TEMPO.CO, Jakarta - April 2019 lalu, MacKenzie Fegan wartawan yang sedang melancong – sebagaimana dinukil dari CNN Travel -- terkejut dan bingung ketika dia naik pesawat JetBlue dari Amerika Serikat ke Meksiko, tanpa menyerahkan paspornya, atau dokumen perjalanan.
"Ada barikade plastik di bagian depan setiap jalur, saya melihat ke kanan, dan pintu gerbang terbuka," katanya kepada CNN Travel. "Aku seperti, 'Apa, yang baru saja terjadi?' Tidak ada pemindaian boarding pass, tidak ada yang seperti itu. "
Dengan masih terheran-heran, dengan proses bandara yang ia alami, Sebelum dia duduk di kursi pesawatnya, Fegan, langsung bertanya kepada JetBlue melalui media sosial. Sekitar 10 menit kemudian, Fegan menerima balasan:
"Anda dapat memilih keluar dari prosedur ini, MacKenzie. Maaf jika ini membuat Anda merasa tidak nyaman," baca jawabannya.
Jawaban dari kecerdasan buatan itu, menunjukkan JetBlue telah menerapkan penggunaan data biometric, untuk mempercepat proses boarding penumpang. Tweet awal Fegan menerima lebih dari 8.500 like, memicu para penumpang menyuarakan masalah privasi. Pro dan kontra pun muncul mengenai privasi di bandara di seluruh dunia.
Teknologi biometrik menggambarkan teknologi yang menggunakan karakteristik fisiologis Anda - pikirkan, cap jempol iPhone yang memungkinkan Anda menggunakan Apple Pay atau membuka kunci ponsel Anda tanpa kata sandi. Contoh lain termasuk pengenalan retina mata, sidik jari dan pengenalan wajah.
Data biometrik dicocokkan dengan data tiket, sehingga penumpang tak perlu check ini atau melewati imigrasi. Foto: CNN Travel
Raoul Cooper, Senior Manajer Desain Digital British Airways (BA), bahwa sensor biometric telah diterapkan di Bandara Heathrow London - telah menggunakan pengenalan wajah pada wisatawan domestik selama sekitar delapan atau sembilan tahun. Di Terminal 5 dan Terminal 2, wisatawan internasional dan wisatawan domestik bercampur di lounge keberangkatan.