TEMPO.CO, Jakarta - Tim Pengabdian Masyarakat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (Pengmas FIB UI), yang terdiri Prapto Yuwono, Dwi Kristianto, Tony Doludea dan didukung mahasiswa Dewi Dian Lestari dan Trisnani Jati Winahyu menjalankan serangkaian program, untuk membangun branding desa Tumang Cepogo sebagai pusat kerajinan logam di Indonesia.
Mereka berharap program itu mampu menjadikan Tumang, sebagai sentra kerajinan logam sekaligus destinasi wisata bagi para turis domestik maupun internasional. Pasalnya, tak kurang dari 60 persen produksi kriya logam produksi desa itu, diekspor untuk pasar Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Australia, dan sejumlah negara Asia serta Eropa.
Sementara data Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, pada tahun 2017 menunjukkan sebanyak 53 persen produk kerajinan tembaga dan kuningan dari Cepogo, Boyolali diekspor ke Perancis, Australia, Malaysia, dan Amerika Serikat. Selebihnya dijual ke pasar lokal seperti ke Jakarta, Surabaya, Bali, Yogyakarta, Bandung, dan Semarang. Angka tersebut menunjukkan bahwa hasil produksi Tumang berhasil menembus pasar internasional dan memiliki daya saing unggul.
Lebih lanjut, Anggota Tim Pengmas Dwi Kristianto menuturkan, persaingan dalam era industri 4.0 menjadikan ancaman tersendiri terhadap daya saing dari produk kriya yang dihasilkan. Di sisi lain ancaman terhadap regenerasi pengrajin sendiri juga tidak berjalan dengan baik.
Hasil karya seni tembaga dan kuningan dari Desa Tumang. Dok. FIB UI
“Meskipun masih banyak generasi muda yang mau menjadi pengrajin, tetapi jika didasarkan pada kebutuhan sumber daya manusianya, masih jauh dari mencukupi,” ujar Dwi.
Identitas juga menjadi persoalan mendesak yang perlu mendapatkan perhatian, “Karena meskipun saat ini produk kriya tembaga di Tumang sudah menembus pasar global, persoalan branding masih menjadi pertanyaan yang harus segera dijawab karena berkaitan dengan identitas dan jati diri serta nilai-nilai filosofi dan budaya masyarakat Tumang sendiri,” imbuh Dwi.
Agar tidak melewatkan kesempatan emas tersebut, tim Pengmas FIB UI menggagas rangkaian program untuk memperkenalkan Desa Tumang Cepogo, kepada masyarakat dengan turut mendampingi dalam pagelaran event di Paragon Mall Solo pada tanggal 9-10 November 2019. Mereka juga menyusun masterplan desa wisata, di mana Tumang sudah ditetapkan sebagai wisata kerajinan dan pendidikan.
Mereka juga menyusun sejarah desa sebagai landasan membangun branding desa dalam bentuk buku berjudul: “Melacak Jejak Peradaban Tumang: Sebuah Langkah Merumuskan Konsep Branding Kriya Logam dari Tumang", yang akan dirilis pada Desember 2019.
Kepala Desa Tumang Mawardi berharap dengan adanya pendampingan dari UI, dapat segera menjawab berbagai persoalan yang dihadapi masyarakatnya agar tampak arah pembangunan desa. Tumang merupakan sebuah Dusun di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
“Dusun ini sudah ribuan tahun mengembangkan kerajinan logam, khususnya Tembaga dan Kuningan yang dilakukan secara turun-temurun dan diwariskan lintas generasi. Pasang surut produk kriya kerajinan logam ini menjadikan Tumang sebagai salah satu pusat kerajinan logam yang tertua di Indonesia,” ujar Mawardi.
Launching Desa Tumang sebagai desa wisata dan sentra kriya logam nasional. Dok. FIB UI
Upaya tim Pengmas FIB UI diharapkan dapat mengenalkan daerah ini sebagai daerah penghasil kerajinan tembaga dan kuningan, yang dapat meningkatkan nilai tambah Desa Tumang. Juga meningkatkan pendapatan dari sektor lain khususnya pariwisata baik kepada para turis dalam maupun luar negeri.