TEMPO.CO, Jakarta - Liburan Natal dan Tahun Baru 2020 (Nataru) sempat membuat kondisi jalanan di Yogyakarta penuh sesak dijejali wisatawan berbagai daerah. Tagar Jogja macet pun sempat menjadi trending di media sosial akhir Desember 2019 lalu.
Penyebab kepadatan di Yogyakarta saat musim liburan (Nataru) itu bisa terbaca dari tingkat hunian atau okupansi penginapan di Yogyakarta, yang meningkat dua kali lipat hingga mendekati 100 persen.
"Rata rata tingkat hunian di Yogyakarta pada libur Natal dan Tahun Baru kemarin mencapai 95 persen. Ini cukup bagus," ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DI Yogyakarta Deddy Pranowo usai bertemu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Selasa 7 Januari 2020.
Bisa diperkirakan bagaimana padatnya Yogyakarta, mengingat terdapat 21.000 lebih kamar. Kamar-kamar itu disediakan 320 hotel berbintang yang totalnya ada 8.500 kamar dan 500 hotel non bintang yang totalnya memiliki sekitar 13.000-an kamar.
Lonjakan okupansi saat musim libur akhir tahun itu, ujar Deddy, menjadi berkah tersendiri karena ketika bukan masa long weekend, okupansi hotel di Yogyakarta hanya berkisar 40 persen.
Pemandangan dari kamar executive suite Hotel Grand Inna Garuda Maliboro Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
PHRI Yogya pun mencatat dari sisi okupansi sebenarnya tak terlalu beda jauh dengan capaian rata rata okupansi musim libur akhir tahun 2018 lalu. Namun yang membuat gembira pada libur akhir tahun 2019 ini karena faktor sebaran okupansinya.
"Jadi okupansi 95 persen itu hasil angka rata-rata hunian hotel di berbagai kawasan Yogyakarta, baik yang ada di pinggiran maupun pusat kota," ujar Deddy.
Deddy meminta, pelaku perhotelan, pelaku wisata dan berbagai pihak tidak lagi menggunakan istilah hotel kawasan ring 1, 2 ataupun 3 yang selama ini lebih mengacu pada jaraknya dengan kawasan Malioboro, "Karena istilah kawasan hotel ring 1,2, dan 3 itu kerap membingungkan wisatawan," ujarnya.
Dari sisi jumlah kunjungan wisatawan, PHRI Yogyakarta menilai libur akhir tahun kali ini lebih baik. Sebab diperkirakan wisatawan yang datang lebih banyak dibanding masa yang sama tahun sebelumnya. Deddy menduga lonjakan kunjungan wisatawan libur kali ini, karena semakin nyamannya infrastruktur jalan darat.
"Mungkin karena dampak pembangunan jalan tol (Trans Jawa), semakin banyak wisatawan berkunjung memakai kendaraan pribadi lewat jalur darat. Apalagi harga tiket pesawat saat liburan relatif tinggi," ujarnya.
Hanya saja konsekuensi nyamannya jalur darat dan peningkatan kendaraan pribadi itu, lantas memicu kepadatan lalu lintas dan kemacetan di Yogyakarta selama musim liburan lalu.
Deddy menilai nyamannya akses jalur darat itu pula yang mendorong wisatawan kian fleksibel. Mereka punya banyak pilihan mengatur liburannya, merencanakan destinasi pilihan juga mengkalkulasi pengeluarannya.
Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo. TEMPO/Pribadi Wicaksono
Perhitungan memakai jalur darat, menurut Deddy, karena biaya dengan menggunakan pesawat biayanya lebih mahal. Belum lagi untuk sewa kendaraan agar bisa menyambangi berbagi destinasi di Yogyakarta.
"Jadi ya saya kira hal wajar dengan kondisi pilihan itu saat musim liburan kemarin Yogya jadi padat serta sempat macet,"katanya.
PRIBADI WICAKSONO