Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Saraswati Putri Merekonstruksi Tari Mistik Shangyang Dedari

Reporter

Editor

Ludhy Cahyana

image-gnews
Tari Sanghyang Dedari yang dipentaskan pada 2006. Foto: Casey Yancey/Flickr.com
Tari Sanghyang Dedari yang dipentaskan pada 2006. Foto: Casey Yancey/Flickr.com
Iklan

TEMPO.CO, Karangasem - Dosen Filsafat Universitas Indonesia (UI) Saraswati Putri, semasa kanak-kanak, ia selalu teringat kisah dari neneknya: tentang bidadari bernama Dewi Sri yang turun ke bumi.

Bidadari itu melindungi petani dari gagal panen dan serangan hama, hingga membantu menyuburkan tanah. Neneknya, juga bertutur tentang Tari Sanghyang Dedari untuk mengundang dan memuja Sang Dewi.

Cerita itu terngiang, hingga Saraswati menjadi dosen filsafat di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI). Istri gitaris Netral, Christopher Bollemeyer (Coki), itupun teringat kembali cerita neneknya saat memperoleh penugasan pengabdian masyarakat di Bali.

“Ketika itu saya memperoleh tugas dari bos saya, Pak Ali Akbar, untuk menemukan tari-tarian yang hampir hilang atau punah, saya lalu ingat Tari Sanghyang Dedari,” ujar Saras.

Pada 2015, ia pun memburu Tari Sanghyang Dedari. Namun selama tiga tahun ia tak menemukannya, bahkan saat mengunjungi Desa Bona, Gianyar, di Bali Selatan – yang kabarnya masih menarikannya – ternyata sudah tak ada lagi. 

Tari Sanghyang Dedari merupakan tari yang bersifat religius dan secara khusus berfungsi sebagai tarian penolak bala atau wabah penyakit pada pertanian. Sampai saat ini, Tari Sanghyang tidak diadakan sekadar sebagai sebuah tontonan, dan hanya dilaksanakan menjelang paneng. Namun ritualnya sudah dimulai sejak padi ditanam.

Perhelatannya pun, bukan untuk konsumsi umum. Karena Tari Sanghyang merupakan tari kerauhan (kesurupan) karena kemasukan hyang, roh, bidadari kahyangan, Sang Hyang Dedari atau Dewi Sri -- dalam versi budaya Jawa.

DR. Saraswati Putri (Kiri) menyebut Tari Sanghyang Dedari nyaris punah. Hanya di Desa Adat Geriana Kauh, Karangasem. Dulu tari ini terdapat di setiap desa adat jauh sebelum pengaruh Hindu Majapahit pada abad pertengahan masuk ke Bali. Foto: Ucha Julistian/Istimewa

“Akhirnya saya melapor ke atasan, dan menyimpulkan tarian itu punah, “Kami pikir tari itu benar-benar sudah. Punah dalam hal ini dikaitkan dengan tradaisi pertanian yang turut punah. Sebab, Tari Sanghyang dilakukan dalam ritual waktu panen, sementara pertanian pun sudah jarang di sana," ungkapnya.

Secercah harapan tiba-tiba datang. Tari ritual ini masih dipentaskan di Desa Adat Geriana Kauh, Duda Utara, Kecamatan Selat, Karangasem Bali, dan dipastikan sebagai satu-satunya yang masih ada. Saras pun mengusulkan agar FIB UI mengambil langkah-langkah penyelamatan. Sebelum membentuk sebuah museum, hal-hal yang terkait dengan Tari Sanghyang Dedari harus diarsipkan atau direkam dalam catatan yang terstruktur.

Menurut Saras, dari hasil penelitiannya, tarian ini telah ada sejak abad ke-8 jauh sebelum Hindu Majapahit masuk ke Bali. Dalam tarian ini selalu ada tiga unsur, “Dalam tarian ritual ini harus ada asap atau api, gending sanghyang dan penari,” ujar Kepala Desa Adat Geriana Kauh, Nyoman Subratha.

Semua hal, mulai dari persiapan sampai pada prosesi dan hal yang terkait di dalamnya harus didokumentasikan, “Dari budaya tutur itu, saya harus mencatat. Termasuk syair dalam gending, kesalahan lafal bisa menjadikan Sanghyang Dedari tak merasuki penari. Sehingga komunikasi antara Dewi Sri dan warga tak mungkin terjadi,” ujar Sara, di sela-sela pembukaan Museum Sanghyang Dedari Giri Amertha, Selasa (12/11) di Desa Geriana Kauh, Karangasem.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


61 Tahun Lalu Erupsi Gunung Agung Tewaskan Lebih Seribu Orang, Abu Vulkaniknya Sampai Greenland

12 hari lalu

Asap dan abu vulkanis menyembur dari kawah Gunung Agung pascaletusan freatik kedua, terpantau dari Desa Culik, Karangasem, Bali, 26 November 2017. ANTARA FOTO
61 Tahun Lalu Erupsi Gunung Agung Tewaskan Lebih Seribu Orang, Abu Vulkaniknya Sampai Greenland

Erupsi Gunung Agung di Bali menewaskan ribuan nyawa dan abu vulkaniknya sampai ke Greenland pada 16 Maret 1963. Ini kilas balik bencana alam itu.


11 Tari Bali yang Populer Beserta Makna dan Sejarahnya

18 November 2023

Puluhan seniman tampil dalam pementasan Tari Kecak di Daya Tarik Wisata (DTW) Uluwatu, Badung, Bali, Selasa 21 September 2021. Atraksi wisata tari kecak tersebut kembali dipentaskan perdana pada Selasa (21/9) dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan membatasi jumlah penonton 50 persen dari kapasitas serta untuk mempromosikan daya tarik pariwisata di Bali. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
11 Tari Bali yang Populer Beserta Makna dan Sejarahnya

Tari Bali dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu tari wali, tari bebali, dan tari balih-balihan.


Gunung Agung: Gunung Sakral di Bali yang Menarik untuk Dikunjungi

19 Maret 2023

Wisatawan menyaksikan matahari terbit pertama tahun 2021 di Desa Pinggan, Kintamani, Bangli, Bali, Jumat 1 Januari 2020. Kawasan wisata alam dengan pemandangan Gunung Agung, Gunung Batur dan Gunung Abang tersebut menjadi salah satu lokasi di Pulau Dewata yang dikunjungi wisatawan untuk menyaksikan matahari terbit pertama tahun 2021. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Gunung Agung: Gunung Sakral di Bali yang Menarik untuk Dikunjungi

Gunung Agung di Bali memiliki beberapa objek wisata yang dapat dikunjungi saat musim liburan nanti.


Apa Pengertian Gunung Erupsi dan Adakah Perbedaan dengan Gunung Meletus?

17 Maret 2023

Ilustrasi Gunung Meletus.
Apa Pengertian Gunung Erupsi dan Adakah Perbedaan dengan Gunung Meletus?

Istilah gunung erupsi dan gunung meletus tak asing bagi masyarakat Indonesia. Namun, adakah perbedaan di antara keduanya?


Sejarah Letusan Gunung Agung dan Karakteristik Letusannya

17 Maret 2023

Kawah Gunung Agung menyemburkan lahar di Karangasem, Pulau Bali, 29 Juni 2018. (AP Photo)
Sejarah Letusan Gunung Agung dan Karakteristik Letusannya

Sejak tahun 1800, terdapat empat kali letusan Gunung Agung Bali selain letusan tahun 1963. Letusan terbaru adalah tahun 2017 hingga 2018.


Letusan Dahsyat Gunung Agung 60 Tahun Lalu, Ribuan Orang Meninggal Dunia

17 Maret 2023

Seorang warga setempat menggunakan teropong untuk menyaksikan Gunung Agung meletus di dekat Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, 28 November 2017. REUTERS
Letusan Dahsyat Gunung Agung 60 Tahun Lalu, Ribuan Orang Meninggal Dunia

Tepat pada 17 Maret 1963, Gunung Agung di Bali meletus dahsyat.


Fakta-Fakta Gunung Semeru Meletus: Status Awas hingga 2.000-an Warga Mengungsi

7 Desember 2022

Anggota TNI melihat jalur aliran lahar dan Awan Panas Guguran (APG) Gunung Semeru di Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, Lumajang, Jawa Timur, Senin, 5 Desember 2022. Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengimbau kepada masyarakat agar mewaspadai potensi perluasan awan panas guguran akibat meningkatnya aktivitas vulkanis Gunung Semeru yang kini berstatus Level IV (Awas). ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Fakta-Fakta Gunung Semeru Meletus: Status Awas hingga 2.000-an Warga Mengungsi

Masyarakat diimbau untuk tak beraktivitas di radius 5 kilometer dari puncak Semeru. Sedikitnya 2.000 warga mengungsi.


Tradisi Nyorog Betawi Menyambut Bulan Ramadan

31 Maret 2022

Rumah adat Betawi merupakan lambang multikultural, yang merupakan perpaduan berbagai etnik di Jakarta. TEMPO/Bram Setiawan
Tradisi Nyorog Betawi Menyambut Bulan Ramadan

Tradisi nyorog sudah ada sejak dulu. Orang Betawi zaman dahulu menjadikan tradisi nyorog sebagai pengingat untuk memasuki bulan Ramadan.


Hari ini, 59 Tahun Lalu Erupsi Gunung Agung Menewaskan Ribuan Orang

16 Maret 2022

Seorang turis asal Rusia berpose saat seorang temannya memoto dirinya dengan latar Gunung Agung yang tengah bererupsi di Kabupaten Karangasem, Bali, 30 November 2017. REUTERS
Hari ini, 59 Tahun Lalu Erupsi Gunung Agung Menewaskan Ribuan Orang

Salah satu erupsi Gunung Agung terdahsyat pada 16-17 Maret 1963. Ribuan orang tewas akibat awan panas.


Melihat Ritual Langka Tari Sanghyang Dedari dari Balik Museum

13 November 2019

Patung bocah perempuan yang memperagakan gerakan Tari Sanghyang Dedari berada di tengah Museum Sanghyang Dedari Giri Amertha. TEMPO/Ludhy Cahyana
Melihat Ritual Langka Tari Sanghyang Dedari dari Balik Museum

Museum Sanghyang Dedari Giri Amertha menjadi ruang untuk melestarikan Tari Sanghyang Dedari yang nyaris punah.