TEMPO.CO, Jakarta - Setiap pagi di lembah Jerte, jauh di wilayah Extremadura yang terpencil di Spanyol, Alfonso Hernández Saguero yang berusia 40 tahun, melakukan ritual saban hari: menggembalakan kambing veratas. Tradisi menggembalakan veratas di alam liar, merupakan tradisi yang langka di negeri matador itu.
Persoalannya bukan hanya cara menggembalakan di alam liar itu saja yang nyaris hilang, kambing veratas juga kian langka. Hernández tiba sebelum fajar di sebuah kandang berbatu-batu yang ia bangun di punggung bukit. Di musim dingin, sekitar Januari, embun membekukan rumput. Tapi di dalam kandang cukup hangat berkat 200-an kambing hitam veratas bertanduk panjang, yang meringkuk tidur. Kambing veratas merupakan jenis kambing endemik di wilayah Extremadura dan terancam punah.
Hernández mengambil ember dan mulai memerah susu. Tekniknya pun unik. Ia menghampiri kambing betina menyusui yang bertengger di atas batu besar. Tanggannya langsung meraih putting kambing dan bersiap memeras. Keterampilan ini sangat langka.
Umumnya petani kambing Spanyol menggunakan meja pemerah susu -- sebuah mimbar dengan kotak pakan dan pengekang agar kambing tidak melarikan diri atau menendang. Tapi Hernández hanya berjongkok di belakang setiap kambing. Uniknya kambing itu tak rebut, apalagi menendang.
Hernadez memiliki keterampilan kuno ala penggembala zaman dulu dalam hal memerah susu kambing. Foto: Atlas Obscura/Lauren Schenkman
“Mungkin sejak lahir saya terlihat seperti kambing bagi mereka, “ canda Hernandez sebagaimana dikutip dari Atlas Obscura. Sebagian dari kambing-kambing itu menemani Hernadez sejak kanak-kanak, dan ia menggembalakan mereka sejak kecil. Kecekatan Hernandez memerah susu dan mengembalakan kambing diperoleh dari orangtuanya, yang menjadikan Hernandez penggembala kambing generasi keempat pelestari cara tradisional beternak kambing.
Setelah proses pemerahan selesai, Hernández menggiring veratas keluar dari kandang dengan peluit bernada tinggi. Kambing itu kian teratur berkat bantuan dua anjing blasteran collie, yang menggonggong penuh semangat di sampingnya. Kambing bergerak di sepanjang lereng gunung tandus, puas dengan apa yang tersedia di musim dingin.
Mereka memakan tanaman apa saja mulai dari ivy, blackberry brambles, dan cantueso, bahkan semak liar yang beraroma seperti lavender dan rosemary. Hernández santai tapi waspada, "Anda harus pergi dengan indra keenam, insting Anda sangat penting untuk membawa mereka dari satu tempat ke tempat lain," katanya, menjelaskan ke mana arah kambing selanjutnya.
Selama ribuan tahun kegiatan pastoreo extensive -- penggembalaan kambing di padang rumput liar telah menjadi andalan kehidupan pedesaan di Spanyol di Extremadura. Tercermin dari kuliner nasional Spanyol – terutama berbagai macam keju kambing Spanyol hingga cabrito panggang, domba muda panggang yang hanya muncul saat Natal.
Namun abad ke-21, menjadikan para gembala kambing tradisional seperti Hernández menjadi sama terancamnya dengan kambing-kambing veratas, bahkan di Extremadura, wilayah yang menjadikan pertanian sebagai komoditas utama. Menurut catatan pemerintah Extremadura, dari tahun 1960 hingga 2019, jumlah kambing yang dibesarkan di Lembah Jerte turun dari 26.000 menjadi 3.000.
Hernandez menyebut menggembala kambing di ngarai yang luas, membutuhkan naluri yang kuat, untuk membawa kambing-kambing ke wilayah yang banyak tanaman segar. Foto: Atlas Obscura/Lauren Schenkman