Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Berpetualang di Bukit Lawang Amati Orangutan

image-gnews
Suasana Bukit Lawang, kota kecil di pintu masuk Taman Nasional Gunung Leuser. Bukit Lawang berada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. TEMPO/Abdi Purmono
Suasana Bukit Lawang, kota kecil di pintu masuk Taman Nasional Gunung Leuser. Bukit Lawang berada di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. TEMPO/Abdi Purmono
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Kegiatan wisata alam dan kehidupan liar atau wildlife tourism belum begitu populer di Indonesia walau destinasinya sudah cukup banyak. Dalam industri pariwisata, wisata alam untuk mengamati kehidupan hewan liar, disebut pula wisata kebutuhan khusus (special interest).

Secara umum, kegiatan wisata jenis ini lebih disukai warga negara asing ketimbang orang Indonesia. Untuk jenis wildlife tourism, kegiatannya yang populer, antara lain, melihat komodo (Varanus komodoensis) dan orangutan. 
 
Destinasi wildlife tourism umumnya berupa taman nasional. Sejatinya Indonesia memiliki modal besar untuk mengembangkan wildlife tourismPasalnya, negeri ini memiliki 54 taman nasional.
 
Salah satu yang terpopuler ialah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), taman nasional seluas 1.094.692 hektare, dengan batas kawasan sepanjang 850 kilometer. Sekitar 80 persen wilayah TNGL berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan sisanya di Provinsi Sumatera Utara. 
 
Seekor induk mawas atau orangutan Sumatera (Pongo abelii) bernama Wati sedang mencari makanan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di sisi Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. TEMPO/Abdi Purmono
 
Kawasan TNGL jadi satu-satunya taman nasional di Indonesia yang dihuni empat satwa liar endemik, yang sangat terancam punah, yakni orangutan atau mawas sumatera (Pongo abelii), gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), dan harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae). 
 
Lembaga konservasi dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) memasukkan keempat satwa ke dalam daftar merah atau IUCN Red List dengan kategori critically endangered alias sangat terancam punah. Keempatnya juga masuk daftar Apendiks I Konvensi Perdagangan Internasional untuk Tumbuhan dan Satwa Liar (Convention on International Trade in Endangered Species/CITES).
 
Pintu masuk utama kawasan TNGL yang paling populer dan hampir selalu ramai dikunjungi wisatawan ialah Desa Bukit Lawang, salah satu desa utama penyangga TNGL yang berada di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. TEMPO tiga kali mengunjungi desa seluas 3.200 hektare itu. 
 
Bukit Lawang berada 68 kilometer sebelah barat laut Kota Binjai, kota terbesar dan terpadat kedua di Sumatera Utara setelah Kota Medan. Antara Bukit Lawang dan pusat Kota Medan (Kantor Pos Besar) terpisah jarak sekitar 90 kilometer. 
 
Menurut Muhammad Ilham alias Iboh, salah satu pemandu wisata dari Sumatra Green Life Adventure, Bukit Lawang menjadi destinasi andalan TNGL dan Sumatera Utara sejak lama, bahkan jauh sebelum ia lahir 26 tahun silam. 
 
Bukit Lawang terkenal sejak awal dekade 1970 berkat keberadaan pusat rehabilitasi orangutan jinak seluas 200 hektare dan panorama belantara hujan tropis. Orangutan yang direhabilitasi merupakan hasil sitaan dari masyarakat untuk dilepasliarkan kembali ke alam. Orangutan yang dilepasliarkan itu, tergolong semi-liar. Pusat rehabilitasi orangutan ini tidak lagi beroperasi sejak 2017. 
Wisatawan menyukai tubbing di sepanjang Sungai Bohorok, yang airnya beriak. TEMPO/Abdi Purmono
 
“Berdasarkan pengalaman selama jadi tour guide, saya tahu hampir 100 persen turis asing ke Bukit Lawang pasti ingin lihat orangutan karena orangutan hanya ada di Indonesia, yakni di Sumatera dan Kalimantan,” kata Iboh kepada TEMPO, Rabu, 9 Oktober 2019. 
 
Beragam kegiatan bisa dilaksanakan pengunjung. Banyak pelaku wisata di Bukit Lawang yang menawarkan paket telusur rimba atau jungle trekking dan mengarungi jeram Sungai Bahorok dengan ban (tubbing) dan bot karet. 
 
Biasanya, kedua kegiatan tersebut dijadikan satu paket. Dalam jungle trekking, pemandu mengajak wisatawan menyusuri trek orangutan. Tentu saja wisatawan bisa menjumpai beragam jenis tumbuhan dan satwa. Selain orangutan, primata yang gampang dijumpai adalah kedih (Presbystis thomasi), monyet endemik Pulau Sumatera yang populasi terbanyak ada di dalam kawasan TNGL. 
 
Menurut Frans Ginting, rekan Iboh, paket melihat orangutan lebih diminati wisatawan asing. Selain karena sangat peduli konservasi, umumnya mereka mampu membayar paket tersebut. Turis mancanegara yang mengunjungi Bukit Lawang didominasi warga negara Jerman, disusul Belanda, Swiss, Prancis, Australia, Spanyol, Amerika Serikat, dan Inggris.
 
Sedangkan mayoritas wisatawan domestik lebih suka bersenang-senang di tepian Sungai Bahorok untuk berfoto-foto maupun makan-makan, serta mandi-mandi.
 
Harga paket yang ditawarkan pelaku wisata di Bukit Lawang tidak seragam. Tapi umumnya harga yang dipatok beda-beda tipis dan wisatawan masih bisa menawarnya. Harga paket sudah termasuk izin masuk kawasan konservasi (Simaksi) TNGL.
 
Harga paket jungle trekking, misalnya, berbeda menurut durasi perjalan dan jumlah orang. Durasi waktu yang ditawarkan antara lain 3 jam, 6 jam, dan 12 jam. Semakin lama durasi dan banyak orangnya, maka semakin mahal ongkosnya. 
 
“Umumnya paket orangutan trek tiga jam yang paling banyak dipilih oleh wisatawan yang tidak punya waktu banyak dan ingin menghemat bujet,” kata Frans.
 
Untuk wisatawan domestik, paket tiga jam rata-rata dipatok antara Rp250.000 -300.000 per orang. Minimal tiga orang dalam satu rombongan yang dipandu seorang pramuwisata. Rombongan beranggotakan lebih dari 10 orang mendapat diskon harga antara Rp 75 ribu sampai Rp 150 ribu per orang. 
 
Sedangkan turis asing dikenai tarif 45 euro per orang untuk durasi enam jam, dengan satu rombongan minimal berisi tiga orang. Paket yang ditawarkan ke mereka umumnya memang paket enam jam karena mereka lebih suka menjelajahi hutan lebih jauh dan lama. 
 
Wisatawan asing lebih suka mengamati orangutan dan menyusuri hutan. Mereka juga gemar mengamati kehidupan warga setempat. TEMPO/Abdi Purmono
Selain jungle trekking, wisatawan bisa menikmati air terjun, menjelajah gua, berkemah, menyaksikan atraksi budaya masyarakat setempat (Melayu, Karo, Jawa, dan Batak), serta menikmati kuliner khas lokal. 
 
Di Bukit Lawang tersedia para pemandu wisata yang tergabung dalam Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) dan pondok-pondok penginapan. Sekitar 35 penginapan dimiliki orang asing yang menikah dengan warga asli Bukit Lawang, sehingga tak heran turis luar negeri yang paling banyak menginap di sana. Harga inap biasanya sudah disatupaketkan dengan kegiatan telusur rimba. ABDI PURMONO
 
 
 
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Cerita Menpora Dito Ariotedjo Bertemu Si Alang, Orang Utan Penghuni Bukit Lawang

29 Mei 2023

Seekor induk mawas atau orangutan Sumatera (Pongo abelii) bernama Wati sedang mencari makanan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di sisi Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. TEMPO/Abdi Purmono
Cerita Menpora Dito Ariotedjo Bertemu Si Alang, Orang Utan Penghuni Bukit Lawang

Menpora Dito Ariotedjo datamg ke Bukit Lawang salah satunya memang ingin melihat orang utan.


Di Sela Acara Bukit Lawang Orangutan Trail, Menpora Dito Bicara soal Jalan Rusak ke Lokasi

28 Mei 2023

Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah bersama Menpora Dito Ariotedjo menjadi peserta BLOT 2023 di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumut. Foto: istimewa
Di Sela Acara Bukit Lawang Orangutan Trail, Menpora Dito Bicara soal Jalan Rusak ke Lokasi

Di sela Bukit Lawang Orangutan Trail, Menpora Dito Ariotedjo menyinggung soal jalan rusak dan bolong-bolong menuju Bukit Lawang.


Bukit Lawang Jungle Trail Run 2022, Event Wisata dan Olahraga Berbasis Budaya

21 April 2022

Seekor induk mawas atau orangutan Sumatera (Pongo abelii) bernama Wati sedang mencari makanan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di sisi Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. TEMPO/Abdi Purmono
Bukit Lawang Jungle Trail Run 2022, Event Wisata dan Olahraga Berbasis Budaya

Event Bukit Lawang Jungle Trail Run 2022 diharapkan dapat memulihkan sektor pariwisata dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.


Cerita Sandiaga Uno Bertemu Orang Utan Saat Naik ke Bukit Lawang

16 April 2022

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno saat berkunjung ke Bukit Lawang Kabupaten Langkat Sumatera Utara dan berpapasan dengan orang utan. Dok. Kemenparekraf
Cerita Sandiaga Uno Bertemu Orang Utan Saat Naik ke Bukit Lawang

Menurut Menparekraf Sandiaga Uno, kemunculan orang utan yang diperkirakan berusia sekitar 20 tahun itu seolah untuk menyambut ia dan rombongan.


Mau ke Bukit Lawang Sumatera Utara, Harus Siap Hadapi Jalan Rusak di Kuala

2 Januari 2022

Rusaknya, sejak jalan di Jembatan Selampe, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat/Tempo-Mitra Tarigan
Mau ke Bukit Lawang Sumatera Utara, Harus Siap Hadapi Jalan Rusak di Kuala

Bukit Lawang salah satu lokasi yang sangat digemari turis lokal dan internasional. Sayang ada daerah jalan rusak parah yang menuju ke sana dari Binjai


Nanda Jadi Kado Hari Orangutan Sedunia di Taman Safari Prigen

19 Agustus 2020

Bayi orangutan di Taman Safari Prigen Pasuruan Jawa Timur, Rabu 19 Agustus 2020. (Antara Jatim/Taman Safari Prigen/IS)
Nanda Jadi Kado Hari Orangutan Sedunia di Taman Safari Prigen

Orangutan dimanapun berada dicemaskan terdampak pandemi Covid-19 pada manusia.


Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Darth Vader Isopod dari Indonesia

14 Juli 2020

Staf dari National University Singapore (NUS) saat pertama kali menangkap Bathynomus raksasa saat ekspedisi (South Java Deep Sea) SJADES 2018 bersama Lembnaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kredit: SJADES 2018
Top 3 Tekno Berita Hari Ini: Darth Vader Isopod dari Indonesia

Darth Vader Isopod ini ditemukan dalam survei pengambilan sampel laut dalam Ekspedisi Biodiversitas Laut Dalam Selatan Jawa.


Bayi Dibuang Orangutan Diselamatkan Warga di Kotawaringin

14 Juli 2020

Misran, warga Desa Kandan Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur, menyerahkan bayi orangutan yang ditemukannya saat memancing di Sungai Mentayan kepada Komandan Jaga BKSDA Kalteng Pos Sampit, Muriansyah, Senin 13 Juli 2020. ANTARA/HO
Bayi Dibuang Orangutan Diselamatkan Warga di Kotawaringin

Bayi orangutan berjenis kelamin jantan, usianya diperkirakan sekitar dua bulan. Kondisinya sehat.


BBKSDA Melepasliarkan Orangutan ke Taman Nasional Gunung Leuser

7 Juli 2020

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara melepasliarkan orangutan Maria ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Langkat. Kredit: ANTARA/HO-BBKSDA Sumatera Utara
BBKSDA Melepasliarkan Orangutan ke Taman Nasional Gunung Leuser

Orangutan ini diselamatkan BBKSDA pada 18 Juni 2020 di Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.


Suaka Margasatwa Lamandau Sambut Bayi Orangutan Pertama di 2020

1 Juli 2020

Bayi orangutan Pancaran bersama induknya Pauline di kawasan Camp Pelepasliaran dan Pemantauan Gemini di Suaka Margasatwa Lamandau, Kalimantan Tengah. Kredit: ANTARA/HO-KLHK
Suaka Margasatwa Lamandau Sambut Bayi Orangutan Pertama di 2020

Pancaran merupakan bayi orangutan pertama yang lahir di Suaka Margasatwa Lamandau pada tahun 2020.