TEMPO.CO, Jakarta - Qantas menguji coba rute terjauhnya, dari New York ke Sydney nonstop. Penerbangan ini meneliti kondisi awak dan penumpang, sehingga didapatkan data yang memadai untuk program penerbangan jarak jauh.
Penerbangan komersial tanpa jeda pertama dari New York menuju Sydney, akhirnya mendarat di Sydney, setelah menempuh perjalanan selama 19 jam 16 menit. Pesawat Wantas mendarat di Sydney pada 20 Oktober. Penumpang dan awak kabin yang terlibat mencapai 49 orang. Mereka mengikuti sejumlah eksperimen untuk menilai tingkat kesehatan dan kesejahteraan mereka selama perjalanan.
Data dari eksperimen ini nantinya digunakan untuk menentukan rotasi kerja awak kabin dan meningkatkan pelayanan pada penerbangan jarak jauh Qantas di masa depan - termasuk Project Sunrise.
Uji coba meliputi pemantauan gelombang otak, kadar melatonin dan kewaspadaan pilot, hingga kelas-kelas olahraga bagi para penumpang. Selain menguji kru, Qantas juga menguji kondisi penumpang dalam penerbangan jarak jauh.
Untuk penumpang, pengujian meliputi penerangan kabin dan penyajian makanan disesuaikan untuk mengurangi jet lag. Menu-menu makanan dihidangkan sesuai masukan dari para pakar dan peneliti medis, yang telah bermitra dengan Qantas.
Saat mendarat di Sydney, Qantas Group CEO Alan Joyce berkata, ”Ini adalah salah satu penerbangan pertama bersejarah dalam dunia aviasi. Saya berharap, penerbangan ini dapat menjadi ‘cuplikan’ dari layanan reguler di masa mendatang yang dapat mempercepat perjalanan setiap orang dari satu sisi dunia ke sisi yang lain,” ujar Joyce.
Menurut Joyce, Qantas memahami penerbangan jarak jauh memberikan tantangan tersendiri, "Namun perkembangan teknologi memungkinkan kita untuk terbang lebih jauh. Riset yang kami lakukan diharapkan dapat menjadi landasan berbagai strategi untuk meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan kru dan penumpang seiring berjalannya waktu," imbuhnya.
Jpyce memaparkan penerbangan malam biasanya diawali dengan makan malam dan pengurangan cahaya. Untuk penerbangan kali ini, Qantas mengawalinya dengan makan siang dan membiarkan lampu tetap menyala selama enam jam pertama. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan waktu di tempat tujuan. Dengan demikian, Qantas telah langsung mengurangi efek jetlag.
Kapten Qantas Sean Golding, yang memimpin empat pilot yang mengoperasikan penerbangan langsung ini mengatakan, penerbangan berjalan sangat lancar. Seiring berlalunya malam, angin sakal sempat menguat dan melambatkan perjalanan.
"Namun, ini sudah menjadi bagian dari skenario yang kami antisipasi. Kendati lamanya jangka waktu kami mengudara, kami tetap mampu mengoptimalkan jalur perjalanan untuk beradaptasi dengan cara yang terbaik terhadap segala kondisi," ujarnya.
Uji coba meliputi pemantauan gelombang otak, kadar melatonin dan kewaspadaan pilot, hingga kelas-kelas olahraga bagi para penumpang. Selain menguji kru, Qantas juga menguji kondisi penumpang dalam penerbangan jarak jauh. Foto: Qantas
Saat melintasi berbagai wilayah udara, banyak pengendali lalu lintas udara yang menaruh perhatian pada penerbangan unik ini. "Kami juga mendapat ucapan selamat lepas landas dan selamat datang istimewa dari menara kontrol New York dan Sydney. Ini tidak kita dapatkan setiap hari," imbuh Golding.
“Secara umum, kami sangat puas dengan hasil penerbangan ini. Kami juga gembira bisa mendapatkan berbagai data yang kami butuhkan untuk menjadikan penerbangan ini sebagai sebuah layanan reguler,” kata Kapten Golding.
Dua penerbangan percobaan lain telah dijadwalkan sebagai bagian dari evaluasi Project Sunrise, yakni penerbangan London ke Sydney di bulan November dan satu lagi penerbangan New York ke Sydney di bulan Desember. Emisi dari seluruh penerbangan uji coba ini akan sepenuhnya di-offset.
Sementara itu, keputusan terkait Project Sunrise diharapkan dapat dicapai pada akhir tahun depan.