pada pukul 09.00-21.00 WIB.

Adapun tiket masuk ke venue pameran sebear Rp 5,000. Perhelatan pameran ini, juga akan diisi degan serangkaian workshop batik, berbusana Jawa, dan diskusi seputar tema terkait Busana dan Peradaban di Keraton Yogyakarta.

Selain itu, juga akan digelar pementasan Beksan Trunojoyo pada 25 Maret dan wayang Wong Purwo pda 4 April 2020. Kedua perhelatan ini, juga terbuka untuk masyarakat umum hanya dengan membeli tiket masuk ke venue pagelaran saja.

Sedangkan dalam sambutannya pada pembukaan Tingalan Dalem, Sabtu petang, 7 Maret 2020, di Keraton Yogyakarta, Sultan yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengungkap melalui pameran busana itu akan mengungkap matra busana tradisional Keraton Yogyakarta.

Tari Beksan Guntur Segara merupakan salah satu tari klasik Gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Berkisah tentang Panji, yang menggambarkan peperangan antara Raden Guntur Segara melawan Raden Jayasusena. TEMPO/Pribadi Wicaksono

"Pameran ini merekam jejak sejarah akulturasi peradaban dengan wastra Eropa, yang mewarnai life style kita," ujar Sultan. Menurut Sultan, banyak filosofi dan ajaran kehidupan yang terkandung dalam wastra Keraton yang memiliki denyut aktualitas.

Kini, ujar Sultan, Keraton sedang menata diri memasuki era digitalisasi. Demikian juga terhadap warisan busana serta naskah-naskahnya agar terbaca dan dikenal generasi milenial.

PRIBADI WICAKSONO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tak Beri Wejangan Khusus soal Kemenangan Prabowo-Gibran, Sultan HB X: Semoga Sukses Jalankan Tugas

7 hari lalu

Raja Keraton Yogya Sri Sultan HB X saat melaunching Museum Kereta Keraton Yogyakarta yang kini berganti nama menjadi Kagungan Dalem Wahanarata Selasa (18/7). Dok.istimewa
Tak Beri Wejangan Khusus soal Kemenangan Prabowo-Gibran, Sultan HB X: Semoga Sukses Jalankan Tugas

Gubernur DIY Sultan HB X turut memberi selamat kepada Prabowo-Gibran atas kemenangan pemilu presiden 2024.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

15 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

16 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

16 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

17 hari lalu

Prajurit Bregada berjaga saat Nyepi di Candi Prambanan Yogyakarta Senin, 11 Maret 2023. Tempo/Pribadi Wicaksono
Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.


Peran 4 Tokoh Deklarasi Ciganjur: Megawati, Gus Dur, Amien Rais, dan Sultan HB X

25 hari lalu

Duduk dari kiri ke kanan: Sri Sultan Hamengkubuwono X, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati dan Amien Rais pada momentum Deklarasi Ciganjur, kediaman Gus Dur, 10 November 1998. (Repro buku Gerak dan Langkah)
Peran 4 Tokoh Deklarasi Ciganjur: Megawati, Gus Dur, Amien Rais, dan Sultan HB X

Simak peran empat tokoh Deklarasi Ciganjur Megawati, Gus Dur, Amien Rais, Sultan HB X untuk mengakhiri pemerintahan Orde Baru. Berikut 8 pemikirannya.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

30 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.


Safari Politik Hadi Tjahjanto Usai Jadi Menko Polhukam: Temui Ketua Umum PBNU, Mahfud Md, dan Sultan HB X

31 hari lalu

Menko Polhukam yang baru dilantik, Hadi Tjahjanto berjabat tangan dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024. TEMPO/Subekti.
Safari Politik Hadi Tjahjanto Usai Jadi Menko Polhukam: Temui Ketua Umum PBNU, Mahfud Md, dan Sultan HB X

Usai dilantik menjadi Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto langsung melakukan sejumlah safari politik. Temui Ketua Umum PBNU, Mahfud Md, dan Sultan HB X.


Temui Sultan HB X Usai Dilantik, Hadi Tjahjanto: Sowan Biasa

33 hari lalu

Menkopolhukam Hadi Tjahjanto usai pertemuan dengan Gubernur DIY Sri Sultan HB X di Keraton Yogyakarta Jumat petang (23/2). Dok.istimewa
Temui Sultan HB X Usai Dilantik, Hadi Tjahjanto: Sowan Biasa

Pertemuan dengan Sultan HB X ini, merupakan kunjungan pertama Hadi Tjahjanto setelah dilantik sebagai Menkopolhukam


Soal Minta Bertemu Megawati, Jokowi: Silaturahmi dengan Tokoh Bangsa Itu Baik

42 hari lalu

Presiden Joko Widodo meninjau mobil BYD pada pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis 15 Februari 2024. IIMS tahun ini membidik 470 ribu pengunjung selama 11 hari dan transaksi Rp5,3 triliun atau naik dari IIMS 2023 sebesar Rp5,2 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
Soal Minta Bertemu Megawati, Jokowi: Silaturahmi dengan Tokoh Bangsa Itu Baik

Jokowi tidak membenarkan atau membantah kabar dia meminta Sri Sultan untuk memperantarai dirinya dan Megawati.