TEMPO.CO, Jakarta - Adanya beragam sosial media dan prilaku unik milenial, mendorong hadirnya penyedia jasa wisata independen. Tapi, mempromosikan pariwisata kepada milenial tak bisa sembarangan. Ada beberapa kiat yang perlu diperhatikan, meski terkesan sepele karena media sosial sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.
"Promosi di media sosial harus memperhatikan umur," kata Nurina, pemberi pelatihan Gapura Digital, saat berbagi kiat dalam acara Tour Guide 4.0 yang diadakan K@Lima Tour Guide Club di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Senin, 18 November 2019.
Ia mencontohkan, bila usia mempengaruhi cara menggunakan media sosial. "Kalau destinasi wisata untuk milenial, tapi mempromosikannya di Facebook. Itu enggak tepat," ujarnya
Nurina menjelaskan, berdasarkan riset diketahui Facebook cenderung diminati umur 40 tahun ke atas. Padahal, menurut dia, generasi Z dan milenial, kalangan usia 18 tahun hingga 34 tahun, semakin jarang bermain Facebook, "Penyedia wisata kreatif sebaiknya memahami milenial banyak bermain Instagram," katanya.
Ayana Jihye Moon, selebgram Korea Selatan 1/Instagram
Menurut Nurina, kalangan milenial lebih suka mencari informasi dalam Instagram karena konten. "Instagram itu lebih penuh warna untuk umur-umur itu (milenial dan generasi Z). Milenial menyukai Instagram salah satunya karena punya Instastory," tuturnya.
Saat memperkenalkan destinasi melalui media sosial perlu juga menyampaikan seberapa besar biaya atau anggarannya. Namun, Nurina mengingatkan agar tarif yang ditawarkan mengacu pada peluang. "Soal bujet itu, saran saya jangan kaku. Lihat potensinya supaya bisa menyambung lagi," kata Kepala Unit Studi Kewirausahaan Universitas Persada Indonesia Y.A.I itu.