TEMPO.CO, Jakarta - Aroma rempah-rempah pekat menusuk hidung, menyebar dari dapur. Sebagian pengunjung bersin-bersin karena kuatnya bumbu-bumbu itu. Gulai tempoyak ikan patin dan pindang, kuliner andalan Jambi sedang dimasak di dapur Pak Haji Ubaidillah.
Di warung itu terdapat banyak ikan segar khas Sungai Batanghari yang bisa menjadi pilihan santapan pengunjung. Selain patin, ada baung, toman, gabus, sengarat, nila, keramba. Warung menyediakan badan, kepala dan ekor ikan, tergantung selera pemesan. "Semua ikan datang dari Sungai Batanghari. Segar, sehat, dan kaya omega-3," kata pemilik warung, Ubaidillah, Rabu, 20 November 2019.
Kelebihan terbesar ikan adalah kandungan asam lemak omega-3 yang dibutuhkan manusia. Omega-3 sangat baik buat fungsi otak dan mencegah peradangan serta penyakit jantung. Berdasarkan sejumlah penelitian, pada ikan patin, omega-3 terdapat pada bagian kepala dan perut.
Gulai tempoyak ikan patin menggunakan bumbu berupa buah durian yang difermentasi yang dicampur dengan serai, cabai, kunyit, dan garam. Gulai tempoyak terasa asam. Pemilik warung menyebutkan rahasia gulai ikan patin tidak amis kuncinya menggunakan kunyit.
Hidangan pindang ikan patin khas Jambi. TEMPO/Shinta Maharani
Selain gulai ikan patin, kuliner yang tak kalah nikmatnya adalah pindang patin. Sajian ini menggunakan bumbu, di antaranya kunyit, serai, lengkuas, daun salam, cabai rawit, dan cabai merah. Pindang ikan patin dihidangkan di wadah dengan nyala api kecil.
Ubadillah mengatakan per hari warungnya rata-rata memasak 30 ikan dari Sungai Batanghari. Harga sajian ikan bervariasi. Gulai tempoyak badan ikan patin per porsi harganya Rp50.000, pindang ikan patin badan Rp45.000-60.000, dan pindang ikan baung Rp35.000-40.000.
Kuatnya campuran bumbu juga bisa ditemukan pada brengkes ikan patin. Brengkes ini mirip pepes ikan. Semua hidangan tadi disajikan dengan sambal mangga muda. Jenis mangganya di Jawa dikenal dengan kweni. Sayur daun pepaya muda, kemangi, dan mentimun menjadi lalapan.
Warung milik Ubaidillah berdiri sejak 2015, tak jauh dari Bandara Sultan Thaha Jambi. Dari bandara hanya perlu waktu tempuh lima menit dan pengunjung bisa menikmati kesegaran ikan Sungai Batanghari.
Warga Jambi, Achmad Riki mengatakan kuliner khas masyarakat Jambi itu menjadi sajian dalam keseharian masyarakat Jambi dan acara adat, seperti pesta pernikahan. Masakan jenis itu juga ditemukan dalam tradisi behidang, yakni makan bersama secara beramai-ramai.
Behidang tradisi makan bersama khas Jambi. TEMPO/Shinta Maharani
Behidang mirip dengan tradisi kembulan di Jawa, makan dengan cara duduk lesehan dan semua sajiannya dihidangkan di atas daun pisang. Hanya saja, bedanya behidang disajikan di atas nampan. "Behidang dengan sajian kuliner khas Jambi banyak bertahan di kampung-kampung Jambi," kata Riki.
SHINTA MAHARANI