TEMPO.CO, Jakarta - Pecinta kopi dan seni, bergegaslah ke Pantai Senggigi. Pasalnya, sejak 19 September lalu, Pemerintah Kabupaten Lombok Barat menyelenggarakan Festival Pesona Senggigi 2019 yang berlangsung di tepi pantai Senggigi.
Acara yang bertema Coffee and Art, festival ini akan berlangsung selama empat hari hingga Ahad 22 September 2019 mendatang. Dari temanya, sudah tergambar jelas, nakal banyak kopi asli Nusa Tenggara Barat yang ditawarkan ke publik. Tentu, sembari melihat pertunjukan seni, ngopi pun kian nikmat.
Coffee and Art mengandung makna bahwa hampir semua orang suka kopi dan juga kesenian. Atraksinya diisi aktivitas yang berhubungan dengan kopi dan seni. Beberapa di antaranya Latte Art Competition, talkshow tentang coffee and lifestyle bersama Gilang Ramadhana dan Prawoto Indarto. Perhelatan itu juga menampilkan atraksi kesenian melage pembayun Sasak, gendang beleq, tari oncer manok belage, tari nandak betawi, dan permainan adu ketangkasan peresean.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat, Ispan Junaidi, kopi adalah teman saat sendiri atau ramai-ramai, ''Kopi tidak punya perasaan, karena kalau dia punya perasaan, akan memilih orang yang meminumnya,” kata Ispan mengutip kata-kata seorang penulis.
Kopi arabika Sembalun yang ditanam di kaki Gunung Rinjani di Sembalun Lawang dan Sembalun Bumbung, Pulau Lombok. Tempo/Rita Nariswari
Ispan Juanidi menyebutkan pula bahwa kata pesona dalam kegiatan festival kali ini, juga berarti adanya berbagai kegiatan pesan, eksibisi, olahraga, dan atraksi.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid menyebutkan, daerahnya juga menyelenggarakan kegiatan selain Festival Pesona Senggigi, yaitu Senggigi Sunset Jazz pada 3 November, Tradisi Perang Topat pada 6 Desember 2019. ''Dalam Senggigi Sunset Jazz, akan ada kejutan siapa saja yang akan hadir,'' ucapnya.
Sebagai penutup tahun, Perang Topat di Pura Lingsar merupakan potret kebhinekaan yang ada di Lombok Barat, Lombok, dan Nusa Tenggara Barat. Bisa menjadi contoh bagi daerah lain bahwa pluralisme itu adalah sunnatullah, hukum alam, ''Yang harus kita jaga bahkan kembangkan,” katanya. Perang Topat adalah tradisi saling lempar ketupat di antara umat Hindu dan Islam di desa Lingsar menyambut turunnya hujan.
Fauzan Khalid juga mengatakan, Lombok Barat juga menjadi tuan rumah International Sekotong Marathon. Perhelatan sport tourism ini nantinya melintasi Sekotong yang memiliki pemandangan luar biasa.
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkiflimansyah yang hadir dalam perhelatan itu, menegaskan berbagai perhelatan di NTB merupakan pesan mengenai kebangkitan pariwisata Lombok setelah bencana gempa yang terjadi setahun lalu.
Zulkiflimansyah kemudia berkisah mengenai seekor rusa dan harimau di Asia. Setiap hari, seekor rusa bangun dan sadar bahwa dia harus berlari lebih cepat dari harimau atau dia akan terbunuh. Pada saat yang sama, lanjutnya, sang harimau bangun dan sadar bahwa dia harus mampu berlari lebih kencang dari seekor rusa paling lambat atau dia akan kelaparan.
Festival Pesona Senggigi 2019 juga memberi pesan kepada dunia, bahwa pariwisata Lombok telah bangkit. Foto: Dok. Humas Pemkab Lombok Barat
“Tidak masalah apakah Anda harimau atau rusa, saat matahari muncul, kita lebih baik berlari,” ujarnya menggambarkan ajakan untuk hidup yang bersemangat apapun masalah yang menimpa.
Zulkieflimansyah merasa bersyukur menggeliatnya wisata Senggigi. Dari data yang dipegangnya, sejak dibukanya penerbangan langsung Air Asia dari Perth Australia ke Lombok 9 Juni yang lalu, jumlah turis Australia yang datang melonjak lebih 400 persen. Bisa dibayangkan, lanjutnya, kalau ada direct flight Sydney-Lombok, Melbourne-Lombok, maka Senggigi dan Lombok Barat akan makin banyak dikunjungi.
SUPRIYANTHO KHAFID