Rencananya, kereta gantung itu berangkat dari di kawasan taman hutan rakyat (Tahura) di Karang Sidemen, Kabupaten Lombok Tengah, menuju titik akhir di Plawangan Barat atau bibir danau Segara Anak -- di dalam kawasan hutan lindung KPH Rinjani Barat.
Menurut Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Dedy Asriady, pembangunan jalur kereta gantung ini di luar kawasan TNGR, "Ya kawasan kereta gantung di dalam wilayah KPH Rinjani Barat dan Tahura," kata Dedy Asriady kepada TEMPO, Selasa 28 Januari 2020 pagi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB Madani Mukarom, kepada TEMPO juga menjelaskan, pihak PT ILR sudah memperoleh persetujuan untuk melakukan berbagai kajian lingkungan, sosial dan ekonomi. Misalnya kajian kesesuaian ruang, amdal, feasibility study, detail enginering design (DED), desain tapak, rencana pengelolaan jangka panjang dan lainnya.
Madani Mukarom menyebutkan, jika hendak mendaki dari tempat pemberhentian
kereta gantung menuju Danau Segara Anak sekitar lima kilometer atau waktu tempuh pendakian perjalanan kaki sekitar 3 - 4 jam. ''Wisatawan yang berminat [mengendarai kereta gantung] bisa melanjutkan pendakian ke danau dan camping,'' ujarnya.
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah sudah bertemu dengan calon investor tersebut di kantornya, pertengahan Januari 2020 lalu. Ia mengatakan senang menerima investor yang berecana membangun kereta gantung di Rinjani. "Mudah-mudahan rencana ini bisa segera jadi nyata. 'Sehingga yang tidak kuat mendaki bisa menikmati keelokan Rinjani dari atas,” ucapnya.
Pro dan Kontra
Namun wacana pembangunan kereta gantung itu, ditolak Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup NTB, Murdani. Ia berpendapat Gunung Rinjani merupakan sumber kehihupan masyarakat Pulau Lombok yang harus terus dijaga kelestarian alammnya.
"Kondisi saat ini saja sedang mengalami kerusakan yang sangat pasrah karena perambahan hutan, illegal loging, alih fungsi lahan yang setiap tahun mengakibatkan banjir bandang dan kekeringan," katanya.
Proyek pembangunan kereta gantung di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) akan memberi dampak perusakan lingkungan oleh commercial facilities development, "Karena jelas akan terjadi perubahan bentang alam yang signifikan apalagi luasan areal yang akan diminta izinnya lebih dari 500 hektar," imbuhnya.
Menurutnya, kawasan Rinjani adalah kawasan adat the cultural heritage dan bahkan menjadi world heritage dan diakui sebagai kawasan UNESCO Global Geopark, yang harus dijaga nilai-nilai yang melekat padanya.
Namun salah seorang pemuka adat Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Putrie yang baru saja mengundurkan diri sebagai Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah -- di saat menjelang pensiun -- menyebutkan, masalah kereta gantung ini sudah menjadi wacana sejak nenek moyangnya Kedatuan Siledendeng yang menjadi pusat pemerintah di Lombok, ratusan tahun lalu. ''Kalau terwujud, bisa memberikan kesejahteraan dan kedamaian,'' ucap Putrie kepada TEMPO, Selasa 28 Januari 2020 pagi.
Salah satu menuju ketinggian di Table Mountain di Cape Town dengan menaiki kereta gantung. Di masa depan, kemungkinan kawasan Gunung Rinjani memiliki pula kereta gantung. (Instagram @tablemountainca)
Zaman dahulu kala, kata Putrie, setiap musyawarah kalangan kedatuan melakukannya di puncak Rinjani yang memliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut. Kepergian mereka melalui Desa Aik Berik yang ada air terjun Benang Stokel - Benang Kelambu. Di sana mereka membersihkan diri sebelum menerima simbik sertuk penyelamat oleh pemangku setempat.
Disebut oleh Lalu Putrie, lokasi yang direncanakan sebagai titik keberangkatan kereta gantung ini berada di lahan seluas 35 hektar di antara Desa Aik Berik dan Lantan di Kecamatan Batu Kliang Utara. ''Kehadiran kereta gantung ini tetap memberikan rezeki kepada wargaa dan porter tetap diperlukan pendaki alami,'' katanya.