TEMPO.CO, Jakarta - Pada tahun 2050, kombinasi stres tingkat global dan lokal mengancam hampir semua terumbu karang yang ada di dunia. Tanpa adanya upaya untuk meminimalkan hal tersebut, persentase terumbu karang yang terancam di seluruh dunia akan meningkat menjadi 90 persen pada tahun 2030 dan mendekati 100 persen pada tahun 2050.
Laju kerusakan yang cepat serta proses pemulihan yang lambat merupakan masalah yang dihadapi umat manusia saat ini. Lautan membutuhkan solusi yang lebih cepat dengan tindakan berkelanjutan.
Baca Juga:
Hal tersebut mengemuka dalam Archipelagic & Island States Startup & Business Summit 2019 yang dilaksanakan di Manado, Sulawesi Utara, Indonesia pada tanggal 30 Oktober – 1 November 2019. AIS Forum terdiri dari 46 negara, sementara negara yang hadir dalam pertemuan itu sebanyak 21 Negara Kepulauan dan Negara Pulau.
Biorock Indonesia berpartisipasi sebagai pembicara, fasilitator, dan pengisi acara sampingan berupa workshop ekowisata bahari. Biorock meyakini ekowisata masyarakat pesisir adalah salah satu industri, dengan pertumbuhan tercepat.
Ekowisata bisa menjadi pengganda paling signifikan dalam menciptakan peluang kerja, ekonomi, infrastruktur, dan juga lingkungan. Di banyak tempat, ekowisata bahari menciptakan dampak besar, baik terhadap degradasi maupun pemulihan lingkungan.
Dalam pertemuan itu, dibahas perluasan ekowisata bahari sebagai jalan menuju masa depan yang berkelanjutan, dengan distribusi sumber daya dan tanggung jawab yang adil melalui kemitraan damai dan pengejaran ekonomi biru, serta kerangka kerja pembangunan terkait.
Pantai di Pulau Gangga selama Proyek Pemantauan pada tahun 2018. Pasir telah dipulihkan ke pantai berkat Sistem Perlindungan Pantai menggunakan Teknologi Biorock. Foto: Beginer Subhan
Thomas J.F. Goreau, co-inventor Biorock Teknologi dan Penasihat Ilmiah Biorock Indonesia, membawakan topik Masa Depan Ekowisata Bahari. Tom, begitu sapaan akrabnya, menghabiskan masa kecilnya di beberapa negara Pasifik dan melihat secara langsung terumbu karang terdegradasi secara cepat dalam 60 tahun terakhir.
Dia juga menyaksikan bahwa begitu banyak upaya restorasi terumbu karang, namun hal itu tidak berguna karena laju degradasi lebih cepat dari proses pemulihan dan tekanan pada kualitas air semakin besar seiring berjalanya waktu, "Regenerasi ekosistem laut kita yang sekarat akan menjadi lebih kritis di tahun-tahun mendatang, dan tanpanya, tidak akan pernah ada ekonomi biru," kata Tom.
Biorock memiliki pemikiran, pemantauan laut dan ekonomi biru harus melibatkan teknologi kecerdasan buatan. Hal tersebut dipaparkan Direktur Eksekutif Biorock Indonesia, Prawita Tasya Karissa, saat pleno bertema AI dan Teknologi untuk Ekonomi Biru. Menurut Prawita, volume data yang dihasilkan secara global berlipat ganda setiap dua tahun. Informasi tersebut mengalir dari berbagai platform digital, termasuk pemantauan terkait laut dan pengembangan ekonomi biru.
Untuk mengatasi masalah analisis data yang berlimpah terkait kegiatan ekonomi biru, pelaku konservasi dan pemberdaya masyarakat pesisir membutuhkan kecerdasan buatan (AI) yang dioperasikan sebagai alat analisis. AI dapat membantu dalam pengelolaan dan perampingan industri kelautan. AI dapat terus menerus diadaptasi untuk pemantauan dan pengelolaan industri kelautan yang efektif, termasuk pengembangan ekowisata bahari yang bertanggung jawab di seluruh dunia.
“Teknologi dan Kecerdasan Buatan telah secara dramatis mengubah cara kita berkomunikasi, makan, dan hidup. Kita juga harus menggunakan teknologi dan kecerdasan buatan untuk memulihkan lautan secara dramatis dan mempromosikan ekonomi biru” ujar Tasya sembari.
Thomas J.F. Goreau, PhD menunjukkan hasil restorasi laut secara inovatif menggunakan Teknologi Biorock yang dapat membantu meningkatkan Ekonomi Biru dan sudah terbukti selama hampir 20 tahun di Indonesia. Dok. Biorock Indonesia
Biorock Indonesia juga mengadakan workshop dengan tema Ekowisata Bahari Berkelanjutan sebagai bagian dari acara sampingan di AIS SBS 2019. Mahasiswa dari Universitas Sam Ratulangi menghadiri acara tersebut, untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan kesadaran tentang Restorasi Ekosistem Laut dan Ekonomi Biru.
Prawita Tasya Karissa, Direktur Eksekutif Biorock Indonesia, menjelaskan bagaimana teknologi perlindungan pantai berbasis Biorock telah membantu memulihkan pantai yang telah mengalami erosi di Pulau Gangga, Sulawesi Utara hanya dalam beberapa bulan setelah setelah pertama kali diterapkan.
Hal ini dapat diadaptasi di daerah lain yang menghadapi erosi pantai dan degradasi karang. Tentu dengan melibatkan masyarakat setempat dan resort tepi pantai untuk memulihkan dan melindungi lingkungan laut secara aktif.