TEMPO.CO, Jakarta - Wisatawan muslim terus tumbuh. Negara-negara seperti Jepang, Hong Kong, dan Singapura serius menggarap pasar Timur Tengah dengan membuat fasilitas wisata halal atau ramah muslim.
Hal itulah yang dicoba oleh pemerintah provinsi Sumatera dengan membuat wisata halal di Danau Toba. Namun wacana tersebut menuai protes, meskipun pemerintah provinsi Sumatera Utara menegaskan, bahwa konsep wisata halal adalah menyediakan fasilitas pendukung bagi wisatawan muslim yang datang ke kawasan Danau Toba. Konsep ini bisa berjalan berdampingan tanpa saling menghilangkan atau bersaing dengan kearifan lokal.
"Sampai hari ini belum ada pelarangan mengenai babi dan lainnya. Wisata halal beda dengan wisata syariah, wisata halal hanya sekadar memberi kebutuhan bagi wisatawan, bukan menghilangkan makanya kearifan lokal tidak terganggu,” kata Kepala Bidang Bina Pemasaran Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Muchlis kepada Aliansi Mahasiswa Peduli Danau Toba di kantor gubernur Sumut, Senin, 2 September 2019.
Aliansi ini melakukan aksi menuntut klarifikasi mengenai konsep wisata halal di Danau Toba. Mereka meminta Gubernur Sumut Edy Rahmayadi memberi penjelasan supaya tidak menimbulkan polemik dalam masyarakat. Sebelum ke kantor gubernur, massa mendatangi kantor Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT). Dalam orasinya, mereka menolak konsep wisata halal di Danau Toba.
Dijelaskan Muchlis, konsep wisata halal sudah bergulir sejak lama. Tidak ada niat untuk mengkotak-kotakkan masyarakat, murni untuk mengakomodir kebutuhan para pengunjung datang kebanggaan orang Sumut itu. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, wisatawan asing yang datang ke Sumut didominasi wisatawan asal Malaysia, yang berjumlah 53 persen.
Pada 2018, jumlah wisatawan muslim mancanegara sebanyak 140 juta orang. Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019 mencatat, pada 2026 nanti jumlahnya melambung menjadi 230 juta orang. Pemasukan dari sektor wisata halal mencapai US$300 juta pada ekonomi global. Saat ini Indonesia berada di posisi pertama negara Islam tujuan wisata halal dunia dengan skor 78.
"Peluang pasar ini yang mau diambil. Sudah ada fasilitas untuk wisatawan muslim di Danau Toba, tapi tidak cukup kalau mengacu pada target pemerintah dengan satu juta pengunjung," ucapnya.
Kepala Sub Bagian Hubungan Antar Lembaga Biro Humas dan Keprotokolan Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Sumut Salman menambahkan, untuk menghindari kesalahpahaman tentang konsep wisata halal ini, pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan para kepala dinas pariwisata sekawasan Danau Toba dan masyarakat setempat.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut Ria Novida Telaumbanua mengatakan, wisata halal bukanlah menghilangkan budaya yang sudah ada di suatu daerah. Ada tiga elemen penting dalam pariwisata yang disebut 3A yaitu atraksi, aksebilitas, dan amenitas.
Untuk atraksi, Danau Toba sudah memenuhi syarat dengan pemandangan, budaya, dan alamnya yang luar biasa. Sementara unsur amenitas berupa penyediaan fasilitas pendukung yang diinginkan wisatawan seperti tempat ibadah, rumah makan, tempat peristirahatan, dan lainnya, menurut Ria masih perlu dibenahi.
Semua keperluan pendukung ini harus ada karena Danau Toba sudah dijadikan destinasi utama oleh pemerintah. Dana yang dikucurkan mencapai Rp3,5 triliun untuk membangun berbagai fasilitas, “Jangan sampai orang yang rencananya datang tiga hari jadi sehari,” ujar Ria.
Kemudian aksesbilitas yang mewajibkan Danau Toba harus mudah dicapai. Sarana dan prasarana menuju danau harus memudahkan wisatawan. Saat ini pemerintah sedang membangun jalan tol Tebingtinggi – Parapat. Bandara Silangit pun sedang diperpanjang landasannya supaya bisa mendaratkan pesawat berbadan besar.
“Tiga konsep ini sangat penting untuk mendatangkan wisatawan ke Danau Toba,” katanya lagi.
Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemerintah Provinsi Sumut M Fitriyus menambahkan, negara seperti Jepang, China, Thailand, Singapura, India, dan Korea Selatan sudah menerapkan konsep halal sebagai branding dan menyediakan berbagai fasilitas untuk muslim. Semata-mata hanya untuk meningkatkan ceruk pasar pariwisata.
Danau Toba sangat memungkinkan mengikuti empat kriteria strategis versi GMTI yang mendukung wisata ramah muslim yaitu akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan.
Suasana di The Caldera Toba Nomadic Escape Danau Toba. TEMPO | Iil Askar Mondza
"Label halal tidak akan mengganggu budaya yang sudah ada. Halal yang dimaksud adalah menyiapkan sarana dan prasarana terkait hal itu. Bagaimana mau meningkatkan wisatawan jika tidak ada fasilitas pendukungnya," kata Fitriyus.