Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ini Dia Rupa Harta Tak Ternilai Keraton Yogyakarta

image-gnews
Pengunjung menyaksikan sejumlah koleksi karya era pendiri Keraton Yogya Sri Sultan HB I di Pameran Sekaten yang digelar di Keraton Yogya 1-9 November 2019. Tempo/Pribadi Wicaksono
Pengunjung menyaksikan sejumlah koleksi karya era pendiri Keraton Yogya Sri Sultan HB I di Pameran Sekaten yang digelar di Keraton Yogya 1-9 November 2019. Tempo/Pribadi Wicaksono
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Ingin mengetahui sejarah Keraton Yogyakarta, datanglaj ke Pameran Sekaten. Ratusan koleksi dan karya kuno yang berkait dengan pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Yogyakarta dipajang dalam pameran itu.

Benda-benda bersejarah milik Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792) dapat disaksikan dari dekat lewat Pameran Sekaten, yang berlangsung 1 – 9 November 2019 di Kompleks Sitihinggil Keraton Yogyakarta.

Dalam pameran yang mengangkat tema Sri Sultan Hamengku Buwono I: Menghadang Gelombang, Menantang Zaman itu, sejumlah koleksi era Hamengkubuwono atau HB I menarik disimak. Selain karena usianya yang sudah amat tua, juga dari sisi estetika serta keunikannya.
 
Sultan HB I, selain dikenal sebagai arsitek andal yang membangun tata kota kerajaan, juga dikenal sebagai seniman mumpuni. Misalnya, pada masa pembangunan Keraton Yogyakarta, Sultan HB I turut membangun Besalen, yaitu tempat para pande besi bekerja membuat senjata. Letak Besalen ini berada di Pulo Gedong, sebuah pulau buatan yang terletak di sisi timur danau Taman Sari.
 
Sri Sultan Hamengku Buwono X menyaksikan pameran keris peninggalan Hamengkubuwono I usai pembukaan Sekaten. TEMPO/Pribadi Wicaksono
 
Beberapa keris pusaka yang dibuat pada masa pemerintahan Sri Sultan HB I yang turut dipamerkan di Pameran Sekaten, antara lain yang terkenal adalah Kanjeng Kyahi Ageng Gajah Gumanglar, Kanjeng Kyahi Nagarangkung, dan Kanjeng Kyahi Suralasem.
 
Tak hanya itu, Sultan HB I pun memiliki keterampilan mumpuni menatah wayang. Sejumlah wayang buatan Sultan HB I dipamerkan berderet di ruang pamer Sekaten itu.
 
Salah satu wayang yang termasyur dan tampak eksklusif hasil buatan Sultan HB I yakni Kanjeng Kyai Jayaningrum. Tokoh wayang kulit Arjuna yang ditempatkan dalam satu kotak kayu khusus itu, merupakan wayang yang ditatah sendiri Sultan HB I selama memerintah Keraton Yogyakarta. Wujudnya pun amat sempurna sebagai wayang dan tampak terawat baik.
 
Wayang itu menjadi bukti kuat karya seni pada masa awal Mataram Yogyakarta telah tumbuh subur. Selain itu, lewat pameran itu pengunjung bisa juga melihat langsung Kanjeng Kyai Tandhu Lawak, yang merupakan tandu tertua di Keraton Yogyakarta.
 
Tandu itu digunakan sebagai kendaraan pribadi Sultan HB I saat usia kian senja, kala beraktivitas di luar keraton pasca era tahun 1790-an.
 
Tandu berbahan kayu jati itu kerap mengantarkan sang Sultan di masa lampau menuju Kagungan Dalem Masjid Gedhe untuk melaksanakan ibadah salat.
 
 
Tandu tertua di Keraton Yogya, Kanjeng Kyai Tandhu Lawak, yang kerap dipakai Sultan HB I semasa hidup. Tempo/Pribadi Wicaksono
 
 
Di masa operasionalnya, tandu yang dipamerkan perdana untuk publik itu, diusung delapan abdi dalem. Empat abdi mengangkat tandu bagian depan dan empat abdi di bagian belakang lalu diikuti abdi dalem yang membawa payung dan sapu.
 
Tak hanya itu, lewat pameran ini pun ada sejumlah manuskrip tentang Sultan HB I yang amat bersejarah dan monumental.
 
Misalnya saja manuskrip Babad Ngayogyakarta. Babad Ngayogyakarta ditulis pada 1817 atau saat pemerintahan Sultan HB IV atau setelah 25 tahun wafatnya Sultan HB I.
 
Manuskrip yang terdiri dari seribuan halaman ini mengisahkan bagaimana Sultan HB I memerintah pada kurun waktu 1755-1792, juga peristiwa jatuhnya Keraton Yogyakarta ke tangan Inggris pada 1812 atau saat peristiwa Geger Sepehi atau Perang Sepoy.
 
Tak kalah menariknya Naskah Perjanjian Giyanti yang menjadi dokumen tonggak berdirinya Keraton Yogyakarta juga dipamerkan. Naskah ini mengisahkan awal pembagian Kerajaan Mataram menjadi dua yakni Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
 
Pameran Sekaten ini menjadi bagian dari rangkaian tradisi Sekaten dalam menyambut Maulid Nabi atau hari lahir Nabi Muhammad.
 
Ketua Panitia Pameran Sekaten 2019, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu saat membuka pameran pada Jumat petang 1 November 2019 lalu, mengatakan tahun ini kisah Pangeran Mangkubumi mendominasi ruang koleksi dan seni dalam rangka memeriahkan acara Garebeg Mulud.
 
Hal ini dilakukan sebagai upaya menjahit memori kolektif dari perjuangan Pangeran Mangkubumi setelah 20 dasawarsa silam. “Melalui pameran ini, secara spesifik masyarakat diajak untuk menafsirkan sejarah Pangeran Mangkubumi melalu beberapa karya budaya,” ujar GKR Hayu.
 
Sejumlah manuskrip kuno turut dipamerkan di Pameran Sekaten yang mengusung tema Sri Sultan HB I di Keraton Yogya, 1-9 November 2019. Tempo/Pribadi Wicaksono
 
Pameran Sekaten ini berlangsung hingga Sabtu (9/11) dengan jam buka setiap harinya pukul 09.00-22.00. Tiket masuk sebesar Rp5.000, yang dapat diperoleh di loket penjualan tiket yang berada di sebelah utara Bangsal Pagelaran. 
 
Selain koleksi, Pameran Sekaten ini juga terdiri dari berbagai pertunjukan seni, workshop, pelatihan seni, diskusi film, hingga lomba karawitan tingkat SD dan SMP di DIY.
 
PRIBADI WICAKSONO
 
 
 

 

 
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

6 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

8 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

17 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

37 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

38 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

38 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

53 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.


Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

12 Februari 2024

Serah terima uborampe atau sesaji mengawali Tradisi Labuhan Merapi di Kecamatan Cangkringan Sleman Minggu (11/2). Dok. Istimewa
Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

Upacara adat yang digelar Keraton Yogyakarta ini merupakan tradisi ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan alam


Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

11 Februari 2024

Wisatawan berkunjung di kawasan Taman Sari, Yogyakarta, Minggu 25 Desember 2022. Kawasan Taman Sari yang dulunya sebagai tempat peristirahatan bagi Raja Keraton Yogyakarta tersebut ramai dikunjungi wisatawan saat libur Natal 2022. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyasyah
Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

Dua abad lalu, Keraton Yogyakarta pernah dijarah tentara Inggris, tapi keraton tidak hancur dan mash bertahan sampai saat ini.


Momen Alam Ganjar Bareng Cucu Sultan HB X Berwisata Keliling Keraton Yogyakarta

7 Februari 2024

Putra capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo, Alam Ganjar menyambangi Keraton Yogyakarta Selasa 6 Februari 2024. TEMPO| Pribadi Wicaksono.
Momen Alam Ganjar Bareng Cucu Sultan HB X Berwisata Keliling Keraton Yogyakarta

Alam Ganjar menuturkan lawatan ke Keraton Yogyakarta ini menjadi kunjungannya kembali setelah sekian lama tak menyambanginya.