TEMPO.CO, Sumbawa Besar - Ingin merasakan sensasi berenang atau menyelam dengan hiu paus? Datangilah Desa Labuan Jambu di Kecamatan Tarano Kabupaten Sumbawa. Waktunya adalah saat bulan gelap atau sepanjang tahun kecuali saat musim hujan.
Atraksi utama berenang di perairan Labuan Jambu memang menjumpai hiu paus, berukuran 8 - 9 meter bahkan ada yang 11 meter. Mereka berenang di sekitar bagang penjaring ikan. Lokasinya berjarak 90-an kilometer atau sekitar dua jam perjalanan dari ibu kota Kabupaten Sumbawa.
Di sana, BUMDes Labuan Jambu menyiapkan paket wisata yang diberi nama Whale Shark Tourism. Harga paketnya tergantung jumlah kelompok yang ingin melihatnya. Jika satu dua orang berbiaya cukup besar sekitar Rp 1,5 juta - Rp 3 juta per orang. Tetapi jika jumlahnya besar, biayanya bisa menjadi rendah hingga Rp 300 ribu per orang.
Menurut Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Sumbawa, Muhammad Irfan, wisata hiu paus ini dirintis beberapa tahun terakhir ini. "Nikmatilah suasana bermain. Seperti turis asing itu bila tercengang mengatakan oh my God," ujar Muhammad Irfan kepada TEMPO, Ahad 5 Januari 2020 sore.
Yacht wisatawan di dekat bagan menurunkan para wisatawan. Dok. Desa Labuan Jambu
Baca Juga:
Umumnya wisatawan mancanegara senang melihat secara langsung dan berinteraksi dengan hewan langka ini. Namun untuk menjumpai ikan pau yang mirip hiu itu, wisatawan harus membelah Teluk Santong dari Pantai Labuan Jambu selama 90 menit, menuju bagan ikan milik para nelayan.
Sesampai di bagan, para nelayan telah menyiapkan pakan berupa ebi atau ikan kecil atau udang rebon sebagai makanan hiu paus. "Jika ada ebi dan pakan di dalam bagang. Tidak terlalu sulit melihatnya," kata Irfan.
Dalam bahasa lokal, warga Sumbawa menyebut ikan hiu paus dengan sebutan pakek torok. Pakek dari kata hiu dan torok adalah tuli (tidak bisa mendengar).
Muhammad Irfan menyebutkan bahwa wisata hiu paus ini disiapkan sejak kehadiran lembaga pegiat lingkungan Conservation International (CI) Indonesia hadir di sana. Kemudian mulai ditawarkan sebagai paket wisata setelah Sumbawa menjadi penyelenggara Sail Indonesia 2018. Di antara peserta Sail Indonesia tersebut mendatangi Labuhan Jambu.
Sekretaris Desa Labuhan Jambu, Muhaidin kepada TEMPO mengakui bahwa CI Indonesia memperkenalkan potensi kehadiran hiu paus tersebut, "Padahal sejak nenek moyang kami sudah mengetahui adanya ikan tersebut," ucapnya. Namun mereka tidak mengetahui spesies dari hiu paus totol (titik titik) tersebut jinak dan dilindungi.
Untuk menemui hiu paus tersebut dilakukan mulai pukul 04.00 pagi jarak tempuh sekitar 90 menit menuju lokasi bagang. Saat ini di perairan Labuan Jambu terdapat 83 buah bagang penjaring ikan. "Untuk mengetahui ada tidak hiu paus di suatu bagang, kami telpon dulu ke pemiliknya," kata Muhaidin.
Seorang wisatawan snorkeling untuk menyaksikan dari dekat hiu paus di Teluk Saleh. Dok. Desa Labuan Jambu
Lokasi bagang di Labuan Jambu merupakan titik kumpul terbanyak dari kawanan ikan hiu paus. Kadang-kadang lima sampai 10 ekor di satu titik lokasi. Jarak bagang yang berukuran panjang dan lebarnya sekitar 23 meter berjarak masing-masing sekitar 100 meter.
Biasanya, demi kepuasan wisatawan melihat lebih dari satu ekor, diajak untuk melihat ke lokasi bagang yang lain. "Tidak pernah tidak ada hiu paus di sini," ujar Muhaidin. Hanya saja, layanan wisata hiu paus ini dberikan pada bulan bukan musim barat. Sebab, jika musim barat mulai Desember - Maret angin kencang sehingga tidak berani melaut.
Muhaidin menyatakan hasil paket wisata ini biasanya dibagi oleh BUMDes Labuan Jambu untuk kas desa dan nelayan pemilik bagang. Dari Rp 100 ribu yang diterima dari setiap wisatawan untuk kantor desa, disisihkan untuk konservasi Rp50.000, Rp 30.000 untuk pengelola ke BUMDES Labuan Jambu, dan Rp 20.000 untuk desa.
Dana konservasi disisihkan untuk nelayan jika jaring mengalami robek diberikan kompensasi Rp300.000. "Sebab jika hiunya masuk jaring, untuk mengeluarkannya harus dirobek," ucapnya.
Kehadiran wisata hiu paus di Desa Labuhan Jambu di Kabupaten Sumbawa yang pertama di Indonesia ini setelah Sail Moyo dan Tambora yang digelar tanggal 9-23 September 2018. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Conservation International (CI) Indonesia, Teluk Saleh kerap didatangi oleh hiu paus karena berasosiasi dengan bagan untuk mendapatkan masin atau ikan puri sebagai makanannya.
Selama periode September 2017 hingga Agustus 2018, jumlah hiu paus yang teridentifikasi adalah 49 ekor. Berdasarkan temuan ilmiah ini, CI Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Desa Labuhan Jambu dan masyarakat, mempersiapkan dan merencanakan pengembangan potensi wisata hiu paus yang berkelanjutan.
Wisata hiu paus adalah kegiatan rekreasi melihat hiu paus di habitatnya dengan variasi kegiatan pengamatan dari kapal, berenang/snorkeling dan menyelam bersama hiu paus. Wisata hiu paus ini merupakan wisata minat khusus yang bermuatan edukasi tentang konservasi biota laut, dan budaya masyarakat terkait hiu paus dan bagan.
Dalam rangka mendukung pelestarian hiu paus dan pengembangan wisata hiu paus yang berkelanjutan di Desa Labuhan Jambu, CI Indonesia melakukan pendampingan masyarakat, untuk meningkatkan ekonomi dan konservasi, agar berjalan secara sinergis untuk jangka panjang.
Pada pelaksanaan wisata perdana tanggal 12-13 September 2018, budaya masyarakat Bugis dan Sumbawa turut diperkenalkan melalui tur kampung pesisir, demo pembuatan makanan khas dan cinderamata, pertunjukan seni tari dan musik tradisional yang sarat pesan perlindungan hiu paus, serta kegiatan pengamatan hiu paus di bagan.
Hiu paus di Teluk Saleh selalu ada di sekitar bagan. Menurut warga Labuan Jambu, wisata untuk melihat hiu paus ada sepanjang tahun. Namun pada saat musim angin barat, nelayan tak melaut karena kondisi cuaca yang sering buruk. Dok. Desa Labuan Jambu
Senior Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw, menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari inisiatif CI Indonesia di tingkat nasional, khususnya di Sumbawa, mendukung penguatan kelola wisata hiu paus berbasis masyarakat.
Program ini merupakan bagian dari strategi besar program untuk upaya konservasi kelautan di bentang laut Sunda – Banda.
SUPRIYANTHO KHAFID