TEMPO.CO, Jakarta - Tingginya angka kecelakaan di perlintasan kereta api, mendorong PT Kereta Api Indonesia (KAI) memberikan sosialisasi kehati-hatian di lintasan kereta api kepada masyarakat. Sebab di perlintasan sebidang yang memotong jalanan sering terjadi kecelakaan.
“Selama ini perlintasan sebidang merupakan salah satu titik terjadinya kecelakaan. Melihat fakta tersebut, Daop (Daerah Operasi) 6 Yogyakarta bersama instansi-instansi terkait melakukan sosialisasi di perlintasan sebidang,” kata Eko Budiyanto, Manager Humas PT KAI Daerah Operasional 6 Yogyakarta, Senin, 16 September 2019.
Daop 6 Yogyakarta mencatat terdapat 445 perlintasan aktif. Dari sejumlah perlintasan tersebut ada sebanyak 120 perlintasan dijaga, adapun perlintasan yang tidak dijaga sebanyak 240 perlintasan. 58 lainnya merupakan perlintasan tidak resmi. Sedangkan perlintasan tidak sebidang baik berupa flyover maupun underpass berjumlah 27.
Ia menyatakan, salah satu tingginya angka kecelakaan pada perlintasan diakibatkan karena kurangnya kesadaran pengguna jalan raya. Tidak sedikit para pengendara yang menerobos perlintasan meskipun sudah ada peringatan, melalui sejumlah rambu yang terdapat pada perlintasan resmi.
Eko menambahkan, KAI dan instansi lain yang terkait melakukan sosialisasi di perlintasan sebidang JPL 349 Jl. Timoho, JPL 352 Jl. Lempuyangan, dan JPL 347 Jl. HOS Cokro Aminoto Yogyakarta. Untuk wilayah Surakarta dilakukan sosialisasi di perlintasan sebidang JPL 116 Jl. Letjen S Parman, JPL 99 Jl. Slamet Riyadi, dan JPL 94 Jl. RM Said Surakarta.
Instansi yang terkait yang digandeng melakukan sosialisasi adalah kepolisian, Dinas Perhubungan serta pemerintah daerah. Tak hanya imbauan untuk mematuhi aturan di perlintasan sebidang, di lokasi tersebut pihak kepolisian juga melakukan penegakan hukum, Selasa, 17 September 2019.
“Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesadaran masyarakat untuk mentaati aturan lalu lintas di perlintasan sebidang semakin meningkat. Sebab, pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang tidak saja merugikan pengendara jalan tetapi juga perjalanan kereta api,” kata Eko.
Menurut Eko Purwanto Kepala Daerah Operasi 6, perlintasan sebidang merupakan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan raya yang dibuat sebidang. Perlintasan sebidang muncul karena meningkatnya mobilitas masyarakat dalam menggunakan kendaraan yang melintas atau berpotongan langsung dengan jalan kereta api.
“Tingginya mobilitas masyarakat dan meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas memicu timbulnya permasalahan yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang,” kata dia.
Sesuai Undang Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 94, menyatakan untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup. Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pengendara motor menunggu KRL melintas di perlintasan kereta api tanpa palang pintu di kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2019. Perlintasan tanpa dilengkapi palang pintu ini dapat membahayakan pengguna jalan. ANTARA/Galih Pradipta
Sesuai Undang Undang nomor 22 Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyatakan “Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain; Mendahulukan kereta api, dan; Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.”
MUH SYAIFULLAH