TEMPO.CO, Jakarta - Hari museum nasional diperingati saban 12 Oktober. Inilah saatnya masyarakat mengingat kembali fungsi museum. Apalagi Indonesia memiliki ratusan museum, namun tak banyak mendulang wisata museum.
Hari museum nasional menjadi pengingat, museum bukan sekadar gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan sejarah, seni, dan ilmu; tempat menyimpan barang kuno -- sebagaimana pengertian museum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Menurut sejarawan JJ Riza, museum adalah puncak peradaban, “Kalau mau tahu apa itu prestasi pergilah ke museum. Sebab di museum disimpan artefak atau benda-benda yang merupakan puncak-puncak pencapaian peradaban dari masa lalu,” ujar JJ Riza.
Museum bukan hanya tempat prestasi tertinggi pencapaian suatu bangsa atau negara, bahkan museum juga menyimpan artefak titik nadir atau kejatuhan di asa lalu. Ia menambahkan, bahwa sejarah bercerita melalui aneka artefak itu sehingga masyarakat bisa belajar.
Museum ini menyimpan sejarah batik di Jawa. Pengunjung juga bisa belajar membatik. Foto: Museum Danar Hadi
“Masyarakat bisa menarik inspirasi sekaligus menimbang membandingkan apa yang dibangun hari ini sudah cukup bisa disebut berprestasi, apa juga telah menjadi generasi yang lebih baik dari generasi lalu karena belajar dari kesuksesan sekaligus kegagalannya?,” ujarnya.
JJ Reza berpendapat museum seharusnya merespon kecenderungan masyarakat yang semakin banyak ingin tinggal di kota. Mereka inilah yang harus dipikat untuk berwisata ke museum. “Sayang museum kita banyak yang tidak bagus atau siap menyambut gelombang ini, terutama terkait bagaimana membangun narasi dari artefaknya,” imbuh JJ Riza.
Ia mengingatkan, destinasi wisata termasuk museum, jangan hanya berorientasi kepada jumlah pengunjung, namun nilai dari kunjungan tersebut. Soal menarik pengunjung, menurut JJ Riza sangat mudah. Museum bisa disulap menjadi lokasi yang instagramable.
“Namun pesan sesungguhnya adalah museum memiliki fungsi sebagai ruang edukasi prestasi, yaitu bagaimana museum menyiapkan narasi, sehingga bukan hanya urusan gambar saja terutama sekali cerita, sebab dari sana ada nilai makna yang bisa dibagi,” papar JJ Riza.
Seorang pengunjung wanita berpose saat mengunjungi museum Instagram "Smile Safari" yang baru dibuka di Brussels, Belgia 4 Oktober 2019. REUTERS/Yves Herman
Museum, menurutnya, harus masuk dalam konsep yang sedang tren, yaitu "storynomic", bagaimana pariwisata yang berbasiskan cerita. Jadi bukan investasi di bidang infrastruktur saja, tapi bagaimana mengemas wisata dengan berbasiskan narasi.