TEMPO.CO, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta bersiap menggelar prosesi Tingalan Jumenengan Dalem atau peringatan kenaikan tahta Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X ke 31.
Sultan HB X naik tahta pada Selasa Wage, 7 Maret 1989 atau 29 Rejeb. Berbagai agenda pun disiapkan oleh Keraton. Mulai upacara adat hingga berbagai acara lain untuk menyemarakkan peringatan tersebut.
Salah satu perhelatan yang menarik berupa pameran selama sebulan penuh, di Pagelaran Keraton Yogyakarta mulai 7 Maret hingga 5 April 2020.
Pameran itu bakal menarik karena mengangkat busana dan peradaban di Keraton Yogyakarta, bertajuk Mangayubagya Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan tema besar Abalakuswa.
Panitia yang juga Penghageng Tepas Tandha Yekti Keraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu mengungkapkam, selama satu bulan penuh itu berbagai busana Keraton dari waktu ke waktu dipamerkan kepada masyarakat dan wisatawan.
"Busana kebesaran yang dikenakan Sultan HB X saat Jumenengan tahun 1989 lalu, juga akan dikeluarkan dalam pameran itu, agar masyarakat bisa melihat dari dekat," ujar Hayu Sabtu 15 Februari 2020.
Selain itu dalam pameran itu pengunjung juga bisa melihat dari dekat, berbagai busana kebesaran Sultan dan peruntukkannya di masa lampau. Seperti busana untuk menemui tamu kenegaraan hingga berbagai busana ageman raja raja terdahulu.
"Busana menjadi hal tak terpisahkan karena sebagai simbol seperti pekerjaan, profesi. Terlebih dahulu Keraton merupakan sebuah negara,” ujar Hayu.
Pameran busana dalam peringatan Jumenengan Dalem ini tak bisa dilepaskan pula dari konteks kesejarahan masa lalu.
Perkembangan motif di Yogyakarta justru tidak bersumber dari Keraton. Setiap bangsawan membentuk pola kainnya sesuai dengan strata sosialnya guna membangun identitas.
Fenomena ini lantas melahirkan pelbagai pola batik, yang justru banyak lahir dari dalem-dalem Pangeran. Tidak hanya keraton, tetapi para pangeran yang mardika pada wilayah kekuasaannya, turut memberi warna pada peradaban busana di Yogyakarta.
Bahkan, sifat busana yang begitu personal bagi pemakainya sehingga sukar untuk diwariskan. Dengan demikian, melalui busana menjadi cermin kisah peradaban dari suatu pemerintahan. Narasi inilah yang menjadi motor dalam kegiatan pameran tersebut.
Tajuk Abalakuswo dalam pameran ini serupa dengan tema simposium internasional yang digelar sebagai satu rangkaian pameran busana itu.
Menariknya, saat resepsi pembukaan pameran, pengunjung Keraton bakal dihibur dengan gelaran Wayang Wong Golek Menak yang mengusung lakon Jayengrana Jumeneng Nata persembahan divisi kesenian Keraton,
Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridhomardowo.
Naskah pertunjukan pementasan ini berasal dari British Library, yang bentuk digitalnya telah diserahkan kepada keraton Yogya tahun lalu. Pertunjukan akan dilaksanakan pada Sabtu, 7 Maret 2020, di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran.
Panitia kegiatan yang juga putri bungsu Sultan, GKR Bendara menuturkan secara tradisional, peringatan Tingalan Jumenengan Dalem Sultan HB X terdiri atas rangkaian beberapa kegiatan seperti Ngebluk, Ngapem, Sugengan, dan Labuhan.
Dalam perhitungan Kalender Jawa, tahun ini Sri Sultan Hamengkubuwono X genap bertakhta selama 32 tahun, pada tanggal 29 Rejeb Tahun Wawu 1953 atau bertepatan dengan 24 Maret 2020.
"Tahun ini sangat istimewa karena akan menjadi siklus windu ke-4 peringatan Tingalan Jumenengan Dalem," ujarnya.
GKR Hayu (kiri) dan GKR Bendara (kanan). TEMPO/Pribadi Wicaksono
Sehingga perhitungan hari dan tahun peringatan akan tepat terjadi pada Hari Selasa Wage pada Tahun Wawu. Peristiwa ini disebut juga dengan istilah Tumbuk Ageng.
Di samping kegiatan rutin yang bersifat tradisional, setiap tangggal 7 Maret juga digelar beberapa kegiatan peringatan penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono X berdasarkan perhitungan Kalender Masehi.
PRIBADI WICAKSONO