TEMPO.CO, Jakarta - Pada musim dingin 2004, seekor paus sperma yang sangat besar mengandaskan dirinya di Cape Lookout -- garis pantai North Carolina yang terkenal dengan mercusuar bermotif berlian. Bergalon-galon minyak paus yang mahal itu, mengalir keluar dari tubuhnya dan meresap ke pasir.
Tapi Keith Rittmaster, seorang surfer boy yang menjadi kurator ilmu alam, melihat sumber daya ilmiah yang bahkan lebih berharga ketimbang minyaknya dalam paus berukuran 10,2 meter itu. Ia ingin menanggalkan tulang-tulangnya dan "mengartikulasikan kembali" untuk dipajang di North Carolina Maritime Museum di Beaufort, tempat dia bekerja sejak 1992.
Baca Juga:
Sebagaimana dinukil dari Atlas Obscura, upaya pelestarian penyusunan itu memakan waktu hampir satu dekade. Ia dan para relawan dengan sabar mendokumentasikan fisiologinya, dan menguburkan bangkai ikan paus yang dinamai Echo.
Setelah dianggap cukup waktunya, mereka menggali kuburan dan mendapati tulang paus dalam kondisi yang bagus. Setelah proses pembersihan sebanyak tiga langkah, Rittmaster dapat mulai merestrukturisasi kerangka.
Di mana Rittmaster dan sukarelawan lainnya bekerja? Ia menggarapnya di sebuah gudang yang dijuluki "Bonehenge."
Para sukarelawan bekerja atas kecintaan mereka terhadap paus. Dok. Megan Dohm/Atlas Obscura
Akhirnya, pada 2012, Echo — tampak seperti ikan paus lagi — pindah ke rumah barunya di Museum Maritim North Carolina. Di dalam museum, Echo dipajang digantung di langit-langit, seolah memandang rendah pengunjung, ketika mereka mengelilingi koleksi hubungan antara paus dan manusia di North Carolina. Padahal 150 tahun yang lalu, North Carolina adalah pusat perburuan paus, dan beberapa warga memburu hampir semua yang bersirip.
Perburuan itu kini berakhir, dan perairan North Carolina menjadi rendevu paus-paus dari seluruh dunia. Para ilmuwan telah mendokumentasikan 34 spesies cetacea — paus dan lumba-lumba — yang berenang di lepas pantai North Carolina, lebih dari di negara bagian mana pun.
Untuk Rittmaster, kisah berlanjut setelah menggarap Echo. Dia menemukan dirinya berkumpul di sekitar meja dapur dengan sekelompok sukarelawan, melakukan brainstorming di sebuah fasilitas baru, yang lebih lengkap dibanding Bonehenge.
Mereka ingin membuat ruang untuk mempelajari cetacea dan sekaligus bisa menerima kunjungan publik, untuk mendapatkan informasi tentang ikan paus.
Sekitar enam bulan kemudian, Bonehenge baru hampir selesai. Bukan lagi gudang dengan banyak tiang, namun sebuah bangunan dua lantai yang terbuka yang dibanjiri cahaya alami.
Bonehenge mendedikasikan diri untuk konservasi dan edukasi mengenai paus. Dok. Megan Dohm/Atlas Obscura
Tulang-tulang paus humpback menumpuk di langit-langit, sementara spesimen lainnya bersandar pada sistem katrol atau tampak berenang menggantung pada kabel baja melintasi langit-langit gedung.
“Setiap hewan ini memiliki kisah — bukan hanya binatang, tetapi juga kisah manusia,” kata Rittmaster, sembari menunjuk ke arah tulang belulang paus.
Di Bonehenge yang baru, kerangka paus diberi cerita, mulai dari penemunya, siapa yang merespon laporannya, hingga mengapa paus itu bisa terdampar di pantai. Dan tentu, informasi mengenai spesies dan hubungannya dengan konservasi paus. Data yang komplit itu memberi edukasi kepada para pengunjung.
Seni dan ilmu artikulasi paus – seperti yang dilakukan Rittmaster -- berasal dari tahun 1800-an. Dua abad lalu, saat perburuan paus meluas untuk memburu minyak dan dagingnya, bangkai paus dipajang di depan umum dan dijadikan tur wisata. Bangkai mereka dibiarkan membusuk selama berbulan-bulan.
Pada akhir abad ke-19, kerangka ikan paus menjadi bahan pokok museum sejarah alam, tetapi segelintir spesialis yang mengumpulkannya memiliki beragam metode, dan mereka tidak selalu mencatat seluk-beluk karya kerajinan mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, bidang ini telah mengalami semacam kebangkitan, melalui karya spesialis seperti Rittmaster dan Lee Post, seorang artikulator yang berbasis di Alaska yang menyebut dirinya The Boneman.
Para sukarelawan bergabung karena popularitasKeith Rittmaster dalam menangani tulang paus. Dok. Megan Dohm/Atlas Obscura
Lantas dari mana Rittmaster menghidupi Bonehenge? Sebagai sebuah lembaga privat nirlaba, Bonehenge disokong dengan sumbangan-sumbangan. Mengenai SDM, Rittmaster sudah menjadi legenda sebagai master yang piawai menyusuh kembali kerangka paus. Jadi, relawan pun berdatangan, dari mahasiswa, dosen, hingga peneliti.
Mereka bahkan membuat seminar-seminar mengenai paus di Bonehenge. Dari hibah, sumbangan, dan kerja sama dengan museum, Bonehenge terus bertahan. Bertandang ke Bonehenge, jauh dari kesan laboratorium steril, tetapi dibangun dengan keramahan dalam pikiran untuk berdiskusi tentang ikan paus.