TEMPO.CO, Jakarta - Sudah sepekan, Balai Konservasi Borobudur membatasi kunjungan pada teras lantai 9 dan 10 Candi Borobudur untuk kunjungan umum. Langkah tersebut diambil sampai batas waktu yang tidak ditentukan, untuk langkah pemeliharaan.
Menurut Yudi Suhartono, Kepala Seksi Konservasi Balai Konservasi Borobudur, terdapat beberapa perilaku pengunjung yang kurang mendukung pelestarian Borobudur. Beberapa perilaku di antaranya gesekan alas kaki pengunjung dan pasir yang terbawa kaki. Gesekan sandal atau sepatu itu, dapat mengakibatkan keausan lantai tangga dan selasar candi.
Berdasarkan kajian, analisa keausan lantai batu Candi Borobudur, ada kenaikan laju keausan sebesar 0,3 cm setelah tahun 2003. Laju keausan saat itu 1,5 cm, artinya saat ini laju keausan mencapai 1,8 cm.
Selain itu, terjadi sejumlah kegiatan vandalisme seperti duduk-duduk atau memanjat dinding. Bahkan memanjar pagar langkan candi atau stupa, coret-coret, menggeser, mencungkil, membuang sampah sembarangan, menempelkan permen karet pada batuan candi, merokok dan mematikan rokok dengan ditekankan pada batuan, serta menyelipkannya pada nat batuan candi, melompat-lompat di atas stupa atau langkan candi, hingga menyentuh dan bersandar pada relief candi. Perilaku tersebut turut membahayakan kelestarian batu-batu candi.
“Oleh karena itu, Balai Konservasi Borobudur berencana membatasi kunjungan ke Candi Borobudur hanya sampai pada lantai 8. Sedangkan lantai 9 dan 10 ditutup untuk kunjungan umum, sunrise maupun sunset. Kebijakan ini dimulai pada tanggal 13 Februari 2020,” katanya.
Pembatasan kunjungan pada struktur Candi Borobudur lantai 9 dan 10, dilakukan dalam rangka monitoring struktur stupa teras dan stupa induk Candi Borobudur. Balai Konservasi Borobudur selaku UPT di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan,Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan pihak yang bertanggung jawab sebagai site manager Candi Borobudur sebagai Warisan Dunia
Borobudur merupakan cagar budaya yang menyandang status sebagai Warisan Dunia dipantau oleh UNESCO agar tetap terjaga nilai penting/statemen OUV-nya. Pemantauan atau monitoring dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu monitoring periodik dan monitoring reaktif.
Pengunjung di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu 1 Juni 2019. Membludaknya pengunjung dan prilaku negatif pengunjung membuat beberapa bagian candi mengalami keausan.TEMPO/Mustafa Ismail
Monitoring periodik dilaksanakan secara rutin 6 tahun sekali yang akan dievaluasi oleh Badan Penasehat (Advisory Body) dan dibahas pada sidang komite warisan dunia (World Heritage Committee). Sementara itu, monitoring reaktif dilaksanakan pada situs yang terindikasi adanya permasalahan yang dapat mengancam OUV situs, keadaannya terganggu atau terancam.