TEMPO.CO, Mataram - Pagelaran Teater Wayang Botol yang dimainkan oleh anak-anak Sekolah Pedalangan Wayang Sasak dan Sanggar Anak Semesta menutup The 6th Asia Pacific Geoparks Networks Symposium 2019, Jum'at 6 September 2019 petang.
Acara penutupan itu berlangsung di Ball Room Hotel Lombok Raya, para bocah itu memainkan teater bertajuk "Kisah Penyelamatan Pohon Terakhir di Bumi" karya sutradara Pikong-Latif yang merupakan pasangan suami istri wartawan di Mataram. Lakon itu bercerita tentang perjuangan dua kelompok pasukan semut, yaitu semut hitam dan semut merah, menyelamatkan pohon terakhir.
Mereka mengenakan kostum warna merah dan hitam, serta dilengkapi aksesori balon karet sehingga menyerupai bentuk semut dan juga menggunakan botol plastik bekas mineral membentuk pohon.
Dalam kisah di negeri yang subur dan kaya raya, dua kelompok pasukan semut merah dan hitam ini hidup berdampingan rukun dan damai. Sampai akhirnya di bumi hanya tersisa sebatang pohon; pohon kehidupan.
Pohon Kehidupan yang seharusnya mereka jaga bersama, justru menjadi sumber perpecahan. Mereka berebut untuk menguasainya. Mereka bertikai, mereka berperang, sampai akhirnya mereka lalai, ada tikus rakus yang mengincar pohon kehidupan.
Pementasan teater yang berlangsung selama 30 menit, dalam akhir kisahnya, dua jenis semut itu menjebak tikus, dengan melibatkan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat Sitti Rohmi Djalilah, Guy Martini Chair Person of Unesco Global Geoparks Council, Nicholas Zourous - President of Global Geopark dan Jin Xiaochi - Coordinator APGN. Mereka ikut duduk di lantai panggung sambil memegang tali untuk menjerat dua tikus yang datang hendak mengambil peti jebakan di tengah.
Untuk diketahui, Wayang Botol adalah wayang alternatif, yang terbuat dari sampah botol plastik. Hadirnya Wayang botol merupakan salah satu cara Sekolah Pedalangan Wayang Sasak, melatih anak anak mengatasi sampah yang mereka produksi sendiri, sampah dari dalam kamar mereka sendiri, dari rumah sendiri. Agar tidak menjadi penyumbang sampah plastik di bumi ini.
Menurut Pikong dan Latif, mereka ingin menjadi bagian dari barisan panjang para penyelamat bumi, sebab bumi harus tetap terjaga sehat, cantik dan nyaman, ''Karena bumi adalah rumah kita," ujarnya.
Teater Wayang Botol digagas oleh Sekolah Pedalangan Wayang Sasak untuk mengedukasi masyarakat, terutama anak-anak agar bisa bertanggungjawab atas sampah yang mereka Produksi, terutama sampah plastik.
Terbuat dari botol dan gelas mineral serta beragam barang bekas, Wayang Botol mencoba menawarkan cara menyenangkan untuk kampanye tentang penyelamatan lingkungan. Anak-anak adalah sasaran utama, karena mereka diharapkan kelak Akan tumbuh menjadi manusia-manusia dewasa yang bijaksana, termasuk dalam menyelesaikan persoalan sampah.
Wayang Sasak yang dibuat dari bekas sampah plastik yang dipentaskan di SD Ampenan 47, Mataram, Lombok Barat, Jumat 16 Agustus 2019. TEMPO/Bram Setiawan
Sebagai akhir kegiatan, General Manager Geoparks Global Rinjani Chairul Mahsul membacakan 10 item deklarasi antara lain menerapkan konsep manajemen Geoparks Global UNESCO yang bertujuan untuk mempertahankan masyarakat lokal dan mengurangi risiko bencana bumi.
Mereka berbagi aspirasi untuk masa depan pembangunan berkelanjutan UNESCO Global Geoparks di kawasan Asia Pasifik dengan semangat jaringan, kolaborasi, inovasi dan kreativitas yang kuat untuk semua.
SUPRIYANTHO KHAFID