TEMPO.CO, Malang - Memperingati 120 tahun Kwee Thiam Tjing dengan nama pena atau samaran Tjamboek Berdoeri, para penggiat sejarah menelusuri perjalanan jurnalis asal Malang itu, pada Minggu, 23 Februari 2020.
Wisata sejarah itu diikuti 20 orang. Mereka menelusuri jejak sejarah Tjamboek Berdoeri. Penelusuran ini sekaligus mengambil spirit seorang jurnalis, yang mengabarkan kerusuhan dan tragedi Mergosono 1947.
Tragedi Mergosono terjadi pada tanggal 31 Juli 1947 di kota Malang, tepatnya di daerah Mergosono. Kala itu terjadi pembantaian terhadap warga Tionghoa (laki-laki dan perempuan) di bekas pabrik pembuatan mie di Mergosono.
Mereka dibunuh dengan cara dibakar, dengan tuduhan menjadi mata-mata Belanda. Jenazah para korban baru dimakamkan secara massal pada tanggal 3 Agustus pada tahun yang sama. Peristiwa itu diliput dan diulas dengan detail oleh Kwee.
Kwee memang jurnalis yang gigih. Ia selalu risau dengan kondisi anak bangsa, yang ia tunjukkan melalui karya jurnalistiknya di sejumlah media. Laporannya tajam, menyampaikan kritik dan pesan yang mendalam.
"Mengajarkan kepada kita keledai tak terantuk ke batu yang sama. Seperti penyambutan berlebihan tentara Nipon di Malang dalam tulisan berjudul kalau Semprul Djadi Ratu," kata sejarawan JJ Rizal yang turut memandu penelusuran jejak Tjamboek Berdoeri.
Saat Jepang datang pada 1942, dan dielu-elukan warga Malang, ia mengkritisinya. Ternyata benar, Jepang juga berperilaku yang sama, datang untuk menjajah Indonesia. Pesan itu, kata JJ Rizal, relevan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Sejarah menjadi pelajaran bagi kita semua untuk menatap masa depan.
Peringatan 120 tahun Tjamboek Berdoeri bertema "Kota Malang, Keadjaiban Revolusi dan Nasionalisme Sempit", diselenggarakan Komunitas Bambu dan Pusat Studi Budaya dan Laman Batas Universitas Brawijaya. Kegiatan ini juga menelurusi Balai Kota Malang, Wisma Tumapel, Klenteng Eng An Kiong, Rumah Sakit Panti Nirmala, SMAK Cor Jesu dan Hotel Shalimar.
FX Domini BB Hera dari Pusat Studi Budaya dan Laman Batas Universitas Brawijaya menjelaskan Malang memiliki banyak cerita sejarah. Salah satunya kisah Kwee Thiam Tjing. "Seharusnya Tjamboek Berdoeri menjadi muatan lokal sejarah di Malang," katanya.
Repro foto lawas gedung markas Freemason yang kini menjadi The Shalimar Boutique Hotel. TEMPO | Eko Widianto
Kwee terjun ke dunia jurnalisme dan menguasai bahasa Belanda, Jawa, Madura, dan Hokkian. Pada 1926 dikenai sembilan delik pers, sehingga mendekam selama 10 bulan di penjara Kalisosok, Surabaya dan penjara Cipinang, Jakarta.
Pada pertengahan 1947 Kota Malang terjadi bumi hangus. Kwee melaporkan kejadian itu dengan cermat hingga mewartakan tragedi Mergosono. Kwee meninggal usia 74 tahun pada akhir Mei 1974.
EKO WIDIANTO